Menetapkan Prosedur Recall Kendala Dalam Penerapan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan

162

14. Menetapkan Prosedur Recall

Prosedur recall juga merupakan persyaratan tambahan yang harus dibuat oleh perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998 dan Pedoman BSN 1004 : 2002. Prosedur ini menjelaskan metode untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, menangani pengaduan konsumen dan menarik kembali produk yang dikeluhkan atau ditolak oleh konsumen. Tahapan penarikan produk recall yang dilakukan oleh perusahaan PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut : 1 Bagian Pengendalian Mutu QC mengidentifikasi produk yang dikeluhkan berdasarkan nama produk, jenis kemasan, nomor batch produksi, tanggal pengiriman, jumlah dan masalah yang dikeluhkan; 2 Bagian QC mengevaluasi hal-hal yang dikeluhkan berdasarkan penelusuran rekaman produksi dan menginspeksi sampel reference yang ada di bagian QC; 3 Manajer QC dan Manajer Produksi harus mendiskusikan pengaduan tersebut guna penanganan selanjutnya, yaitu bila pengaduan tidak benar, Manajer QC meminta Bagian Pemasaran untuk menolak pengaduan dan jika diperlukan akan diadakan peninjauan ke pelanggan, sedang jika pengaduan tersebut benar dapat diketahui dari ketidaksesuaianpenanganan pengiriman yang ceroboh, maka Manajer QC bersama Manajer Produksi melaporkan kepada Direktur untuk menarik kembali atau memusnahkan di tempat konsumen; 4 Manajer QC memberikan jawaban kepada Bagian Pemasaran untuk berkoordinasi dengan konsumen guna mengirimkan kembali semua produk yang dikeluhkan atau meminta kepada konsumen untuk memusnahkan sendiri produk yang dikeluhkan; dan 5 Manajer QC memisahkan produk yang dikirim kembali tersebut dan menempatkan pada area dengan garis merah dan bertanda ” Produk Reject ” hingga waktu hari yang ditentukan.

15. Kendala Dalam Penerapan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan

Dari hasil studi melalui observasi, pengamatan dan wawancara yang dilakukan ternyata ada beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan PT Kuala Pangan untuk mengimplementasikan dan mengembangkan terhadap rencana HACCP atau HACCP Plan-nya. Pertama, meskipun pihak Pimpinan manajemen 163 komitmennya cukup tinggi, namun komitmen karyawan yang bukan anggota tim HACCP tetapi bertanggung jawab dalam proses produksi untuk melaksanakan pemantauan terhadap program sanitasi dan higiene kurang melaksanakan dengan baik dengan alasan : menambah beban pekerjaan yang selama ini dilakukan karyawan bersangkutan. Selain itu, karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim HACCP dalam membantu pengelolaan gudang juga kurang komit terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai akibat adanya tambahan pekerjaan catat mencatat atau tulis menulis yang biasanya tidak banyak dilakukan. Bila dikaji lebih lanjut, karyawan yang kurang komit ini biasanya yang usianya sudah agak tua umur 45 tahun ke atas dan sudah lama bekerja di perusahaan, sehingga kalau ditanya kaitannya dengan tugas dan tanggung jawabnya menyatakan bahwa ”begini- begini saja juga sudah baik” mengapa harus repot dengan adanya pekerjaan tambahan catat-mencatat atau tulis menulis. Oleh karena itu, sosialisasi rencana penerapan HACCP di perusahaan kepada karyawan tersebut harus lebih diintesifkan supaya mereka cepat menyadari tugas dan tanggung jawabnya di perusahaan yang bersangkutan. Memang untuk mengubah kebiasan yang sudah biasa dilakukan karyawan di perusahaan dengan kebiasaan baru sebagai akibat kebijakan baru yang dikeluarkan perusahaan memerlukan waktu untuk penyesuaiannya, tidak dapat langsung diubah secara cepat. Kedua, adanya hambatan psikologis mental terhadap karyawan yang ditunjuk oleh pihak manajemen sebagai anggota tim HACCP. Hal ini disebabkan karena karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim HACCP tersebut ada yang merasa pengetahuan dan pemahaman tentang sistem HACCP masih rendah dan ditambah adanya pekerjaan tambahan untuk membantu mempersiapkan dokumen- dokumen yang dibutuhkan untuk mendukung penerapan dan pengembangan rencana HACCP di perusahaan. Namun hambatan ini sedikit demi sedikit dapat teratasi setelah anggota tim HACCP tersebut mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menerapkan rencana HACCP dikerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh. Pihak Pimpinan manajemen sendiri juga mempunyai hambatan psikologis yang agak pesimis terhadap perusahaannya dalam menerapkan dan mengembangkan rencana HACCP-nya, mengingat perusahaan yang bersangkutan 164 belum mempunyai sumber daya manusia yang lengkap dan komplit serta ahli di bidang mikrobiologi dan ahli di bidang rekayasa proses pangan untuk mendukung implementasi sistem HACCP yang direncanakan perusahaan. Sebagai konsekuensinya perusahaan perlu mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki nperusahaan dengan cara merekrut sumber daya manusia baru pegawai baru yang berlatar belakang disiplin ilmu mikrobiologi atau rekayasa proses pangan. Ketiga, pihak Pimpinan manajemen mempunyai hambatan organisasi di perusahaannya. Hal ini disebabkan karena dalam mengimplementasikan dan mengembangkan rencana sistem HACCP, perusahaan harus menyediakan tim HACCP yang anggota-anggotanya harus kompeten di bidang masing-masing anggota dan multidisiplin ilmu; sementara itu kompetensi personilkaryawan yang ada di struktur organisasi yang dikelola oleh bagian pengembangan sumber daya manusia Human Resource Development masih terbatas. Oleh karena itu, konsekuensinya perusahaan PT Kuala Pangan harus mempunyai rencana untuk mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya dalam rencana menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP-nya di perusahaan.

C. REKOMENDASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM HACCP DI PERUSAHAAN

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap kondisi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan saat ini dan rencana HACCP Plan perusahaan, maka untuk melakukan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP dengan model produk mi kering di PT Kuala Pangan, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perbaikan Improvement Penerapan GMP di PT Kuala Pangan

Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaksanaan GMP di PT Kuala Pangan dengan menggunakan formulirlembar kerja pemeriksaan GMP sarana produksi pangan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan POM, ditemukan ada 13 penyimpanganketidaksesuaian, yaitu 1 penyimpangan