Analisis organoleptik Rahayu 1998 Analisis fisika

abu, uji kadar protein dan nitrogen, uji karbohidrat, uji protein larut garam, dan uji pH. Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus orientalis

3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji organoleptik, analisis fisika dan kimia. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji scoring skor mutu. Analisis fisika yang dilakukan terdiri atas uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji lipat, uji gigit dan uji WHC. Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, protein larut garam dan pengukuran nilai pH.

3.4.1 Analisis organoleptik Rahayu 1998

Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian yang sering digunakan karena dapat digunakan secara cepat dan langsung. Indera yang berperan dalam pengujian yaitu indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Uji ini menggunakan panelis Ikan layaran Bakso Garam 2,5 Bawang merah 2,5 Bawang putih 4 Gula 2 Lada 1 Air es Tepung tapioka 10 Minyak 10 Pelumatan daging Pengadonan Perebusan I suhu 40 o C selama ± 5 menit Perebusan II suhu 90 o C selama ± 15 menit Pendinginan suhu ruang Pencetakan bakso yang dapat digolongkan menjadi panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, dan panelis konsumen. Uji organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu berfungsi untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik terhadap penampakan, aroma, rasa dan tekstur dari suatu produk. Skala angka dan spesifikasi dari setiap karakteristik mutu produk sudah dicantumkan dalam score sheet organoleptik. Metode ini menggunakan skala angka 1 satu sebagai nilai terendah dan angka 9 sembilan untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah 5 lima artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai yang sama atau lebih kecil dari lima maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standar dan tidak bisa memperoleh Sertifikat Mutu Ekspor. Skala ini ditunjukan dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan pengertian pada panelis. Panelis pada uji organoleptik ini berjumlah 30 orang semi-terlatih.

3.4.2 Analisis fisika

Analisis fisika yang dilakukan terhadap surimi dan bakso ikan adalah uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji lipat, uji gigit dan uji WHC. 1 Uji kekuatan gel White dan Englar diacu dalam Alpis 2002 Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara obyektif dengan menggunakan Texture analyzer TA-XT21. Tingkat kekerasan bakso ikan dinyatakan dalam gram force tiap cm 2 gfcm 2 yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan sampel adalah 1 mms. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel pada suatu bahan. 2 Uji derajat putih Park 1994 dalam Chaijan et al. 2004 Derajat putih sampel dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu analisis warna secara objektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Skala warna yang digunakan untuk mengukur tingkatan dari lightness L adalah hitam 0 sampai cerahterang 100, a adalah merah 60 sampai hijau -60 dan b adalah kuning 60 sampai biru -60. Nilai derajat putih dapat diketahui dari nilai lightness L yang tertera pada monitor Chromameter. 3 Uji lipat Suzuki 1981 Uji pelipatan merupakan salah satu pengujian mutu surimi dan bakso yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 4-5 mm. Potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada bakso. Tingkat kualitas dan contoh lembar penilaian uji lipat dapat dilihat pada Lampiran 3a. 4 Uji gigit Suzuki 1981 Uji gigit dilakukan untuk mengukur kekuatan produk. Uji ini memberi taksiran secara subyektif dengan melatih 30 panelis. Pengujian dilakukan dengan cara memotong atau menggigit sampel antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji memiliki ketebalan 5 mm dan berdiameter 12 mm. Tingkat kualitas dan contoh lembar penilaian uji gigit dapat dilihat pada Lampiran 3b. 5 Water Holding Capacity WHC Hamm 1972 diacu dalam Nantami 2011 Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel sebanyak 0,3 gram diletakkan dikertas saring dan dijepit dengan carverpress, yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kgcm 2 selama 5 menit. Kertas saring yang digunakan yaitu Whatman no 40. Luas area bebas yaitu luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas jumlah air dalam gel dan bakso yang terlepas dapat dihitung sebagai berikut : Berat air bebas = air bebas = berat air x 100 mg sampel WHC = kadar air total daging – kadar air bebas

3.4.3 Analisis kimia