Karakterisrik sensori Karakteristik Bakso Ikan Layaran Istiophorus orientalis

ikan marlin, tepung tapioka, tepung sagu, bumbu, es, telur, monosodium glutamat. Bakso pembanding II adalah bakso yang dibeli dari supermarket yang telah memiliki pasar dalam skala nasional. Komposisi dari bakso ini adalah urimi, air, tapioka, garam, bumbu, gula, penguat rasa mononatrium glutamat dan sekuestren fosfat. Proses pembuatan dan bumbu-bumbu dari kedua bakso pembanding tidak diketahui secara detail karena termasuk rahasia peruahaan.

4.5.1 Karakterisrik sensori

Analisis sensori yang dilakukan adalah uji kesukaan hedonik terhadap bakso ikan layaran. Panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkatannya disebut skala hedonik, dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menurut tingkat kesukaannya Rahayu 1998. Analisis sensori yang dilakukan meliputi parameter penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur yang dinilai dengan menggunakan kepekaan indera. 1 Penampakan Penampakan merupakan parameter yang menentukan penerimaan dari panelis karena banyak sifat mutu komoditas dinilai dengan penglihatan misalnya bentuk, ukuran, warna dan sifat permukaan halus, kasar, buram, cerah, homogen, heterogen, datar dan bergelombang Nantami 2011. Nilai penampakan bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Nilai penampakan bakso ikan layaran dan bakso pembanding Gambar 7 menunjukkan bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap penampakan bakso ikan berkisar antara 4,33 sampai 6,83. Nilai penampakan bakso ikan ikan layaran merupakan yang tertinggi dengan nilai 6,83 dibandingkan bakso pembanding I sebesar 4,33 dan bakso pembanding II sebesar 6,80. Penampakan bakso ikan layaran mempunyai kriteria dapat diterima menurut panelis yaitu agak suka mendekati suka BSN 2011. Nilai ini juga telah memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 BSN 2006. Berdasarkan BSN 2011 tata cara pelaporan hasil uji hedonik jika angka di belakang koma lebih besar dari lima maka angka di depan koma naik satu angka sehingga nilai penampakan bakso ikan layaran adalah 7. 2 Warna Warna merupakan indikator bagi kesegaran atau kematangan suatu produk. Konsumen biasanya lebih menyukai bakso ikan dengan warna yang putih meratatanpa adanya warna lain Wibowo 2006. Menurut BSN 1995 bakso ikan harus mempunyai warna yang normal. Nilai warna bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Nilai warna bakso ikan layaran dan bakso pembanding Gambar 8 menunjukkan bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap warna bakso ikan berkisar antara 4,7 sampai 7,1. Nilai warna bakso ikan layaran pada penelitian ini sebesar 6,77 lebih tinggi dibandingkan dengan bakso pembanding I sebesar 4,7 tetapi lebih rendah dibandingkan dengan bakso pembanding II sebesar 7,1. Warna bakso ikan layaran lebih kecil dari bakso pembanding II diduga karena perbedaan pencucian, karena bakso pembanding II menggunakan daging surimi sedangkan bakso ikan layaran berasal dari daging lumat. Jin et al. 2007 dan Tahergorabi et al. 2012, menyatakan bahwa proses pencucian dapat menghilangkan bahan-bahan larut air, lemak dan darah sehingga memperbaiki warna. Bentis et al. 2005 melaporkan bahwa warna surimi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan siklus pencucian, waktu pencucian dan kuantitas air. Chen et al. 1997 dalam Bentis et al. 2005 menyatakan bahwa waktu pencucian yang lama akan menghasilkan daging lumat dengan hidrasi yang tinggi dan degradasi protein miofibril, sehingga membuat proses dehidrasi berikutnya menjadi lebih sulit dan dapat menghambat kemampuan pembentukan gel. Warna bakso ikan layaran secara umum mempunyai kriteria dapat diterima yaitu suka BSN 2011 serta memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 BSN 2006. 3 Rasa Rasa merupakan salah satu faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi dan interaksi dengan kompoen rasa lain serta jenis dan lama pemasakan Winarno 2008. Nilai rasa bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Nilai rasa bakso ikan layaran dan bakso pembanding Gambar 9 menunjukkan bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap rasa bakso ikan berkisar antara 3,57 sampai 6,43. Nilai rasa bakso ikan layaran pada penelitian ini sebesar 6,37 lebih tinggi dibandingkan bakso pembanding I sebesar 3,57 tetapi lebih rendah dibandingkan bakso pembanding II sebesar 6,43. Rasa bakso ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis bumbu, konsentrasi bumbu, bahan pengisi dan bahan pengikat. Perbedaan nilai rasa dari ketiga bakso tersebut lebih disebabkan karena masing-masing bakso mempunyai komposisi dan takaran bumbu yang berbeda. Rasa gurih pada bakso ikan layaran ditimbulkan karena adanya kandungan asam glutamat yang cukup banyak pada daging ikan layaran. Hirasa dan Takemasa 1998 dalam Suryanti 2009, menyebutkan pada umumnya setiap rempah-rempah dapat memberikan flavor yang spesifik karena kandungan komponen kimia dalam essential oil yang berbeda. Beberapa flavor spesifik dapat ditimbulkan oleh komponen-komponen kimia yang terdapat pada tanaman rempah-rempah seperti lada dan bawang putih. Lada mengandung komponen kimia linalool, α,β-pinene, p-cymene. Bawang putih mengandung komponen kimia dialiyl disulfide, dialiyl trisulfide dan allyl prolyl disulfide. Bakso pembanding I mempunyai rasa yang paling rendah karena menggunakan kandungan tepung yang tinggi sehingga dapat menutup rasa daging Koswara et al. 2001. Bakso pembanding II mempunyai nilai rasa tertinggi karena menggunakan bahan penguat rasa mononatrium glutamat. Mononatrium glutamat MSG dapat meningkatkan rasa yang diinginkan seperti rasa asin, memperbaiki keseimbangan cita rasa makanan olahan dan mengurangi rasa yang tidak diinginkan seperti rasa bawang yang tajam. MSG menyebabkan sel reseptor rasa lebih peka sehingga dapat menikmati rasa dengan lebih baik Winarno 2008. Rasa bakso ikan layaran secara umum mempunyai kriteria dapat diterima yaitu suka BSN 2011 serta memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 BSN 2006. 4 Aroma Bakso ikan yang cenderung lebih disukai konsumen adalah bakso tanpa aroma yang mengganggu seperti aroma amis, tengik, masam, basi ataupun busuk Wibowo 2006. Menurut SNI 01-3819-1995 bakso ikan mempunyai aroma yang normal dan khas ikan. Nilai aroma bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Nilai aroma bakso ikan layaran dan bakso pembanding Gambar 10 menunjukkan bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap aroma bakso ikan berkisar antara 3,9 sampai 6,7. Nilai aroma bakso ikan ikan layaran merupakan yang tertinggi dengan nilai 6,7 dibandingkan bakso pembanding I sebesar 3,9 dan bakso pembanding II sebesar 6,63. Aroma dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan ke dalam adonan. Hirasa dan Takemasa 1998 dalam Suryanti 2009, menyatakan bahwa tanaman rempah-rempah mengandung banyak essential oil yang bersifat volatile dan dapat menimbulkan aroma dan flavor. Komponen kimia essential oil yang banyak terdapatpada rempah-rempah adalah eugenol, thymol, pellandrene, caryophylene, cineol, mathyl eugenol. Selain itu, essential oil pada rempah-rempah juga mengandung terpene yang mengandung banyak gugus karbon. Komponen terpene yang memiliki 10 gugus karbon dinamakan monoterpene yang umumnya memiliki aroma yang kuat dan bersifat sangat volatil. Aroma bakso ikan layaran secara umum mempunyai kriteria dapat diterima yaitu suka BSN 2011 serta memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 BSN 2006. 5 Tekstur Tekstur bakso ikan yang cenderung lebih disukai konsumen adalah bakso ikan yang mempunyai tekstur kompak, tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah berair, serta tidak rapuh Wibowo 2006. Menurut BSN 1995 bakso ikan harus mempunyai tekstur yang kenyal. Nilai tekstur bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Nilai tekstur bakso ikan layaran dan bakso pembanding Gambar 11 menunjukkan bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap tekstur bakso ikan berkisar antara 3,6 sampai 7,13. Nilai tekstur bakso ikan ikan layaran merupakan yang tertinggi dengan nilai 7,13 lebih tinggi dibandingkan bakso pembanding I sebesar 3,6 dan bakso pembanding II sebesar 7. Hal ini diduga karena kedua bakso pembanding tersebut menggunakan surimi sehingga protein larut garam akan terlarut lebih banyak selama proses pencucian. Protein tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan gel, sehingga mempengaruhi tekstur yang dihasilkan. Rendahnya kadar air bakso pembanding I dapat menyebabkan tekstur yang agak keras pada bakso ikan yang dihasilkan sehingga mempengaruhi penilaian panelis. Hall 1992, menyatakan bahwa penambahan garam sampai 0,2 dari berat bahan baku pada pencucian terakhir bertujuan untuk menghilangkan air tetapi dapat melarutkan aktin dan miosin. Bakso pembanding II mengandung sekuestran fosfat yang berfungsi untuk menstabilkan warna, rasa dan tekstur Winarno 2008. Tekstur bakso ikan layaran mempunyai kriteria dapat diterima yaitu suka BSN 2011 serta memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 BSN 2006.

4.5.2 Karakteristik fisika