4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Penelitian ini menggunakan bahan baku ikan layaran Istiophorus orientalis segar yang berasal dari perairan Banten yang dibeli di TPI
Palabuhanratu, Sukabumi. Ikan layaran yang diperoleh segera ditransportasikan secara rantai dingin ke laboratorium untuk diuji organoleptik kemudian di
preparasi untuk memisahkan setiap bagian tubuh ikan, sehingga diperoleh daging yang digunakan untuk bahan dasar pembuatan bakso ikan.
Ikan layaran yang digunakan pada penelitian ini memiliki spesifikasi bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh; insang mulai
ada diskolorisasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir; lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan; sayatan daging mulai
pudar, spesifik jenis, sedikit pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh; bau netral; serta tekstur daging agak padat, agak elastis bila ditekan
dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Spesifikasi ikan layaran tersebut diperoleh dari uji organoleptik kesegaran ikan menggunakan
SNI 01-2729.1-2006 dengan skala satuan 1-9. Nilai uji organoleptik kesegaran ikan layaran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai uji organoleptik kesegaran ikan layaran Istiophorus orientalis No. Spesifikasi
Nilai 1
2 3
4 5
6 Kenampakan mata
Kenampakan insang lendir permukaan badan
Kenampakan dan warna daging Bau
Tekstur 7
5 7
6 7
7
Rata-rata 7
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kesegaran ikan layaran bernilai 7. Nilai uji organoleptik ini menunjukkan bahwa kesegaran ikan berada pada tahap
rigor mortis. Hal ini menunjukkan bahwa ikan ini masih memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan segar. Persyaratan mutu dan keamanan pangan
ikan segar mempunyai nilai organoleptik minimal 7 BSN 2006.
Rigor mortis terjadi akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan setelah ikan mati. Sirkulasi darah akan berhenti dan
suplai oksigen berkurang menyebabkan glikogen berubah menjadi asam laktat sehingga pH tubuh ikan dan jumlah adenosin trifosfat ATP menurun serta
ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya Junianto 2003. Ikan pada fase rigor mortis umumnya dimanfaatkan menjadi makanan
yang langsung diolah sedangkan untuk bahan baku pembuatan surimi yang paling baik adalah menggunakan ikan pada fase pre rigor Konogaya 1990. Sistem
rantai dingin yang belum berjalan secara optimal di pasar nelayan Palabuhanratu menyebabkan kesegaran sampel ikan layaran yang didapatkan kurang prima.
4.2 Komposisi Kimia Ikan Layaran Istiophorus orientalis