Pandangan yang menganggap kaum perempuan adalah sub-ordinat kaum laki-laki, jelas akan berdampak terhadap persepsi perempuan dalam beberapa
hal. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif misalnya lemahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemikiran yang harus dirubah,
salahsatu caranya adalah dengan melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai peningkatan ekonomi keluarga.
Sajogyo 1985 berpendapat bahwa terdapat dua tipe peranan pada wanita yaitu:
1. Pola peranan, dimana peranan wanita seluruhnya hanya dalam pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan
hidup semua anggota dari keluarganya 2. Pola peranan, dimana terdapat dua peranan wanita yaitu dalam rumah
tangga dan juga mencarai nafkah. 3. Dari hal di atas, wanita atau perempuan terbukti memegang sejumlah
fungsi sentral dalam keluarga dan sekaligus merupakan sumberdaya yang tidak kalah penting dibanding dengan pria.
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia menjelaskan :
Pasal 1 : Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyaki martabat dan hak-
hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2 : Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum
dalam pernyataan ini dengan tak ada pengecualian apapun, seperti kebebasan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama politik atau
pandangan lain asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik kelahiran ataupun kedudukan lainnya.
C. Tujuan Pemberdayaan Perempuan
Pada Hakekatnya, pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi manusia berkembang enabling. Logika ini
didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada manusia yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap manusia pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang
mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum bisa diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika
asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Disamping itu pemberdayaan hendaknya jangan menjebak masyarakat dalam
perangkap ketergantngan charity, pemberdayaan sebaliknya harus mengantar pada proses kemandirian. Sulistiyani, 2004.
Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi, dan politik. Data Susenas 2003 menunjukkan bahwa, penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidakbelum pernah sekolah
jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki 11,56 persen berbanding 5,43 persen. Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar 12,28 persen, sedangkan
penduduk laki-laki yang buta huruf sekitar 5,84 persen. Pada tahun 2000, angka kematian ibu melahirkan masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil juga masih tinggi yaitu sekitar 50,9 persen Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 2001.
Berdasarkan Susenas 2003, tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK perempuan masih relatif rendah yaitu 44,81 persen, dibandingkan dengan laki-
laki 76,12 persen. Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di
lembaga legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di
DPR hanya 11,6 persen dan di DPD hanya 19,8 persen data Komisi Pemilihan Umum. Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan
publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, dan III 12 persen. Sementara itu, peran
perempuan di lembaga judikatif juga masih rendah, yaitu masing-masing sebesar 16,2 persen dan 3,4 persen sebagai hakim di Peradilan Umum dan di Peradilan
Tata Usaha Negara, serta 17 persen sebagai Hakim Agung pada tahun 2000 data Badan Kepegawaian Negara, 2003 Bappenas, 2003.
Proses marginalisasi peminggiranpemiskinan yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang seperti
penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu
bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan
seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki.
Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang
umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus
memiskinkan perempuan Bappenas, 2003.
D. Perempuan dalam Pembangunan.