Penentuan Rute Distribusi Bbm Untuk Menentukan Jalur Yang Optimal Dan Biaya Yang Optimum Dengan Metode Structural Equation Modeling DI PT. Burung Laut

(1)

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BBM UNTUK MENENTUKAN

JALUR YANG OPTIMAL DAN BIAYA YANG OPTIMUM

DENGAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING

DI PT. BURUNG LAUT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari TUGAS SARJANA

Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

DORKAS TARULI MANURUNG NIM : 060423016

P R O G R A M P E N D I D I K A N S A R J A N A E K S T E N S I

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Baik atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Akhir di PT. Burung Laut yang bergerak di bidang jasa transportasi air, yaitu jasa pengangkutan BBM untuk memenuhi kebutuhan distribusi PT.Pertamina, Ambon. Tugas Akhir ini berjudul “Penentuan Rute Distribusi BBM untuk menentukan jalur yang optimal dan biaya yang optimum dengan metode

Structural Equation Modeling di PT. Burung Laut”, karena dalam hal ini penulis

menganggap ini sebagai sudut pandang keilmuan Teknik Industri dalam menyelesaikan permasalahan transportasi oleh perusahaan transportir PT. Burung Laut, Medan.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada Dosen Pembimbing I Bapak Ir.Nazaruddin, MT, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis tentang keilmuan Teknik Industri dan tentang penelitian yang penulis lakukan.


(5)

3. Kepada Dosen Pembimbing II Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, yang juga telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis tentang keilmuan Teknik Industri dan tentang penelitian yang penulis lakukan.

4. Kepada seluruh staf dan karyawan jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, B.Bowo, K.Dina, B.Tumijo, B.Ani, B.Nurman yang telah membantu penulis dalam pengurusan kegiatan akademis yang diperlukan dalam penyusunan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Suriadin Noernikmat, S.T. selaku Direktur Utama PT. Burung Laut yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ulang di Perusahaan yang Bapak pimpin.

6. Kedua orang tua penulis (R. Manurung dan B. br. Siallagan) dan saudara-saudara penulis yang telah mendukung penulis dalam doa, dana dan semangat. Semoga harapan dan cita-cita kita semua terwujud dengan doa, kerja keras dan kerjasama. 7. Teman-teman di Teknik Industri yang memberi semangat, Inspirasi, dan penguatan,

terkhusus untuk Aini, K.martha, Aulia, B.Hendrik, Raja, Rizki, Charles, B.Darma , Yanti, Desri dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, semoga kita menjadi orang yang sukses dalam mencapai semua impian.

8. Saudara dan teman dekat penulis, terkhusus untuk Retno, Riska, Loren, dan Patar, Deni, B.sahala, Yeyen, Anwar, Desi, Pukka, Ronal, Indra, Ayu, Unggul, B.Feri, Vero., untuk kebersamaan, sukacita, kasih dan doa yang menyertai, .


(6)

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis selalu terbuka untuk saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini kedepan.

Medan, November 2009


(7)

ABSTRAK

PT. Burung Laut adalah badan usaha swasta yang bergerak dibidang jasa transportasi pengangkut minyak. Sistem operasi yang dipakai di perusahaan ini adalah tramper, dan untuk metode keuangannya adalah uang sewa kapal. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk penentuan faktor-faktor yang menentukan kapasitas operasi kapal dalam mendistribusikan BBM dan pemanfaatan kapasitas operasi kapal menjadi optimal. Penentuan rute distribusi melalui pendekatan SEM dan penentuan biaya optimum, dan penjadwalan rute kapal dengan sistem liner. Setiap tujuan pelayaran kapal sudah dijadwalkan dan dikonfirmasi ke pihak pelabuhan, sehingga ketika kapal sampai di tempat tujuan, langsung mendapatkan pelayanan dari pihak pelabuhan. Untuk metode keuangan diterapkan dengan sistem uang tambang, yaitu ongkos dikenakan pada muatan diangkut oleh kapal.Untuk nilai pengaruh yang dihasilkan setiap indikator yang tertinggi adalah variabel waktu untuk bongkar muat yaitu sebesar 0,77, dan terendah pada variabel waktu manuver yaitu sebesar 0,12. Untuk perbandingan sistem operasi yang dibandingkan adalah sebesar Rp.64.540.342, yang merupakan selisih keuntungan yang diperoleh untuk metode time charter dengan freight


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xvii BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.3.1. Tujuan Umum ... I-4 1.3.2. Tujuan Khusus ... I-5 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi ... I-5 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-3 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-4 2.4. Daerah Operasional... II-5 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-6 2.5.1. Struktur Organisasi... II-6


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-7

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-9 2.5.3.1. Tenaga Kerja ... II-9 2.5.3.2. Jam Kerja ... II-10 2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnnya... II-11 2.5.4.1. Sistem Pengupahan ... II-11 2.5.4.2. Fasilitas Tenaga Kerja ... II-11 BAB III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Transportasi ... III-1 3.1.1. Pengertian Transportasi ... III-1 3.1.2. Kapal ... III-4 3.1.3. Menetapkan Jadwal Pelayaran (Scheduling) ... III-6 3.1.4. Konsep Biaya ... III-7 3.1.4. Sistem Operasi Kapal ... III-12 3.2. Structural Equation Modeling (SEM) ... III-20 3.2.1. Sejarah SEM dan Pengertian ... III-20 3.2.2. Prinsip-prinsip Dasar ... III-21 3.2.3. Konsep dan Istilah ... III-23 3.2.4. Model Analisis Jalur... III-25 3.2.4.1. Model Regresi Berganda ... III-26 3.2.4.2. Model Mediasi ... III-26


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman 3.2.4.3. Model Kombinasi Regresi dengan Mediasi ... III-26 3.2.4.4. Model Kompleks ... III-27 3.2.4..5. Model Rekursif dan Non Rekursif ... III-28 3.3.5. Persamaan Jalur SEM ... III-29 2.3.5.1. Persamaan Satu Jalur ... III-29 2.3.5.2. Persamaan Dua Jalur ... III-29 2.3.5.3. Persamaan Tiga Jalur ... III-30 3.3.6. Langkah-Langkah SEM... III-31 3.3.8. Skala Guttman ... III-38 BAB IV METODOLOGI ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian... IV-1 4.4. Subjek Penelitian ... IV-1 4.5. Studi Pendahuluan ... IV-3 4.6. Studi Pustaka ... IV-3 4.7. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-4 4.8. Pengumpulan Data ... IV-4 4.9. Pengolahan Data ... IV-6 4.10. Analisa Pemecahan Masalah ... IV-8 4.11. Kesimpulan dan Saran... IV-9


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Voyage Kapal Tanker ... V-1 5.1.2. Data Jarak Antar Pelabuhan dan Kapasitas

Pelabuhan ... V-3 5.1.3. Spesifikasi Kapal Tanker MT. Citra Bintang ... V-10 5.1.4. Daftar Harga Untuk Pelabuhan ... V-10 5.1.5. Hari Kerja Efektif Tahun 2010 ... V-11 5.1.6. Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker

MT. Citra Bintang ... V-11 5.2. Pengolahan Data ... V-13

5.2.1. Penentuan Variabel-Variabel yang Berpengaruh

Kepada Operasional Kapal ... V-13 5.2.2. Analisis Dengan SEM ... V-23 5.2.2.1. Pengembangan Model Berbasis Teori ... V-25 5.2.2.2. Mengkontruksi Diagram Jalur untuk

Menunjukkan Hubungan Kausalitas ... V-23 5.2.2.3. Konversi Diagram Jalur kedalam

Serangkaian Persamaan Struktural dan


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman

5.2.2.4. Memilih Input Matriks dan

Mendapatkan Model Estimate ... V-25 5.2.2.5. Menilai Problem Identifikasi ... V-29 5.2.2.6. Mengevaluasi model dengan kriteria

Goodness of Fit ... V-39

5.2.2.7. Interpretasi dan Memodifikasi Model ... V-47 5.2.3. Penentuan Jalur/ Rute ... V-49 5.2.4. Metode Operasi ... V-55 5.2.4.1. Metode Time Charter ... V-55 5.2.4.2. Metode Freight ... V-56 5.2.4. Membandingkan Metode Time Charter dengan

Metode Freight ... V-58 BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisa Pemecahan Masalah Penentuan Variabel-

Variabel yang Berpengaruh Kepada Operasional Kapal ... VI-1 6.2. Analisis Dengan SEM ... VI-2 6.3. Penentuan Jalur/Rute ... VI-7 6.4. Sistem Operasi Kapal ... VI-8 6.5. Membandingkan Metode Time Charter dengan


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-3 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN PENELITIAN LAMPIRAN BERKAS


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut ... II-9 2.2. Jam Kerja Darat... II-10 2.3. Jam Kerja Laut ... II-10 3.1. Pembagian Biaya Pada Sistem Time Charter ... III-17 3.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... III-39 4.1. Beberapa Bentuk Matrik Dalam Analisa SEM ... IV-8

5.1. Data Vovage Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V-1 5.2. Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat BBM Kapal

Tanker MT. Citra Bintang ... V-4 5.3. Data Jarak Antar Pelabuhan ... V-7 5.4. Permintaan BBM Setiap Depot Tujuan ... V-10 5.5. Informasi Tarif Kapal Dalam Negeri ... V-11 5.6. Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker MT. Citra Bintang ... V-12 5.7. Data Tampilan Untuk Pengolahan AMOS ... V-26 5.8. Assesment of normality... V-30 5.9. Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance)

(Group number 1) ... V-32

5.10. Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance)

(Group number 1) ... V-35


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

Tabel Halaman

5.13. Residual Covariances (Group number 1 - Default model) ... V-41 5.14. Hasil CMIN ... V-42 5.15. Hasil GFI... V-43 5.16. Hasil GFI, AGFI ... V-43 5.17. Hasil Baseline Comparisons ... V-44 5.18. Parsimony-Adjusted Measures ... V-45 5.19. Standardized Regression Weights: (Group number 1 –

Default model) ... V-45

5.20. Hubungan antar Variabel Model Awal ... V-47 5.21. Hubungan antar Variabel Model Modifikasi ... V-48 5.22. Jadwal Keseluruhan ... V-54 5.23. Laporan Proyeksi Laba Rugi PerbulanDengan Metode

Time Charter ... V-56

5.24. Laporan Proyeksi Laba Rugi Perbulan Dengan Metode Freight ... V-58 5.25. Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan

Metode Freight ... V-59 5.26. Laporan Proyeksi Laba Rugi Perbulan Dengan Metode

Time Charter ... V-5


(16)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

Tabel Halaman

6.2. Jadwal Keseluruhan ... VI-7 6.3. Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan

Metode Freight... V-10


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1. Model Analisis Jalur SEM ... III-23 3.2. Bentuk Model Regresi Berganda ... III-26 3.3. Bentuk Model Mediasi ... III-26 3.4. Model Kombinasi Pertama dan Kedua ... III-27 3.5. Bentuk Model Kompleks ... III-27 3.6. Bentuk Model Rekursif dan non Rekursif ... III-28 3.7. Bentuk Model Persamaan Satu Jalur Dalam SEM ... III-29 3.8. Bentuk Model Persamaan Dua Jalur Dalam SEM ... III-30 3.9. Bentuk Model Persamaan Tiga Jalur Dalam SEM ... III-31 3.10. Flowchart Tahapan Analisa SEM ... III-36 4.1. Block Diagram Prosedur Penelitian ... IV-2 4.2. Block Diagram Pengolahan Data ... IV-6 5.1. Bentuk Struktur Dasar Sistem Kegiatan Perusahaan

PT. Burung Laut ... V-13 5.2. Level-0 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker

MT.Citra Bintang ... V-15 5.3. Level-1 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker

MT.Citra Bintang ... V-16 5.4. Level-2 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker


(18)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Tabel Halaman

5.5. Level-3 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker

MT.Citra Bintang ... V-18 5.6. Level-4 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker

MT.Citra Bintang ... V-18 5.7. Level-5 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker

MT.Citra Bintang ... V-20 5.8. Variabel Penentu Rute Kapal ... V-21 5.9. Diagram Jalur Variabel Kapal ... V-24 5.10. Diagram Jalur Model Awal ... V-46 5.11. Diagram Jalur Model Modifikasi ... V-47 5.12. Diagram Jalur Model Modifikasi ... V-47 5.13 Peta Rute Berdasarkan Cluster Arah ... V-51


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau yang terhubung oleh perairan laut, oleh karena itu sebagai penghubung antara salah satu pulau dengan yang lain hanya ada dua alternatif untuk sarana transportasi yaitu dengan angkutan laut dan udara. Angkutan udara membutuhkan biaya yang sangat besar serta jumlah muatan yang dapat diangkut lebih sedikit dibandingkan dengan angkutan laut. Oleh karena itu potensi angkutan laut sangat besar mengingat semakin majunya laju pertumbuhan ekonomi dan industri belakangan ini.

PT. Burung Laut merupakan salah satu perusahaan pelayaran yang memanfaatkan angkutan laut ini, dengan salah satu armadanya yaitu kapal tanker MT.Citra Bintang, PT. Burung Laut memberdayakan kapal ini sebagai sarana pengangkut BBM dari beberapa pulau yang terletak di provinsi Maluku dengan menyewakannya kepada pihak PT. Pertamina Cabang Ambon dengan kontrak $1400 perhari.

Dalam pengoperasian kapal tanker ini, ketika pengantaran muatan ke masing-masing depot tujuan sering terjadi waktu menunggu di pelabuhan untuk menunggu dibongkar muat, karena sebelumnya tidak ada penjadwalan pelayaran kapal terlebih dahulu, sehingga pada pihak pelabuhan tidak menyediakan tempat tersendiri untuk pelabuhan kapal dan langsung dibongkar muat. Masalah yang lain adalah ketika dalam perjalanan pulang, kapal yang sudah dicarter ini tidak membawa muatan, kecuali air ballast untuk menjaga keseimbangan kapal, ini juga menunjukkan indikasi kalau


(20)

penggunaan ruang muat kapal kurang efektif, karena sebelumnya pihak pertamina sudah melakukan perjanjian time charter dengan pihak kapal, sehingga pihak kapal tidak dapat mengelola sendiri muatan lain yang dapat dibawa oleh kapal tanker ketika perjalanan pulang ke depot asal. Pihak PT. Pertamina sendiri dalam mendistribusikan BBM yaitu depot asal berasal dari Ambon, sementara depot tujuan ada sebanyak 13 tujuan yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha. Kapal ini dioperasikan dengan sistem tramper dimana kapal ini bergerak tanpa penjadwalan terlebih dahulu yaitu dengan melayani tujuan pelayaran adalah depot yang membutuhkan BBM yang paling dominan, hal ini juga mengakibatkan seringnya kekosongan stock BBM di beberapa depot tujuan.

Sebagai contoh pada kasus lain yang berkaitan dengan rute ini adalah masalah pada perusahaan pelayaran yang lain yaitu diberikan sejumlah permintaan untuk diangkut dan sejumlah pelabuhan, pengangkut menginginkan untuk merancang rute pelayanan untuk kapal-kapal seefesien mungkin, dengan menggunakan fasilitas yang tersedia, sehingga memikirkan keuntungan dari rute pelayanan yang terjadwal tergantung kepada jalur yang dipilih untuk mengoperasikan kapal. Pada kasus ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan model yang terintegrasi, program integer linier programing campuran, untuk menyelesaikan masalah penjadwalan pelayaran dan rute kargo secara bersamaan. Ditujukan kepada konstrain yang relevan dengan model yang berkaitan, seperti konstrain jadwal pelayaran dengan frekuensi mingguan dan kecenderungan yang penting, seperti pelayaran kargo antar dua atau lebih rute pelayanan. Untuk menyelesaikan program integer campuran, ditujukan algoritma yang mengekspoitasi permasalahan. Untuk lebih spesifik, heuristik gredy, yaitu sebuah algoritma dan phase


(21)

kedua yaitu dekomposisi bender yang didasarkan pada algoritma yang dikembangkan dan dihitung keefesiennanya dalam skala kualitas solusi dan perhitungan waktu telah dirundingkan sebelumnya. Iterasi yang efesien ditujukan untuk membangkitkan penjadwalan yang baik untuk pelayaran. Perhitungan komputasi dibuat dengan simulasi bilangan secara random untuk 20 pelabuhan dan 100 kapal. Hasilnya adalah mengindikasikan utilisasi persentase yang tinggi dari kapasitas kapal dan jumlah yang signifikan dari solusi akhir.1

- Pengaturan jalur atau trayek pelayaran kapal sehingga pengoperasian kapal baik dari segi waktu dan penggunaan muatan kapal menjadi lebih baik.

1.2. Rumusan Permasalahan

Pokok permasalahan yang terjadi di PT. Burung Laut adalah:

- Sistem operasi kapal, apakah pengelolaan dengan metode time charter yaitu yang pendapatannya hanya berupa uang sewa dari pihak Pertamina, atau uang tambang yang pendapatannya berasal dari pengenaan ongkos ke per satuan muatan yang diangkut oleh kapal yang lebih menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1


(22)

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk penentuan faktor-faktor yang menentukan kapasitas operasi kapal dalam mendistribusikan BBM dan pemanfaatan kapasitas operasi kapal menjadi optimal.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan variabel yang berpengaruh terhadap jalur operasional kapal 2. Mendapatkan jalur yang optimal dari distribusi BBM

3. Mendapatkan biaya optimal dari metode pengenaan ongkos ke setiap muatan 4. Mendapatkan biaya kapal MT. Citra Bintang perjarak tempuh

5. Mendapatkan pilihan yang terbaik dari perbandingan metode uang tambang dengan metode time charter

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi

1. Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling

2. Penelitian hanya dilakukan pada armada Tanker MT. Citra Bintang yang melayani pengangkutan BBM dari PT. Pertamina ke 13 tujuan distribusi minyak Ambon sekitarnya

3. Pemetaan jalur yang dimodelkan hanya antara port Ambon dan 13 tujuan yang diinginkan, tanpa melihat kemungkinan daerah distribusi yang lain

4. Data biaya yang terkumpul dianggap mewakili setiap biaya operasional kapal tanker


(23)

5. Data yang dikumpulkan untuk data distribusi kapal MT. Citra Bintang pada Maret 2008–Maret 2009

6. Faktor cuaca tidak mempengaruhi lama perjalanan kapal

7. Gangguan-gangguan pada saat pelayaran dan bongkar muat diabaikan Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Kondisi pelayaran armada Tanker dianggap tidak terganggu oleh kondisi cuaca pelayaran

2. Keadaan perlengkapan serta mesin kapal dalam keadaan baik .

3. Data sekunder yang didapatkan dari perusahaan dianggap mewakili setiap kebutuhan data waktu dan data biaya yang dibutuhkan dalam penelitian.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN


(24)

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi-asumsi yang dibutuhkan serta sistematika penulisan laporan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini menguraikan sejarah perusahaan tempat meneliti, ruang lingkup usaha, lokasi perusahaan, daerah operasional, struktur organisasi dan manajemen yang merincikan fungsi-fungsi di dalam perusahaan.

BAB III LANDASAN TEORI

Merupakan landasan teori yang membahas mengenai transportasi, perkapalan khususnya kapal tanker dan manajemennya, serta metode pendekatan yang dipakai yaitu mengenai analisa jalur sehingga dapat digunakan sebagai acuan pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan langkah-langkah penelitian sebagai rangka berpikir pemecahan masalah yang digunakan sehingga didapatkan tahapan yang teratur dan berkesinambungan

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Berisikan data-data yang diperlukan untuk penelitian dan kemudian data tersebut diolah sehingga didapatkan penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan metode yang dilakukan


(25)

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Berisikan analisis terhadap pengolahan data yang dilakukan sehingga didapat uraian-uraian analisis terhadap permasalahan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan poin-poin penting yang didapat dari setiap analisis yang dilakukan dengan menyimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian, dan saran-saran yang dapat diusulkan kepada pihak perusahaan berkenaan dengan topik yang dibahas dalam penelitian

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Burung Laut diberi kepercayaan oleh pabrik semen PT. SAI (Semen Andalas Indonesia) yang merupakan salah satu PMA (Penanaman Modal Asing) di Banda Aceh untuk menjadi agen umum pelayaran (shipping general agent) yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan (inward & outward

clearance) kapal-kapal asing yang disewa oleh PT. SAI untuk mengangkut dan

mendistribusikan semen curah ke beberapa pelabuhan di Indonesia. Disamping itu, PT. Burung Laut juga ditunjuk oleh PT. SAI sebagai transportir laut untuk mengangkut BBM HSD (High Speed Diesel) keperluan operasional pabrik dengan menggunakan kapal tanker MT. Bumeugah (Kapasitas 5.000 KL) milik perusahaan lain mitra PT. Burung Laut.

Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut disingkat PT. Burung Laut dibeli dan diambil alih kepemilikannya dari pemilik lama oleh pemilik baru H.M. Noernikmat dan keluarga berdasarkan Akte Jual Beli No. 21 Tahun 1989 dan Berita Acara Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas No. 25 Tahun 1989, yang keduanya dibuat dihadapan Notaris Aniswar Yanis, S.H di Medan. Hingga saat ini akte perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir mengalami penyesuaian sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang dibuat dihadapan Notaris Ekoevidolo, S.H. berkedudukan di Medan dengan Berita Acara No. 126 Tahun 2008.


(27)

Dalam perkembangannya, pada bulan Mei 2001 atas pembiayaan dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. - Cabang Belawan, kapal MT. Bumeugah dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Laut dan didaftarkan pada kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Sabang.

Pada tahun 2002, PT. Burung Laut menjalin kemitraan dengan PT. Citra Bintang Familindo dan mendapatkan kontrak untuk angkutan BBM IFO (Industrial Fuel Oil) milik PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Pembangkit & Penyaluran Sumatera Bagian Utara (sekarang menjadi PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan) dari Instalasi/Depot Pertamina Pulau Sambu ke dermaga PLTG/U Sicanang, Belawan dengan volume angkutan sebesar 390.000 KL/tahun. Angkutan ini dilayani oleh kapal tanker MT. Pelita Laut ditambah dengan kapal tanker MT. Mercury II (Kapasitas 6.000 KL) berbendera Singapura yang dicharter dari perusahaan asing. Untuk menunjang pengangkutan BBM IFO tersebut, pada bulan Mei 2003 Kapal MT. Mercury II dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Energi serta didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Batam.

Pada awal tahun 2005, terjadi perubahan kontrak angkutan PT. Burung Laut, dari yang tadinya mengangkut BBM IFO berubah menjadi mengangkut BBM HSD dengan volume angkutan sebesar 720.000 KL/tahun. Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan pemakaian BBM (terutama HSD), yang setiap tahunnya cenderung meningkat, maka pada awal April 2008 PT. Burung Laut menambah 1 (satu) unit lagi armada tankernya yang diberi nama MT. Pelita Samudera (Kapasitas 7.000 KL) dan didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Belawan. Sementara itu kapal tanker MT.


(28)

Pan Oil 9 dibeli oleh PT. Burung Laut pada bulan Maret 2008 dan kemudian diganti namanya menjadi MT. Citra Bintang yang mempunyai kapasitas sebesar 2600 KL

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Burung Laut adalah merupakan suatu perusahaan pelayaran nasional yang bergerak di dalam bidang jasa angkutan laut (dalam dan luar negeri) dan keagenan pelayaran. Bisnis utama perusahaan adalah melayani jasa pengangkutan muatan cair, seperti: BBM (Bahan Bakar Minyak), Gula Cair (Molasses) dan CPO (Crude Palm Oil). Disamping itu, perusahaan juga melayani jasa keagenan pelayaran yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan kapal (inward & outward clearance) di suatu pelabuhan.

Beberapa konsumen yang pernah menggunakan jasa angkutan laut PT. Burung Laut adalah:

1. PT. Semen Andalas Indonesia, Banda Aceh

2. Mobil Oil, Singapore

3. PT. Karya Prajona Nelayan, Medan 4. PT. Rafina Segara Sejahtera, Jakarta 5. PT. Kiani Kertas, Jakarta

6. PT. Citra Bintang Familindo, Lhokseumawe 7. PT. Pertamina Cabang Ambon

Adapun konsumen yang pernah menggunakan jasa keagenan pelayaran PT. Burung Laut adalah:


(29)

2. PT. Bahtera Adhiguna, Lhokseumawe 3. PT. Arpeni Pratama Ocean Line, Jakarta 4. PT. Dutaryo, Jakarta

5. PT. Trust, Jakarta 2.3. Lokasi Perusahaan

Sejak diambil alih pada tahun 1989, kedudukan perusahaan adalah di Banda Aceh dengan alamat kantor:

Jl. Jend. A. Yani No. 38 (d/h. 14) Kode Pos : 23122

Telephone : +62 651 21451 - 22040 Facsimile : +62 651 33637

E-mail

Website :

Untuk mendukung pengoperasiannya, PT. Burung Laut memiliki beberapa kantor cabang di beberapa daerah, yakni:

1. MEDAN

Jl. Bantam No. 3 - 3 A, Kode Pos : 20153

Telephone : + 62 61 4561166 (Hunting) Facsimile : + 62 61 4152233

E-mail :

2. BELAWAN


(30)

Kode Pos : 20412

Telephone : +62 61 6941129 Facsimile : +62 61 6943789

E-mail :

3. LHOKSEUMAWE

Jl. Merdeka Timur No. 57 Kode Pos : 24352

Telephone : +62 645 46983 Facsimile : +62 645 46983

E-mail :

Untuk menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari, maka komando pengopeasian perusahaan dipusatkan di kantor wilayah Medan. Disamping karena Direksi dan Direktur Utama PT. Burung Laut beserta staf-stafnya, pusat informasi, administrasi dan penyediaan kontrak mayoritas dilakukan di kantor Wilayah Medan.

2.4. Daerah Operasional

Pada tahun 2009 pada bulan Maret PT. Burung Laut membeli kapal MT. Citra Bintang yang pada awalnya bernama kapal tanker MT. Pan Oil 9 dengan pengoperasiannya disewakan kepada pihak PT. Pertamina Cabang Ambon dengan sistem time charter yang melayani 13 depot tujuan yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha dengan depot asal adalah daerah Ambon. Dengan metode ini pihak PT. Burung Laut menerima uang sewa sebesar $1400 perhari. Muatan yang diangkut MT. Citra Bintang


(31)

ada 3 jenis yaitu premium, solar atau HSD dan kerosin untuk keperluan pihak PT. Pertamina di depot tujuan.

2.5. Organisasi dan Manajemen

Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan di antara mereka diberikan pembagian tugas sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing. Sedangkan manajemen adalah tata cara yang diterapkan suatu organisasi untuk mengelola dan menjalankan aktifitas organisasinya untuk mencapai target atau tujuan yang telah direncanakan.

Struktur organisasi adalah gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran secara baik. Struktur organisasi dapat dinyatakan dalam gambar grafik (bagan yang memperlihatkan hubungan antara unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada).

Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, PT. Burung Laut menerapkan struktur organisasi dan sistem manajemen seperti yang diuraikan pada bagian struktur organisasi 2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi PT. Burung Laut dikelompokkan pada 3 tingkatan kepengurusan, yang berbeda yaitu: Dewan Komisaris, Direksi, Manajer dan Kepala Cabang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.


(32)

Berdasarkan struktur. maka hubungan kerja dalam organisasi perusahaan PT. Burung Laut adalah hubungan campuran lini-fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan lini pada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab Direksi ke Manejer sehingga terbentuk Departemen Keuangan, Departemen Operasi dan Departemen Umum & Personalia. Hubungan fungsional dijumpai pada hubungan setingkat, baik antara sesama Manejer maupun antara sesama Kepala Cabang.

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR

MANAGER KEUANGAN MANAGER UMUM &

PERSONALIA MANAGER OPERASI

Cabang/ Keagenan Lhoknga Cabang/ Keagenan Belawan Cabang/ Keagenan

Lhoseumawe

Nahkoda Kapal

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Burung Laut (Sumber PT. Burung Laut)

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan di perusahaan PT. Burung Laut adalah sebagai berikut :


(33)

Bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk menggerakan roda bisnis perusahaan dan mencari peluang-peluang bisnis baru (bersifat eksternal).

2. Direktur

Bersama-sama dengan Direktur Utama bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk menjalankan dan mengelola aktifitas perusahaan (bersifat internal). Dalam hal Direktur Utama berhalangan, Direktur diberikan wewenang untuk melaksanakan fungsi dan tugas Direktur Utama.

3. Manajer Keuangan

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengelola keuangan perusahaan.

4. Manajer Operasi

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengoperasikan armada tanker perusahaan dan memberdayakan potensi-potensi kantor cabang perusahaan dalam pelayanan keagenan kapal.

5. Manajer Umum & Personalia

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk memastikan tersedianya perlengkapan ATK bagi aktifitas perusahaan, memonitor legalitas dan validitas perizinan perusahaan, memberdayakan SDM yang dimiliki perusahaan serta perawatan aset perusahaan.


(34)

6. Kepala Cabang

Bertanggung jawab kepada Manajer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk melaksanakan pelayanan keagenan kapal di daerahnya masing-masing.

7. Nakhoda Kapal

Bertanggung jawab kepada Manajer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk membawa dan merawat kapal sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan perusahaan.

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.5.3.1. Tenaga Kerja

PT. Burung Laut memiliki 99 orang tenaga kerja dengan sistem kerja tetap, honor maupun kontrak yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut

Jabatan/Bagian Pria Wanita Total Keterangan

Dewan Komisaris 2 1 3 Tetap

Direksi 2 - 2 Tetap

Departemen Keuangan 4 1 5 Tetap

Departemen Operasi 2 1 3 Tetap

Departemen Umum & SDM 3 2 5 Tetap

Konsultan Pajak 1 - 1 Honor

Pesuruh Kantor 1 - 1 Honor

Pengelola Parkir 1 - 1 Honor

Cabang Lhoknga 5 1 6 Tetap

Cabang Belawan 6 1 7 Tetap

Cabang Lhokseumawe 4 1 5 Tetap

MT. Pelita Laut 19 - 19 Kontrak


(35)

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja...(Lanjutan)

Jabatan/Bagian Pria Wanita Total Keterangan

MT. Pelita Samudera 20 - 20 Kontrak

MT. Citra Bintang 20 - 20 Kontrak

T o t a l 111 8 119

(Sumber: PT. Burung Laut)

2.5.3.2. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PT. Burung Laut dibedakan menjadi: 1. Jam kerja darat

2. Jam kerja laut

Jam kerja darat adalah jam kerja yang berlaku bagi tenaga kerja yang bekerja di kantor dengan ketentuan seperti yang dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jam Kerja Darat

No Hari Kerja Jam Kerja

1 Senin s/d Kamis

08.00 - 12.00 : Jam Kerja I 12.00 - 13.00 : Istirahat 13.00 - 17.00 : Jam Kerja II

2 Jum’at

08.00 - 12.00 : Jam Kerja I 12.00 - 14.00 : Istirahat 14.00 - 16.00 : Jam Kerja II

3 Sabtu

08:00 - 12:30 : Jam Kerja

(Sumber: PT. Burung Laut)

Sedangkan jam kerja laut adalah jam kerja yang berlaku bagi crew kapal yang bekerja di laut dengan ketentuan seperti yang dilihat pada Tabel 2.3.


(36)

No Hari Kerja Jam Kerja

1 Senin s/d Minggu

08.00 - 12.00 : Jam Jaga I 12.00 - 16.00 : Jam Jaga II 16.00 - 20.00 : Jam Jaga III 20.00 - 24.00 : Jam Jaga I

(Sumber: PT. Burung Laut)

2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas lainnya. 2.5.4.1. Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan di PT. Burung Laut dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Upah Tetap, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja tetap di kantor. 2. Upah Kontrak, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja kontrak (crew

kapal).

3. Upah Honor, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja honor. 2.5.4.2. Fasilitas Tenaga Kerja

Fasilitas yang diberikan oleh PT. Burung Laut kepada seluruh tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Tunjangan Hari Raya (THR). 2. Bonus akhir tahun.

3. Asuransi Jiwa, Kecelakaan Kerja dan Kesehatan (Rawat Inap). 4. Uniform dan Alat Keselamatan Kerja (khusus untuk Crew Kapal).


(37)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Transportasi

3.1.1. Pengertian Transportasi

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain2

a. Pemindahan/pergerakan (movement)

.Dalam Transportasi terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu:

b. Secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain Transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat pembangunan ekonomi negara yang bisa mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi

(Rate of Growth)3

1. Angkutan Kereta Api

.Transportasi merupakan faktor yang penting diperhatikan, karena aktivitas pengangkutan meliputi mengangkut memindahkan sampai ke tempat tujuan yang membutuhkan biaya pula.

Untuk melaksanakan kegiatan pengangkutan ada 4 jenis fasilitas transportasi yang dapat digunakan yaitu:

2. Angkutan Jalan raya/truk

3. Angkutan melalui air yaitu laut dan sungai 4. Angkutan Udara

2


(38)

Mengingat keadaan geografis Indonesia maka peranan angkutan melalui air (laut dan sungai) juga penting artinya. Pengangkutan melalui air relatif murah meskipun gerakan pengangkutan melalui air relatif lambat. Dalam tulisan ini, hal yang khusus yang dibahas adalah angkutan melalui air, dan dikhususkan kepada kapal tanker yang mengangkut bahan bakar minyak.

3.1.2. Kapal

Adapun berdasarkan jenisnya, kapal dagang dapat dibagi menjadi4 a. Conventional Liner Vessel (Kapal Barang Biasa)

:

Kapal jenis ini melakukan pelayaran dengan jadwal tetap dan biasanya membawa muatan umum (general cargo) atau barang dalam partai yang tidak begitu besar.

b. Semi Container/Pallet Vessel

Jenis kapal ini dapat mengangkut muatan secara breakbulk, pre-slung, atau unit-unit pre-pallet. Kapal ini juga dapat mengangkut petikemas dalam palkanya yang terbuka dan di atas

c. Full Container Vessel (Kapal Petikemas)

Kapal ini khusus dibuat untuk mengangkut petikemas (container). Oleh karena itu, kapal ini bisa mempunyai alat bongkar/muat sendiri dan dapat juga memakai shore


(39)

d. General Cargo Breakbulk Vessel

Menurut sejarahnya, kapal jenis ini yang mula-mula beroperasi sebagai kapal angkut serba guna, sebelum ada kapal petikemas dan kapal-kapal lain yang memang dibuat demi efesiensi. Kapal general cargo tidak memerlukan terminal khusus untuk bongkar/muat. Oleh karena itu, jenis kapal ini masih sering dipakai. Kapal ini banyak berfungsi sebagai tramper karena harganya murah dan dapat mengangkut muatan ke seluruh penjuru dunia

e. Freedom Vessel

Kapal freedom vessel adalah kapal general cargo yang dibuat setelah perang dunia II untuk pengangkutan seba guna. Amerika telah membuat kapal jenis ”Liberty” dalam Perang Dunia II dan diproduksi massal.

f. RoRo

Roro (Roll-on, Roll-off) adalah kapal yang didesain untuk muat bongkar barang ke kapal di atas kendaraan roda. Kapal yang termasuk jenis RoRo antara lain kapal ferry, kapal pengangkut mobil (car ferries), kapal general cargo yang beroperasi sebagai kapal RoRo.

g. Lighter Carrier (pengangkut Tongkang)

Kapal pengangkut tongkang adalah variasi dari kapal pengangkut petikemas, dimana sebagai pengganti petikemas, kapal ini mengangkut tongkang bermuatan

h. Bulk Carrier (Pengangkut Muatan Curah)

Kapal bulk carrier adalah kapal besar dengan hanya satu dek yang mengangkut muatan yang tidak dibungkus atau curah (bulk), muatan dicurah, dipompa ke dalam kapal dengan bantuan mesin curah dan bilamana tidak dengan mesin, maka


(40)

karung-karung berisi muatan yang diangkat ke kapal dengan bantuan derek kapal diletakkan diatas palka dahulu.

i. Combination Carrier

Kendala ekonomi yang ada pada kapal tanker dan kapal dry-bulk adalah bahwa dalam separuh pelayaran yang dilakukan terpaksa dalam keadaan kosong atau ”in

ballast” karena tidak ada muatan saat balik (return cargo) dan oleh karena itu tidak

menghasilkan uang tambang

j. Panamax Class

Kapal panamax class adalah kapal dengan ukuran terbesar yang dapat melewati terusan panama. Ukuran kapal jenis ini lebih kurang 60.000 DWT dengan lebar kapal tidak melebihi 32 meter, sesuai dengan lebar pintu masuk terusan

k. Passenger Ship (Kapal Penumpang)

Diperairan Indonesia, dengan banyaknya pulau maka kapal penumpang untuk angkutan antar pulau sangat dibutuhkan.

l. Tug Boat (Kapal Tunda)

Kapal tunda dibuat agar dapat menarik atau mendorong kapal atau segala sesuatu yang mengapung, Tugas lain yang dilakukan adalah menolong kapal dalam bahaya, memadamkan kebakaran di laut, memerangi polusi/pencemaran, dan lain sebagainya.

m. Offshore Supply Ship (Kapal Pemasok Lepas Lantai)

Kapal yang dibangun dengan geladak yang luas di belakang untuk mengangkut pasokan bahan dan peralatan serta makan untuk anjungan lepas pantai bagi pengeboran minyak dan gas bumi.


(41)

n. Research Ship (Kapal penelitian)

Kapal yang dibuat untuk fungsi penelitian dan pemetaan/survei, seperti hidrografi, oseanografi, geofisika, dan seismografi.

o. Fishing Vessel (Kapal Penangkap Ikan)

Kapal yang dibuat untuk menangkap ikan dengan berbagai cara, seperti

purse-seining, long lining, beam trawling dan stern-trawling. Kapal ini seringkali

diperlengkapi peralatan pendingin (refrigator) dan peralatan untuk memproses lebih jauh.

p. Tanker

Kategori kapal dengan sebuah geladak dimana terdapat tangki-tangki yang tersusun secara integral maupun terpisah yang digunakan untuk mengangkut minyak curah (minyak mentah atau minyak yang sudah didestilasi), cairan kimia, gas cair, dan sebagainya.

Kapasitas angkutan merupakan suatu alat angkutan untuk memindahkan muatan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu tertentu. Unsur-unsur kapasitas angkutan terdiri atas berat muatan, jarak yang ditempuh, dan waktu yang dibutuhkan untuk angkutan tersebut. Kapal merupakan unit operasi yang mempunyai kapasitas angkut yang besar yang sebagian besar biaya operasinya merupakan biaya variabel. Kapal yang besar dapat melayari jarak yang jauh, lebih ekonomis daripada kapal berukuran kecil yang beroperasi dalam jarak yang terbatas. Jenis kapal mempengaruhi biaya operasi. Kapal barang dan kapal penumpang memerlukan waktu yang lama di dermaga untuk melakukan bongkar muat sehingga biaya operasinya tinggi, dibandngkan dengan kapal tanker atau kontainer.


(42)

Jenis kapal yang efesien penggunaannya adalah sebagai berikut.

1. Kapal yang mengangkut barang terurai (bulk cargo), yaitu barang angkutan yang besar dan volumenya besar, tetapi mudah bongkar muatnya.

2. Kapal yang mengangkut barang-barang yang tidak begitu tinggi nilainya dengan jarak yang jauh

Tujuan utama perancangan kapal-kapal modern adalah terutama untuk menekan biaya penyediaan jasa angkutan yang lazimnya dinyatakan untuk tiap ton muatan yang diangkut. Biaya penyediaan jasa angkutan laut, sampai tingkatan tertentu, tergantung pada faktor trayek.

Kapal yang diatur pelayarannya (reguler) pada umumnya memiliki penggunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat (load factor) yang relatif rendah. Transpor laut yang tidak teratur trayeknya disebut tramper. Penggunaan kapasitasnya relatif tinggi. Akan tetapi, karena ketidakteraturan, maka kapal yang menunggu muatan memerlukan waktu lama di pelabuhan. Akibatnya, penggunaan kapasitas kapal rendah, tetapi faktor muatannya tinggi.5

3.1.3. Menetapkan Jadwal Pelayaran (Scheduling)

Jadwal pelayaran umumnya dibuat untk liner service atau feeder liner service 1) Istilah-istilah dalam Jadwal Pelayaran

a) Untuk pelayaran yang menyinggahi banyak pelabuhan dan memakan waktu lama biasanya hanya dibuat untuk single voyage

b. Untuk pelayaran yang waktunya singkat dengan sedikit pelabuhan yang disinggahi, biasanya dibuat jadwal pelayaran untk satu round voyage


(43)

c. Estimated Time of Arrival (ETA) adalah perkiraan tanggal/jam kapal tiba. Estimated

Time of Department (ETD) adalah perkiraan tanggal/jam kapal berangkat dari

pelabuhan

d. Pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi disebut port of call, pelabuhan-pelabuhan tempat muat disebut loading ports

f. Pelabuhan-pelabuhan tempat bongkar disebut discharging port atau destination ports. g. Ratio date adalah tanggal muatan suatu batas waktu yang ditetapkan untuk liner

sampai di sebuah pelabuhan

2. Cara membuat/menyajikan jadwal pelayaran

Jadwal yang dibuat untuk kepentingan eksternal hanya menyajikan port of call dan tanggal lamanya di pelabuhan di laut

Untuk waktu dipelabuhan ditentukan dengan rumus:

BAB JK/harix x TGH muatan Jumlah ton = pelabuhan di Hari

TGH : Ton Gang Hour (kapasitas bongkar/muat) dalam ton per gang per jam kerja JK/hari : Jumlah jam kerja bongkar muat per hari

BAB : Banyaknya alat bongkar/muat atau gang yang digunakan dalam kegiatan/muat selama di pelabuhan

knots dalam kapal (speed) kecepatan x 24 Milis Sea uh Jarak temp = Laut di Hari


(44)

Biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol agar dalam pengoperasian mencapai tingkat efektifitas dan efesien6

1. Biaya adalah sebagai dasar penentuan tarif jasa transportasi

.

2. Tingkat tarif transportasi didasarkan pada biaya pelayanan yang terdiri dari: a. biaya langsung

b. biaya tidak langsung oleh karena itu, biaya pelayanan (cost of service) sebagai basis/dasar dan fundamental untuk struktur pentarifan.

3. Biaya modal dan biaya operasional

a. biaya modal (capital costs) adalah biaya, yang digunakan untuki investasi inisial (initial investment) serta peralatan lainnya termasuki di dalamnya bunga uang (interest rate).

b. Biaya operasional (operational cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi. Termasuk dalam kelompok biaya operasional adalah: Biaya pemeliharaan jalan raya, bantalan kereta api, alur pelayaran, pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, dam, menara, rambu &jalan, udara dan laut.

1. Biaya pemeliharaan kendaraan, bis, truk, lokomotif, gerbong, pesawat udara, kapal-kapal penyebrangan (ferry boat), dan kapal-kapal barang/kapal-kapal penumpang

2. Biaya transportasi yaitu biaya bahan bakar, oli, tenaga penggerak (genset) upah/gaji, kerja crew/awak kapal & pesawat serta biaya terminal (stasiun pelabuhan udara, pelabuhan laut dan terminal (stasiun pelabuhan udara, pelabuhan laut dan terminal bis)


(45)

3. Biaya-biaya traffic terdiri dari biaya advertensi, promosi, penertbitan buku tarif, administrasi dan sebagainya

4. Biaya umum dan lain-lain biaya

Termasuk biaya umum antara lain, biaya kantor, gaji/biaya RT, biaya humas, biaya akuntansi lainnya

5. Biaya tetap dan biaya variabel

Biaya tetap ialah biaya yang dikeluarkan tetap setiap bulannya, sedangkan biaya variabel ialah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alat-alat pengangkutan.

4. Biaya Kendaraan

Ialah jumlah biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan bakar, oli, ban kendaraan, suku cadang antar perbaikan (reparasi). Biaya ini disebut automobile cost 5. Biaya Gabungan (Joint Cost)

Dalam pengoperasian alat-alat transportasi kita temui joint cost atau dinamakan pula

common cost contoh biaya angkutanan barang (cargo) dan biaya penumpang yang

menghasilkan biaya gabungan (joint cost)

1. Direct Cost/Biaya Tidak langsung (Indirect cost)

a. Biaya langsung ialah jumlah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasa-jasa angkutan misal utuk penerbangan biaya langsung terdiri dari bahan bakar, gaji awak pesawat, biaya pendaratan

b. Biaya tidak langsung bagi penerbangan terdiri dari biaya harga, peralatan reparasi, workshop, akuntansi dan biaya umum/kantor


(46)

a. Biaya unit (unit cost) ialah jumlah total biaya dibagi unit jasa produk yang dihasilkan

b. Biaya rata-rata (average cost) adalah biaya total dibagi dengan jumlah produk/jasa yang dihasilkan

Tujuan utama perancangan kapal-kapal modern adalah terutama untuk menekan biaya penyediaan jasa angkutan yang lazimnya dinyatakan untuk tiap ton muatan yan diangkut. Biaya penyediaan jasa angkutan laut, sampai tingkatan tertentu, tergantung dari faktor trayek (pengaturan) kapal yang diatur pelayarannya pada umumnya memiliki pengunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat(load factor) yang relatif tinggi dengan faktor muat yang relatif rendah7

Transport laut yang tidak teratur trayeknya kurang lebih memiliki sifat-sifat yang berlawanan, dengan lain perkataan penggunaan kapasitas muat acapkali relatif tinggi, tetapi karena ketidakteraturannya kapal-kapal bisa mengalami waktu tunggu yang lama di pelabuhan sambil menanti muatan yang cukup

.

8

7

.

Kapal yang diatur pelayarannya pada umumnya memiliki penggunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat (load factor) yang relatif rendah. Operasi kapal memiliki tiga fase yang khas masing-masing dengan biaya khusus. Fase-fase ini adalah waktu kapal berada di pelabuhan untuk melakukan bongkar/muat, waktu manuver untuk bersandar pada atau melepas dari dermaga dan di pelabuhan, dan waktu berlayar antar pelabuhan. Tujuan dari pengusaha pelayaran adalah untuk menetukan alokasi yang paling ekonomis dari waktu-kapal (ship time) antara ketiga fase ini.


(47)

Faktor utama yang menentukan struktur harga (cost-structure) dari usaha pelayaran (shipping), dapat dijelaskan oleh model dibawah ini, yang berlaku bagi harga jasa angkutan sebanyak 1-ton muatan antara dua pelabuhan (2-port system) yang jarak J-mil sama diumpamakan bahwa kapal beroperasi antara dua pelabuhan

J = Jarak antara kedua pelabuhan (mil) F = Biaya tetap (fixed cost) per tahun V= Kecepatan berlayar (knot-mil/jam0) C = Kapasitas angkut dari kapal (ton)

Q = Persentase muat rata-rata (average load factor) B= Kecepatan bongkar/muat (ton/jam)

U = Waktu deviasi dan saktu manuver (jam per perjalanan) T = Waktu kerja efektif keseluruhan (jam per tahun) R = Biaya berlayar (distance cost) dari kapal per mil S = Biaya bongkar/muat per jam

T = Biaya pelabuhan tiap kali singgah (percall)

Selain variabel-variabel tersebut di atas, terdapat pula variabel-variabel lain yang berhubungan variabel-variabel di atas, yang perlu diperhitungkan, yaitu:

N = Jumlah perjalanan (voyages) per tahun M = Jumlah muatan yang diangkut (ton pertahun) K = Harga jasa angkutan per muatan

Dengan menggunakan simbol-simbol di atas, disusun rumus untuk biaya angkutan per ton kapal antar pelabuhan yang berjarak J mil sebagai berikut:


(48)

M N t B M P N r J F K . . 2 . . + + + = (1)

Jumlah perjalanan pertahun dapat dinyatakan dengan rumus:

U B q C V J T N + + = 2 100 (2)

dan muatan (dalam ton) yang diangkut per tahun menjadi:

N q c

M .

100

= atau (3)

U B q C V j T q C M + + = 2 100 100 (4)

3.1.5. Operasi Kapal

Dalam pengoperasian kapal, kita mengenal istilah uang tambang (freight), sistem tarif penyewaan kapal (chartering), pengangkutan, dan pengiriman barang atau muatan. Hal-hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut9

a. Uang tambang (freight)

:

Uang tambang (freight) adalah uang yang diminta oleh perusahaan pelayaran untuk kompensasi biaya atas jasa mengangkut barang. Uang tambang dapat dipungut berdasarkan jenis barang (commidity based), dimana uang tambang akan disesuaikan dengan jenis barangnya. Dengan banyaknya jenis barang, tentunya uang tambang berbeda-beda pula. Untuk memudahkan pemungutan uang tambang maka diberikan


(49)

alternatif lain, yaitu mengenakan uang tambang berdasarkan satuan (per unit). Untuk pungutan seperti itu biasanya banyak dilakukan terhadap peti kemas,

Uang tambang berdasarkan jenis barang dapat dibagi lagi menjadi10

1. Revenue based (berdasarkan pendapatan), dimana uang tambang yang dihitung

sebagai x persen dari harga barang (ad valorem). Misalnya 2 % dari ad valorem. :

2. Cost based (berdasarkan biaya), dimana biaya yang dikeluarkan sudah

diperhitungkan. Misalnya biaya harian kapal (ship’s daily cost), biaya operasional, biaya tak langsung dan asuransi, serta biaya lain untuk mengoperasikan kapal.

Uang tambang berdasarkan revenue biasanya untuk muatan yang mahal, tapi dapat juga dipergunakan untuk muatan murah yang tidak akan diangkut bila hanya didasarkan biaya (cost based). Hasilnya adalah muatan yang mahal memberikan subsidi pada muatan yang murah11

9

Ibid

11

Ibid.h.90

.

Besarnya ton untuk menghitung uang tambang dapat didasarkan ton berat atau ton volume/ruangan. Bila 1 long ton mengambil ruangan lebih kecil dari 40 cft atau bila 1.000 Kg lebih kecil dari 1 M3 maka perhitungannya berdasarkan berat. Sebaliknya, bila 1 long ton mengambil ruangan lebih besar dari 40 cft atau 1.000 Kg lebih besar dari 1 M3 maka perhitungannya berdasarkan ton volume.

Disamping uang tambang, ada surchage atau biaya tambahan lain, tergantung dari bentuk, besar, berat dan lain sebagainya dimana diperlukan peralatan khusus untuk mengerjakan muatan itu.


(50)

1. Advance freight adalah uang tambang yang diminta di muka. Banyak kapal liner

untuk muatan umum (general cargo) akan meminta agar uang tambang dapat dibayar di muka (advance freight). Biasanya uang tambang tidak akan diganti bila muatan atau kapal hilang dalam perjalanan

2. Freight Collect, payable at destination, freight forward, atau destination freight

adalah uang tambang yang dibayar bilaman muatan akan diserahkan. Carrier dapat menahan barang sebelum uang tambang dilunasi seluruhnya.

3. Dead Freight adalah uang tambang yang dapat diminta oleh pemilik kapal kepada charterer kapalnya bila charterer tidak dapat mengangkut seluruh muatan atau charterer sudah memesan ruangan muatan dan telah disediakan pemilik kapal, akan

tetapi kemudian charterer tidak jadi menggunakannya. Oleh karena itu, charterer harus membayar uang ganti rugi (dead freight).

4. Back freight adalah uang tambang untuk muatan berlebih (overcarried cargo) yang

tidak dapat dibongkar di tempat tujuan, tetapi terpaksa dibawa kapal untuk dibongkar di tempat lain.

5. Freight all kinds (FAK) adalah uang tambang, yang tarif atau besarnya sama, yang

dikenakan untuk setiap petikemas yang diangkut, dan biasanya untuk jarak yang dekat.

Bagi suatu perusahaan pelayaran, agar kapal-kapalnya dapat terus berlayar dengan menguntungkan maka pendapatannnya (revenue) harus lebih besar dari biaya (cost) yang dikeluarkan, karena laba (profit) diperoleh dari selisih revenue dan cost12

11


(51)

Agar revenue besar, maka kapal harus dijalankan seefesien dan seekonomis mungkin. Oleh karena itu, koordinasi antar bagian dari suatu perusahaan pelayaran harus baik. Pemakaian bunker harus hemat, karena makin cepat laju kapal, makin banyak pemakaian bahan bakarnya. Dalam mencari muatan untuk kapal diperlukan keahlian khusus mendekati shipper (pengirim barang) maupun consignee (pemilik barang) yang potensial

Adapun cara menghitung uang tambang adalah sebagai berikut. Keuntungan untuk suatu usaha pelayaran didapat dengan rumus:

F- [(Cs Ts + Cp Tp + Pc + Cs Tnc) + (Ac + D) (Ts + Tp + Tnc)] (5) F= freight

Cs = biaya satu hari di laut Ts = lama waktu di laut

Cp = biaya satu hari dipelabuhan Tp = lama waktu di pelabuhan Pc = biaya pelabuhan

Tnc = lama waktu untuk muatan berikut Ac = biaya administrasi per hari

D = depresiasi per hari

Biaya keseluruhan dalam menjalankan pelayaran adalah13 1. Fixed Cost:

:

a. Biaya untuk perwira dan ABK b. Asuransi


(52)

c. Reparasi dan perawatan (maintanance) d. Perbekalan (stores) dan perlengkapan e. Biaya administrasi

f. Bunga dan depresiasi 2. Beban Variabel

a. Beban bahan bakar/minyak /air dsb. b. Beban muat/bongkar barang

c. Beban pelabuhan

Untuk menetapkan besarnya uang tambang yang akan ditawarkan, pihak pengangkut (carrier) harus melihat juga faktor yang akan mempengaruhi operasi kapal, yaitu:

1. Faktor muat (stowage factor) 2. Jarak yang ditempuh

3. Bagian pasar (market share) dan lalu lintas pelayaran

Beban untuk liner dipengaruhi juga oleh berbagai beban tambahan dan penyesuaian yang disebut surchages dan adjusment factors. Disebabkan oleh keadaan yang berubah dengan cepat, misalnya kurs mata uang, kenaikan harga BBM, peperangan, dan keadaan politik yang buruk menyebabkan perusahaan pelayaran harus menanggung variasi beban yang harus ditutup, seperti currency adjustment factor ( CAF), bunker adjustment


(53)

b. Penyewaan kapal (Chartering)

Dalam pengangkutan barang atau muatan, kita dapat melakkukannya dengan cara menggunakan kapal sendiri atau menyewanya (chartering). Ada beberapa cara menyewa kapal, yakni14

1. Bareboat/Demise Charter

Kapal disewa sebagai badan kapal saja. Penyewa (charterer) menyediakan nahkoda serta ABK dan mengoperasikan kapal seolah miliknya.

2. Time Charter

Kapal dapat disewa, seolah oleh suatau badan yang beroperasi dan dipakai untuk suatu waktu tertentu. Si penyewa (charterer) membayar uang sewa dan bunker serta kapal dioperasikan sesuai kemauan penyewa. Uang sewa dapat dinyatakan sebagai biaya perhari atau biaya perton DWT. Dalam time charter, pembagian biayanya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pembagian Biaya Pada Sistem Time Charter Pemilik Kapal (Owner) Penyewa Kapal (Charterer) Depresiasi

Asuransi Survei Overhead

Gaji nahkoda/ABK Beberapa klaim muatan

Brokerage

Uang sewa Bunker

Uang Pelabuhan

Stevedoring Ballast

Beberapa klaim muatan Air

(Sumber :R.P Suyono, Shipping Pengakutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak time charter adalah:

a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa (charterer)

b. Perincian dari kapal, draft, horse power, kekuatan mesin, kecepatan, pemakaian bahan bakar, peralatan bongkar/muat, pompa, heating coil, dsb.


(54)

c. Keadaan kapal dan kelasnya d. Batas Pelayaran

e. Uang sewa, cara pembayarannya, dan mata uang yang digunakan

f. Kerusakan/kelambatan yang dapat digunakan off-hire g. Waktu penyewaan (chartering) dimulai

h. Hak penyewa (charterer) untuk menyatakan keberatan, dan kemungkinan untuk dapat mengganti nahkoda atau chief engineer

i. Tindakan yang akan dilakukan pada waktu kerusuhan j. Pelaksanaan arbitrase bila tidak ada kesesuaian pengertian

k. Cara kapal mengadakan dok tahunan (annual drydocking) pada waktu kontrak masih berjalan

l. Penyelesaian general average

3. Voyage Charter

Kapal disewa untuk memuat barang antara tempat A dan B. Boleh dikatakan bahwa pemilik kpal membayar sebuah biaya, kecuali biaya bongkar/muat dan

stevedoring (FIOS terms). Penyewa membayar uang tambang yang besarnya tergantung

barang diangkut yang dinyatakan dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu pelayaran.

Penyewa juga harus membayar biaya tambahan atas kelambatan bongkar/muat dari kapal. Hal ini dinamakan demurrage. Namun bila lebih cepat dalam bongkar/muat maka si penyewa mendapat uang despatch, yakni uang insentif yang diberikan pemilik kapal kepada penyewa karena melakukan bongkar muat kurang dari waktu yang ditetapkan dalam kontrak. Uang despatch biasanya setengah dari demurrage.


(55)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak voyage charter adalah15 a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa (charterer)

:

b. Perincian dari kapal, yakni nama, tempat registrasi, tonnage, kapasitas, draft, dan peralatan bongkar/muat sesuai dengan muatan yang akan dimuat

c. Jenis muatan yang akan dimuat dan cara pemuatan d. Nama tempat memuat dan membongkar barang

e. Tanggal kapal harus tiba di tempat pemuatan dan tanggal bila terlambat, charter

party dapat dibatalkan

f. Waktu labuh (lay time) yang diperbolehkan, waktu dimulainya, dan hari besar yang dapat dimasukkan dalam charter party

g. Biaya angkut (freight rate) dan mata uang yang digunakan

h. Besarnya demurrage dan despatch, yang dihitung dengan membuat time sheet di pelabuhan muat dan di pelabuhan bongkar

i. Agen atau perwakilan yang akan dipakai

j. Cara menangani dan menyelesaikan persoalan pemogokan, kongesti pelabuhan, kekurangan muatan dsb.

k. Klausul untuk arbitrase dan general average seperti dalam time charter, juga rincian pelayaran dan kemungkinan kapal dapat mengadakan deviasi dalam keadaan tertentu

Nahkoda juga harus membuat notice of readiness yang menyatakan kepada charterer bahwa kapal telah siap untuk muat/bongkar


(56)

4. Consecutive Voyage Charter

Consecutive voyage charter atau disebut juga contract of affreigtment (COA)

adalah penyewaan kapal untuk beberapa pelayaran (voyage) secara berturut-turut. Secara operasional, masing-masing voyage berdiri sendiri dan sewa-menyewanya juga diselesaikan per voyage. Persyaratannya sama dengan voyage charter.

3.2.Structral Equation Modelling (SEM) 3.2.1. Sejarah SEM dan Pengertian

Sewal Wright mengembangkan konsep ini pada tahun 1934, pada awalnya teknik ini dikenal dengan analisa jalur dan kemudian dipersempit dalam bentuk analisis

structural equation modelling. Dari defenisi beberapa ahli menyebutkan diantaranya,

”analisa jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel bergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung (Robert D. Rutherford 1993). Sementara itu, definisi lain mengatakan ’Analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan signifikasi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel.” (Paul Webley,1997). David Garson dari north

Carolina State University mendefenisikan analisis jalur sebagai ’model perluasan

regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah di mana anak panah tunggal menujukkan sebagai penyebab. Regresi dikenakan pada masing-masing variabel dalam


(57)

suatu model sebagai variabel tergantung (pemberi respons) sedang yang lain sebagai penyebab. Pembobotan regresi diprediksikan dalam suatu model yang dibandingkan dengan matriks korelasi yang diobservasi untuk semua variabel dan dilakukan juga penghitungan uji keselarasan statistik (David Garson, 2003)16

Perlu disebutkan disini bahwa teknik SEM dibedakan oleh dua karakteristik, yaitu .

Model persamaan struktural (SEM) meliputi seluruh model yang terkenal dengan banyak nama seperti: covariance structure analysis, latent variabel analysis,

confirmatory factor analysis dan sering disebut lisrel analysis merupakan salah satu

nama program komputer.

17

1. Estimasi atau perkiraan hubungan depensi berganda dan saling terkait (estimation of

multiple and interrelated depence relationship)

:

2. Kemampuan untuk mempresentasikan konsep yang tidak terlihat (unobserved

consepts) dalam hubungan – hubungan ini dan memperhitungkan pengukuran

kesalahan di dalam proses estimasi.

3.2.2. Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya ialah18 a. Adanya linieritas (Linierity). Hubungan antarvariabel bersifat linier,

:

b. Adanya aditivitas (Additivity). Tidak ada efek-efek intraksi

16

Jonathan Sarwono,Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, (Cet I;Yogyakarta:Andi,2007)h.1

16

Johanes Supranto, Analisis Multivariat arti & Interpretasi (Cet I;Jakarta: Rhineka Cipta) h.221

17


(58)

c. Data berskala interval. Semua variabel yang diobservasi mempunyai data berskala interval (scaled values). Jika data belum dalam bentuk skala interval, sebaiknya data diubah dengan menggunakan metode suksesive interval (MSI) terlebih dahulu

d. Semua variabel residual (yang tidak diukur) tidak berkorelasi dengan salah satu variabel dalam model

e. Istilah gangguan (disturbance terms) atau variabel residual tidak boleh berkorelasi dengan semua variabel endogeneus dalam model. Jika dilanggar maka akan berakibat hasil regresi menjadi tidak tepat untuk mengestimasikan parameter-parameter jalur.

f. Sebaiknya hanya terdapat multikolinieritas yang rendah. Maksud

multikolieniritas adalah dua atau lebih variabel bebas (penyebab) mempunyai hubungan yang sangat tinggi. Jika terjadi hubungan yang tinggi maka kita akan mendapatkan standar error yang besar dari koefisien beta (b) yang digunakan untuk menghilangkan varian biasa dalam melakukan analisis korelasi secara parsial

g. Adanya rekursivitas. Semua anak panah mempunyai satu arah, tidak boleh terjadi pemutaran kembali (looping)

h. Spesifikasi model sangat diperlukan untuk menginterprestasikan koefisien-koefisien jalur. Kesalahan spesifikasi terjdi ketika variabel penyebab yang signifikan dikeluarkan dari model. Semua koefisien jalur akan merefleksikan kovarian bersama dengan semua variabel yang tidak diukur dan tidak akan dapat


(59)

diinterpretasikan secara tepat dalam kaitannya dengan akibat langsung dan tidak langsung

i. Terdapat masukan korelasi yang sesuai. Artinya, jika kita menggunakan matriks korelasi sebagai masukan maka korelasi Pearson digunakan untuk variabel berskala interval: korelasi polychoric untuk dua variabel berskala ordinal;

tertrachoric untuk dua variabel dikotomi (berskala nominal); polyserial untuk

satu variabel interval dan lainnya nominal

j. Terdapat ukuran sampel yang memadai. Untuk memperoleh hasil yang

maksimal, sebaiknya digunakan sampel di atas 100

k. Sampel sama dibutuhkan untuk penghitungan regresi dalam model jalur.

3.2.3. Konsep dan Istilah

Dalam analisis jalur dikenal beberapa konsep dan istilah dasar. Pada Gambar 2.1. akan diterangkan konsep-konsep dan istilah dasar19

1

2

3 4

r21 P21

P41

P43

P42

e3 e4

e2

P32 P31

:

Gambar 3.1. Model Analisis Jalur SEM


(60)

1. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebeas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak panah. Anak panah-anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel eksogenous atau perantara dengan satu variabel tergantung atau lebih. Anak panah juga menghubungkan kesalahan kesalahan (variabel residue) dengan semua variabel endogeneus masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi antara pasangan variabel-variabel eksogeneus.

2. Jalur penyebab untuk suatu variabel yang diberikan. Meliputi pertama, jalur-jalur arah dari anak panah menuju ke variabel tersebut dan kedua, jalur-jalur korelasi dari semua variabel endogeneus yang dikorelasikan dengan vaiabel-variabel yang lain yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke variabel yang sudah ada tersebut

3. Variabel eksogeneus. Variabel-variabel eksogeneus dalam suatu model jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel eksogeneus dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak panah berkepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut.

4. Variabel endogeneus. Variabel endogeneus ialah variabel yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke arah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya mencakup semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara endogeneus mempunyai anak panah yang menuju arahnya dan dari arah variabel


(61)

tersebut dalam suatu model diagram jalur. Adapun variabel tergantung hanya mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya.

5. Koefisien jalur/pembobotan jalur. Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut ”beta” yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadapa variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. Oleh karena itu, jika suatu model mempunyai dua atau lebih variabel-variabel penyebab maka koefisien-koefisien jalurnya merupakan koefisien-koefisien-koefisien-koefisien regresi parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dalam suatu model jalur tertentu yang mengontrol dua variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan

6. Variabel-variabel eksogeneus yang dikorelasikan. Jika semua variabel exogeneus dikorelasikan maka sebagai penanda hubungannya ialah anak panah dengan dua kepala yang dihubungkan diantara variabel-variabel dengan koefisien korelasinya. 7. Istilah gangguan. Istilah kesalahan residual yang secara teknis disebut sebagai

’gangguan’ atau ’residue’ mencerminkan adanya varian yang tidak dapat diterangkan atau pengaruh dari semua variabel yang tidak terukur ditambah dengnan kesalahan pengukuran.

8. Aturan multiplikasi jalur. Nilai dari suatu jalur gabungan adalah hasil semua koefisien jalurnya.

9. Dekomposisi pengaruh. Koefisien-koefisien jalur dapat digunakan untuk mengurai korelasi-korelasi dalam suatu model ke dalam pengaruh langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan jalur langsung dan tidak langsung yang direfleksikan dengan anak panah-anak panah dalam suatu model tertentu. Ini


(62)

didasarkan pada aturan bahwa dalam suatu sistem linier, pengaruh penyebab total suatu variabel ’i’ terhadap variabel ’j’ adalah jumlah semua nilai jalur dari ’i’ ke ’j’ 3.2.4. Model Analisis Jalur

Ada beberapa model jalur mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang lebih rumit, di antaranya diterangkan dibawah ini20

Model Regresi Berganda

Model pertama ini sebenarnya merupakan pengembangan regresi berganda dengan menggunakan dua variabel eksogeneous, yaitu X1 dan X2 dengan satu variabel endogeneus Y. Model digambarkan pada Gambar 3.2.

X1

X2

Y

Gambar 3.2. Bentuk Model Regresi Berganda Model Mediasi

Model kedua adalah model mediasi atau perantara di mana variabel Y memodifikasi pengaruh variabel X terhadap variabel Z. Model digambarkan, pada Gambar 3.3.


(63)

X

Y

Z

Gambar 3.3. Bentuk Model Mediasi Model Kombinasi Pertama dan Kedua

Model ketiga ini merupakan kombinasi antara model pertama dan kedua, yaitu variabel X berpengaruh terhadap variabel Z secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi variabel Z melalui variabel Y. Model digambarkan pada Gambar 3.4.

X1

X2

Y

Gambar 3.4. Model Kombinasi Pertama dan Kedua

Model Kompleks

Model keempat ini merupakan model yang lebih kompleks, yaitu variabel X1 secara langsung mempengaruhi Y2 dan melalui variabel X2 secara tidak langsung mempengaruhi Y2, sementara variabel Y2 juga dipengaruhi oleh variabel Y1 model digambarkan pada Gambar 3.5.


(64)

Y1

X1 X2

Y2

Gambar 3.5. Bentuk Model Kompleks

Model Rekursif dan non Rekursif

Dari sisi pandang arah sebab akibat, ada dua tipe model jalur, yaitu rekursif dan non rekursif. Model rekursif ialah jika semua anak panah menuju satu arah seperti Gambar 3.6.

1

2

3 4

r21 P21

P41

P43

P42

e3 e4

e2

P32 P31

Gambar 3.6. Bentuk Model Rekursif dan non Rekursif Model tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Anak panah menuju satu arah, yaitu dari 1 ke 2, 3 dan 4; dari 2 ke 3 dan dari 3 menuju ke 4. tidak ada arah yang terbalik, misalnya dari 4 ke 1


(65)

b. Hanya terdapat satu variabel eksogeneous, yaitu 1 dan tiga variabel endogenuous, yaitu 2,3 dan 4. Masing-masing variabel endogeneous diterangkan oleh variabel 1 dan error (e2, e3 dan e4)

Model non recursif terjadi jika arah anak panah tidak searah atau terjadi arah yang terbalik (looping), misalnya dari 4 ke 3 atau dari 3 ke 1 dan 2, atau bersifat sebab akibat (reciprocal cause)

3.2.5.Persamaan Jalur SEM 3.3.5.1. Persamaan Satu Jalur

Bentuk model yang mengandung unsur persamaan satu jalur adalah pada model regresi berganda. Dimana hanya terdapat satu variabel endogeneus yang disebabkan oleh beberapa variabel exogeneus. Bentuk modelnya dapat dilihat pada Gambar 3.7.21

X1

X2

X3

Y €

RYX1

RYX3

RYX2

rX

1

X3

rX1X2

rX2X3

.

Gambar 3.7. Bentuk Model Persamaan Satu Jalur Dalam SEM Keterangan:

a. Variabel X1, X2 dan X3 adalah variabel eksogeneus


(66)

b. Variabel Y adalah variabel endogeneus Persamaannya : Y= RYX1 + RYX2 + RYX3+ €

Persamaan Dua Jalur

Dalam persamaan dua jalur model dikembangkan atas tiga variabel exogeneus dan 2 variabel endogeneus. Model persamaannya dapat dilihat pada Gambar 3.8.

X1

X2

X3

Y

€1

RY1X3 RY1X2

rX

1

X3

rX1X2

rX2X3

Y2

RY1X1 RY2X1

€2

RY2Y1 RY2X3

Gambar 3.8. Bentuk Model Persamaan Dua Jalur Dalam SEM Keterangan:

a. Variabel X1, X2 dan X3 adalah variabel eksogeneus b. Variabel Y1 dan Y2 adalah variabel endogeneus Persamaannya adalah:

a. Y1=RY1 X1 + RY X2+ RY X3 + €1 (Pers. Substruktur 1) b. Y2=RY2 X1 + RY2 X2+ RY2 X3 + €2 (Pers. Substruktur 2)

3.2.5.3. Persamaan Tiga Jalur


(67)

endogeneus. Bentuk model persamaan strukturalnya dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 3.9.

Keterangan:

a. Variabel X1 dan X3 adalah variabel eksogeneus b. Variabel X2 adalah variabel perantara

c. Variabel Y1 dan Y2 adalah variabel endogeneus

X1

X3

X2

Y1

Y2

€2

€1

RY2Y1

€3

RY2X3

rX

1

X3

RX1X2

RY1X1

RX2X3

RY1X2

RY2X2

Gambar 3.9. Bentuk Model Persamaan Tiga Jalur Dalam SEM Persamaannya adalah:

a. X2=R X2 X1 + R X2 X3 + €1 (Pers. Substruktur 1) b. Y1=RY1 X1 + RY1X2+ €2 (Pers. Substruktur 2) c. Y2=RY2 X3 + RY2 Y1+ €3 (Pers. Substruktur 2)


(68)

3.2.7. Langkah-Langkah SEM

Dibawah ini akan ditelusuri lebih lanjut bagaimana menyusun langkah-langkah untuk membuat pemodelan yang lengkap yaitu22

Model teoritis yang telah dibangun kemudian digambar dalam bentuk suatu diagram, yang dikenal dengan diagram jalur. Penggambaran dalam bentuk diagram ini untuk mempermudah melihat hubungan-hubungan kausal antar variabel eksogen dan

: a. Pengembangan model berbasis teori.

Dalam pengembangan model teoritis, harus dilakukan telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. Tanpa dasar teori, SEM tidak dapat digunakan. Setelah itu model divalidasi secara empirik melalui komputasi program SEM. Pengajuan model kausalitas harus dengan menganggap adanya hubungan sebab akibat antara dua atau lebih variabel, bukan didasarkan pada metode analisis yang digunakan, tetapi haruslah berdasarkan justifikasi teoritis yang mapan. SEM bukan untuk menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. Peneliti mempunyai kebebasan untuk membangun hubungan, sepanjang didukung oleh teori yang memadai. Kesalahan yang sering timbul adalah kurang atau terabaikannya satu atau beberapa variabel prediktif kunci dalam menjelaskan sebuah model, yang dikenal dengan specification error. Meskipun demikian untuk pertimbangkan praktis, jika jumlah variabel, faktor, konsep atau konstruk yang dikembangkan terlalu banyak, akan menyulitkan interpretasi hasil analisis, khususnya tingkat signifikansi statistiknya.

b. Mengkontruksi diagram jalur untuk menunjukkan hubungan kausalitas.


(69)

endogen yang akan diuji. Selanjutnya bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan, dan persamaan menjadi estimasi. Pada langkah ini ditentukan variabel independen dan variabel dependennya. Hubungan antar konstruk dinyatakan melalui anak panah sesuai dengan arah kausalitasnya. Anak panah yang lurus menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk dengan konstruk lainnya. Anak panah lengkung dengan lancip dikedua ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Konstruk-konstruk dalam diagram path, dapat

dibedakan menjadi dua :

a. Konstruk Eksogen, dikenal sebagai variabel independen yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model. Dalam diagram konstruk eksogen digambarkan sebagai konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah.

b. Konstruk Endogen, yaitu konstruk yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk ini dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, Sedangkan konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Dengan pijakan teoritis yang ada, maka dapat ditentukan mana yang akan dianggap sebagai konstruk endogen dan mana yang eksogen.

c. Konversi diagram jalur ke dalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran.

Setelah model digambarkan dalam diagram path, kita dapat mulai mengkonversi spesifikasi model kedalam persamaan-persamaan. Persamaan itu terdiri dari :

1. Persamaan-persamaan struktural, yang menyatakan hubungan kausalitas


(70)

Jika di dalam bahasa regresi, model di atas digolongkan dalam 2 persamaan regresi berganda, jadi diuji secara simultan.

2. Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model), yaitu

spesifikasiyang akan menentukan variabel apa mengukur konstruk apa, serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel. Contoh persamaan spesifikasi model :X11 = ƒÜ1 X1 + ƒÔ1

d. Pemilihan matrik input dan teknik estimasi atas model yang dibangun.

Input data yang digunakan dalam analisis SEM adalah menggunakan matrik kovarian atau matrik korelasi. Input data inilah yang membedakan antara SEM dengan teknik analisis multivariate yang lain. Meskipun demikian, observasi individual tetap diperlukan dalam program ini. 2Data individual dapat dientry menggunakan program lain. Setelah masuk program SEM data segera dikonversi dalam bentuk matrik kovarian atau matrik korelasi. Walaupun observasi individual tidak menjadi input analisis, tetapi ukuran sampel penting dalam estimasi dan interpretasi hasil SEM.

Menurut pakar SEM sampel yang baik adalah besarnya antara 100 – 200. Jika sampel terlalu besar, akan menjadi sangat sensitif terhadap ukuran-ukuran goodness of fit. Sebagai pedoman ukuran sampel

1. Antara 100 – 200 sampel

2. Antara 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi 3. Antara 5 – 10 kali jumlah indikator.


(71)

Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang muncul antara lain :

1. Standar error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar.

2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. 3. Munculnya angka-angka aneh misalnya varians error yang negatif.

4. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat. f. Evaluasi model.

Kesesuaian model dapat dievaluasi dengan melihat berbagai kriteria kesesuaian. Secara garis besar uji kesesuaian model dapat digolongkan menjadi 4 hal yaitu : pengujian parameter hasil dugaan, uji model keseluruhan, uji model struktural, dan uji pengukuran (validitas dan reliabilitas). Angka-angka indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model diantaranya

g. Interpretasi dan modifikasi model.

Langkah terakhir adalah menginterpretasikan model dan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi harus mempunyai residual kovarian yang kecil. Batas keamanan jumlah residual adalah 5 %. Jika residual > 5 % dari semua residual kovarian yang dihasilkan oleh model, maka perlu dipertimbangkan modifikasi model, misalnya dengan menambah jalur baru terhadap model yang diestimasi. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa perubahan atau modifikasi model tersebut harus mempunyai dukungan dan justifikasi teori yang memadai.


(72)

Demikianlah SEM dengan keunggulan dan keterbatasnya, dapat dijadikan alternatif teknik analisis penelitian baik skripsi maupun penelitian sosial ekonomi lainnya sehingga dapat diperoleh hasil-hasil penelitian dengan variasi yang lebih beragam. Meskipun demikian, perlu ditegaskan bahwa SEM hanyalah sejenis teknik statistik yang merupakan alat untuk memecahkan masalah, interpretasi selanjutnya tergantung dari peneliti itu sendiri.

Untuk keseluruhan tahap dari langkah tersebut dijelaskan dalam skema bertahap dengan seluruh langkah yang terangkum diatas23. Ketujuh tahap tersebut dapat dilihat pada gambar 3.10.

23

Tahap I:

Membangun Model Berbasis Teori - Konfirmatori

- Membandingkan Model - Mengembangkan Model

Tahap 2: Menciptakan Diagram Jalur - Mendefinisi Konstruk Endogen dan Exsogen - Mengkaitkan Hubungan Diagram Jalur

Tahap 3: Konversi Diagram Jalur

- Menterjemahkan Persamaan Struktural - Menspesifikasi Model Pengukuran - Menentukan Banyaknya Indikator - Mengukur Reabilitas Konstruk

<> Ukuran Item Tunggal <> Menggunakan Skala Yang Tervalidasi

<> Analisis Dua Tahap

Tahap 4:

Memilih Matriks Input Korelasi Atau Varian-Kovarian Persoalan Dalam Penelitian


(73)

(74)

Dari Tahap 4

Tahap 5:

Penilaian Identifikasi Model - Menentukan Degree of Freedom - Diagnosis dan memperbaiki Persoalan - Indentifikasi

Tahap 6:

Evaluasi Estimasi dan Uji Kesesuaian

Identity/Correct offending Measurement Model Fit

Overall Model Fit Absolute Fit Incremental Fit Parsimonious Fit

Composte Reliability Variance Extracted Structural Model Fit Comparison of Competing

Interpretasi Model - Menguji Standardized Residuals

- Mempertimbangkan Indikasi Modifikasi - Identifikasi Potensi Perubahan Model

Tahap 7: Modifikasi Model

Jika Modifikasi teridentifikasi apakah ada teori pendukungnya ?

Model Final

Ya

Tidak

Gambar 3.10. Flowchart Tahapan... (Lanjutan) 3.2.8. Skala Guttman

Skala guttman merupakan skala komulatif, yang mengukur suatu dimensi saja dari satu variabel yang multidimensi. Skala ini sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan


(75)

merupakan skala yang digunakan untuk suatu jawaban yang jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya: yakin-tidak yakin, pernah-tidak, benar-salah, ya-tidak, setuju-tidak setuju dan lain sebagainya24

24

Jonathan Sarwono, Metode penelitian kuantitatif &kualitatif, Ed I,(Cet I;Yogyakarta:Graha Ilmu,2006).

.

Skala guttman selain dapat digunakan secara pilihan ganda, juga dapat digunakan dalam bentuk lembar pengamatan secara checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai satu (1) dan jawaban terendah bernilai nol (0) dengan proses analisis korelasi sederhana dan korelasi ganda, yaitu:

1. Untuk Korelasi Sederhana 2. Untuk Korelasi Ganda

Dimana X= Variabel Eksogenous

Y= Variabel Endogenous dan i = 1,2,3,...n

Dengan koefisien determinan yang menjelaskan persentase tingkat hubungan antar variabel adalah:

KP= r2 x 100%

Dimana KP: Nilai Koefisien Determinan r = Nilai Koefisien Korelasi

Ketentuan interpertasi tingkat hubungan yang ditunjukkan oleh nilai r2, maka tingkat hubungannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Dalam analisanya, hipotesis yang diukur adalah sebagai berikut: Ha : Variabel X berhubungan secara signifikan dengan variabel Y Ho : Variabel X tidak berhubungan secara signifikan dengan variabel Y


(76)

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,80 – 1,000

0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat Kuat Kuat

Cukup Kuat (Biasa) Rendah

Sangat Rendah

Sumber: Ridwan (2005:136) dan Bambang (2007:62)

Alasan penempatan Ho dibawah dan Ha diatas dikarenakan Ha merupakan hal yang diharapkan, sedangkan Ho merupakan hal yang akan diuji untuk menghilangkan pola kesalahan aliran data dalam pengujian.


(77)

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian, pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di perusahaan transportir PT. Burung Laut, Jl. Bantam No.3 Medan, selama bulan Juli 2009 sampai September 2009

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian, pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di perusahaan transportir PT. Burung Laut, Jl. Bantam No.3 Medan

4.3. Objek Pengamatan

Objek pengamatan adalah rute operasional kapal MT. Citra Bintang yang berada di Ambon, dan disewakan kepada pihak PT. Pertamina cabang Ambon untuk mendistribusikan premium, kerosin dan solar ke Depot tujuan BBM ada sebanyak 13 depot yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha dengan depot asal adalah daerah Ambon.

4.4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak PT. Burung Laut, yaitu pihak yang memiliki kapal tanker MT. Citra Bintang yang menyewakan kapal tanker MT.Citra Bintang


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)