Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Peserta didik sebelum dan selama belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik fisik maupun mental.Kelelahan fisik, mengantuk, bosan, atau jenuh yang menghinggapi peserta didik dapat mengurangi konsentrasi.Kelelahan mental karena terlalu banyak belajar juga dapat mengurangi daya tangkap untuk memahami materi ajar selanjutnya 46 . Dalam pembelajaran pengajar juga tidak boleh melupakan faktor fisik maupun mental siswa. Kelelahan fisik misalnya dapat membuat siswa terganggu konsentrasinya, begitu pula hal lain seperti mengantuk, bosan, dan rasa jenuh yang disebabkan kelelahan mental siswa karena terlalu banyak belajar juga dapat menjadi faktor sulitnya siswa menangkap pelajaran. Hal lain yang juga mempengaruhi mutu belajar diantaranya yaitu tampilan materi ajar. Tampilan buku atau modul yang menarik dapat menimbulkan minat belajar.Pengolahan serta penyajian isi yang menarik dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang besar. Begitu pula peran guru, pemaparan materi yang menarik serta gaya bicara guru juga bisa mendukung atau menghambat proses belajar 47 . Guru dalam menyampaikan materi ajar, harus mempersiapkan secara matang baik dari segi isi maupun penyajiannya. Karena materi yang baik saja tidak cukup, siswa akan lebih semangat belajar jika dalam penyampaiannya dibuat semenarik mungkin. Hal terkait penyampaian materi yang menarik akan mampu mengajak siswa tertarik mengikuti pembelajaran dan juga mampu menghilangkan kejenuhan siswa. Dalam pembelajaran tidak dapat terlepas dari bagaimana karakteristik peserta didiknya. Perbedaan karakteristik peserta didik juga akan menentukan bagaimana desain pembelajaran yang akan dibuat guru. Setidaknya ada tiga yang berkaitan dengan karakteristik siswa, yaitu:  Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, yakni kemampuan yang diperlukan untuk mencapai 46 Ibid,. 47 Ibid,. h.18. tujuan pembelajaran. Kemampuan ini merupakan hasil dari berbagai pengalaman masing-masing siswa 48 . Tiap siswa dalam proses pembelalajaran, memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kemampuan ini terkait dengan pengalaman siswa, baik yang terjadi dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas.  Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang, lingkungan hidup, dan status sosial sociocultural 49 . Siswa pasti memiliki latarbelakang yang berbeda-beda, misalnya lingkungan hidupnya seperti keluarga, teman sebaya, dan lingkungan di sekitar sekolah. Selain lingkungan status sosial juga mempengaruhi pembelajaran siswa, misalnya anak yang memiliki kemampuan membeli buku mungkin akan berbeda dengan anak yang memiliki ketidakmampuan secara financial untuk membeli buku, terlepas lagi pengaruh lingkungan sosial yang mendukung siswa untuk mau belajar.  Karakteristik menurut Winkel yang dikutip dalam Media Pembelajaran yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, meliputi 1 fungsi kognitif, mencakup taraf intelegensia dan daya kreativitas, bakat khusus, organisasi kognitif, taraf kemampuan berbahasa, daya fantasi, gaya belajar, teknik-teknik belajar; 50 Terkait dengan fungsi kognitif, dalam pembelajran guru harus peka terhadap masing-masing siswa. Masing-masing siswa pasti memiliki bakat, kreativitias, kemampuan dan gaya belajar yang berbeda-beda, hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa mengorganisasikan pelajaran-pelajaran yang diterimanya. Misalnya siswa yang memiliki bakat di suatu mata pelajaran tertentu pastinya akan lebih mudah menangkap dan mengaplikasikan apa yang diberikan gurunya.  Perbedaan terkait fungsi lainnya yakni, 2 fungsi konatif-dinamik mencakup karakter-hasrat-berkehendak, motivasi belajar, perhatian- 48 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, h. 187. 49 Ibid,. 50 Ibid,.h.188. konsentrasi; 3 fungsi afektif, mencakup temperamen, perasaan, sikap, dan minat; 4 fungsi sensori-motorik; 5 dan hal yang menyangkut kepribadian siswa seperti individualitas biologis, kondisi mental, vitalis psikis, dan perkembangan kepribadian 51 . Dalam pembelajaran, fungsi konatif-dinamik merujuk pada keberkehendakan, motivasi, konsentrasi dan perhatian siswa mengikuti pembelajaran. Banyak sekali yang mempengaruhi hal tersebut, misalnya kondisi kelas yang panas anak mengganggu konsentrasi belajar siswa, atau guru yang galak membuat siswa tidak termotivasi dan tidak berkehendak mengikuti pembelajaran, dalam hal ini guru harus peka, dan tidak sepenuhnya penyalahkan hasil belajar yang buruk kepada siswa. Fungsi afektif dalam pembelajaran merujuk pada sikap, minat, temperamen, dan perasaan siswa dalam pembelajaran. Siswa yang minat dan siswa yang tidak minat akan berbeda tingkat keberterimaannya terhadap suatu pembelajaran. Begitupula perasaan siswa yang sedang baik akan berbeda dengan perasaan siswa yang sedang suntuk dalam menerima pelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhi, misalnya lingkungan keluarga, teman sebaya, lingkungan sekolah, atau kondisi internal siswa sendiri. Perbedaan dalam fungsi sensori-motorik dalam pembelajaran juga sangat mempengaruhi kondusif tidaknya proses pembelajaran, anak yang mengalami keterlambatan perkembangan fungsi sensori-motoriknya tidak bisa disamakan dengan anak lain yang perkembangannya normal. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan fungsi lainnya seperti yang berkaitan dengan perbedaan individualitas biologis, kondisi mental, vitalis psikis, dan perkembangan kepribadian. 51 Ibid,. 2 Tujuan Pembelajaran Rumusan mengenai tujuan pembelajaran dikembangkan berdasarkan kompetensi atau kinerja yang harus dimiliki peserta didik saat ia selesai belajar. Tujuan pembelajaran dirinci menjadi subkompetensi yang mudah dicapai 52 . Dalam menentukan tujuan pembelajaran harus memperhatikan pencapaian siswa pada pembelajaran sebelumnya. Menetapkan tujuan pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan hasil yang sebelumnya didapatkan siswa lalu menetapkan pencapaian baru yang harus dicapai siswa, tujuannya agar pembelajaran berjalan lebih berarah dan tercapai apa yang diharapkan. 3 Metode Metode merupakan cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk menyampaikan materi ajar.Metode dapat menentukan situasi belajar sesungguhnya.Metode adalah komponen strategi pembelajaran yang sederhana 53 . Dalam memberikan sebuah pengajaran perlu adanya rencana-rencana yang dibuat mengenai bagaimana menyampaikan materi secara efektif dan efisien.Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan tipe-tipe belajar peserta didiknya, dan tingkat kemapuan peserta didik dalam menerima pelajaran.Membuat perencanaan yang tepat ditujukan agar tercipta situasi dan suasana belajar yang diharapkan. 4 Penilaian Konsep penilaian menganggap bahwa menilai hasil belajar peserta didik merupakan hal yang penting.Indikator pencapaian keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar.Sering kali penilaian diukur dengan kemampuan menjawab dengan benar sejumlah soal-soal objektif.Penilaian juga dapat dilakukan dengan format nonsoal, yaitu dengan instrumen pengamatan, wawancara, kuisioner, dan sebagainya 54 . 52 Dewi Salma Prawiradilaga, Perinsip Desain Pembelajaran, h.18. 53 Ibid,. 54 Ibid,. Pencapaian sebuah proses pembelajaran dapat dilihat dari penilaian hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil yang didapat dalam penilaian nantinya dapat menjadi tolok ukur dalam membuat perencanaan pembelajaran berikutnya.Hasil juga berfungsi untuk menetapkan tujuan pembelajaran berikutnya. b. Hakikat Bahasa dan Sastra Indonesia Sejak diikrarkan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional. Dengan ditetapkan sebagai bahasa negara, sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa resmi negara Indonesia 55 . Selain itu, dalam keputusan seminar politik bahasa Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai 1 lambang kebanggaan nasional, 2 lambang identitas nasional, 3 alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, serta 4alat penghubung antarbudaya dan antardaerah 56 . Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi yakni sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, dimana bahasa Indonesia menjadi sesuatu yang patut dibanggakan. Selain itu bahasa Indonesia adalah alat pemersatu dan penghubung masayarakat dengan latar sosial dan budaya yang berbeda. Berarti bahasa Indoensia mempersatukan perbedaan terutama keragaman bahasa daerah yang ada di Indonesia, sehingga antadaerah satu dengan yang lainnya dapat bersatu dan saling berinteraksi. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai 1 bahasa resmi kenegaraan, 2 alat pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, 3 bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan 4 bahasa 55 Dendy Sugono, Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, h.3. 56 Ibid,. resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern 57 . Sebagai bahasa negara fungsi bahasa Indonesia diantaranya adalah bahasa resmi kenegaraan, pengantar resmi lembaga pendidikan, bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional dan kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam berbahasa sebaiknya memperhatikan aspek-aspek bagaimana bahasa dikatakan sebagai bahasa yang baik dan benar.Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa.Kaidah itu meliputi aspek 1 tata bunyi fonologi, 2 tata bahasa kata dan kalimat, 3 kosakata termasuk istilah, 4 ejaan, dan 5 makna 58 . Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.Pemilihan berkaitan dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara jika lisan atau pembaca jika tulis, dan tempat pembicaraan.Selain itu bahasa yang digunakan harus logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat Indonesia 59 . Dalam berbahasa Indonesia pengguna harus juga memperhatikan bagaimana bahasa digunakan secara baik dan benar.Benar dalam segi ejaan dan tata bahasanya, dan juga yang masuk dalam kriteria baik yakni dilihat dari segi kesesuaian dengan tujuan, tempat, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Selain pemaparan mengenai bahasa Indonesia, sastra selalu disandingkan bersama dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Sapardi Djoko Damono yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis memaparkan sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium: bahasa 57 Ibid,. 58 Ibid, h. 22. 59 Ibid, h. 23. itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial 60 . George Lukas yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis menambahkan bahwa sastra merupakan cermin yang memberikan kepada kita sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih menarik 61 . Berdasarkan kedua pengertian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan begitu sastra yang ada di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang telah disepakati. Sastra menampilkan kehidupan atau kenyataan sosial yang terjadi, jika itu adalah sastra Indonesia maka tentunya mencakup kenyataan sosial yang terjadi pada masyarakat Indonesia.Sastra juga dapat dikatan sebagai cermin yang memperlihatkan sebuah realitas yang mungkin tidak pernah disadari sebelumnya. Beberapa fungsi sastra, 1 sastra sebagai mediakritik sosial. Wachid yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis, mengatakan sastra berfungsi sebagai media perlawanan terhadap slogan omong-kosong tentang sosial kemayarakatan, sebagai media kritik sosial, sastra berfungsi sebagai pembaharu, karena sastra adalah ruang dinamis yang terus bergerak 62 . 2 Budianta yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis mengatakan sastra berfungsi sebagai alat komunikasi yang khas, yaitu untuk menyatakan perasaan cinta, benci, atau marah. Sastra sebagai alat komunikasi melibatkan tiga kompunen, yaitu pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan itu sendiri, dan pembaca sebagai penerima pesan 63 . 3 Fungsi sastra dari waktu ke waktu mengalami evolusi, sesuai dengan kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya. Sastra lama seperti pantun, 60 Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi KritisJakarta: Bumi Aksara, 2010, h.12. 61 Ibid,. 62 Ibid, h. 24. 63 Ibid,. gurindam pada awalnya berfungsi sebagai bagian dari ritual, misalnya mengantarkan pengantin, atau dalam acara adat yang lain. Kini fungsi sastra lebih beragam 64 . Dari beberapa pemaparan mengenai fungsi sastra dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi beragam baik sebagai media kritik sosial, alat komunikasi yang khas, maupun sebagai media ritual dan lain sebagainya. Sastra telah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga mempelajari sastra Indonesia sama dengan mempelajari karakteristik masyarakat Indonesia sendiri. c. Kompetensi Berbahasa dan Bersastra dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia 1 Kompetensi berbahasa Kompetensi berbahasa terbagi menjadi dua golongan yakni, kompetensi berbahasa yang bersifat aktif reseptif dan yang bersifat aktif produktif.Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan menerima, proses decoding, kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain baik yang dituturkan melalui sarana bunyi dan tulisan. Yang termasuk ke dalam kompetensi aktif reseptif antara lain kompetensi menyimak dan kompetensi membaca. a Kompetensi Menyimak Kegiatan berbahasa yang berupa memahami bahasa melalui sarana sarana lisan dan mendengarkan merupakan kegiatan yang paling pertama dilakukan manusia. Bayi manusia yang belum menghasilkan bahasa, sudah akan terlihat dalam kegiatan mendengarkan dan usaha memahami bahasa orang-orang di sekitarnya 65 . Ada banyak hal terkait kegiatan dan tujuan menyimak.Kegiatan menyimak misalnya menyimak pembicaraan dalam pembelajaran di sekolah, berita di radio 64 Ibid,. 24-25. 65 Burhan Nurgiantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, h. 352-353. atau televisi, sandiwara radio, lagu-lagu, dan lainnya.Tujuan menyimak misalnya untuk menangkap pesan yang disampaikan atau sekadar menikmati saja.Pengujian menyimak di sekolah lazimnya ditekankan untuk mengukur kompetensi peserta didik memahami dan merespon pesan yang disampaikan secara lisan 66 . Menyimak merupakan kemampuan awal yang dikuasai pembelajar bahasa.Menyimak dapat dilakukan dengan berbagai media baik media audio seperti radio, maupun audio visual seperti televisi.Menyimak dalam pembelajaran bahasa bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam memahami dan merespon pesan secara lisan. b Kompetensi Membaca Kegiatan membaca merupakan aktifitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melaui sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang menyangkut huruf dan ejaan.Pada hakikatnya huruf dan tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu.Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali bahwa lambang tulisan tertentu mewakili bunyi yang mewakili makna tertentu pula 67 . Dalam dunia pendidikan sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan peserta didik dan terlebih lagi mahasiswa di dapat melalui aktivitas membaca. Keberhasilan studi seseorang akan sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuan membacanya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkatkan kemauan dan kemampuan membaca peserta didik hendaknya menaruh perhatian yang cukup terhadap usaha peningkatannya 68 . Membaca merupakan aktifitas mental memahami tulisan.Dalam dunia pendidikan pemerolehan ilmu sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca.Membaca juga menentukan keberhasilan seseorang dalam studinya. 66 Ibid, h. 353. 67 Ibid, h. 368. 68 Ibid, h. 368-369. Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif produktif merupakan kemampuan yang menuntut kegiatan encoding, kegiatan untuk menghasilkan baca: menghasilkan bahasa kepada pihak lain, baik secara lisan maupun tertulis. Kegiatan berbahasa yang produktif adalah kegiatan menyampaikan gagasan, pikiran, perasaan, pesan, atau informasi oleh pihak penutur 69 .Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif produktif ada dua macam. Kegiatan yang menuntut kemampuan berbicara dan kegiatan menuntut kemampuan menulis. c Kompetensi Berbicara Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan.Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara.Untuk dapat berbicara dalam bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan, juga diperlukan penguasaan masalah dan gagasan yang disampaikan serta memahami lawan bicara 70 . Berdasarkan penjelasan mengenai kompetensi berbicara, berbicara menuntut penguasaan dalam pelafalan, struktur bahasa, dan kekayaan kosa kata.Selain aspek kebahasaan, dalam berbicara diperlukan juga penguasaan dalam konteks pembicaraan meliputi masalah yang dibicarakan dan lawan bicara. Dalam pembelajaran bahasa kemampuan berbicara dapat dilihat misalnya dalam proses diskusi, wawancara, dan berpidato. d Kompetensi Menulis Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kompetensi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa.Kompetensi menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur diluar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan.Baik unsur bahasa maupun isi pesan harus 69 Ibid, h. 397 70 Ibid, h.399 terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut, padu, dan berisi 71 . Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang cukup sulit dikuasai bahkan oleh pengguna bahasa asli.Penguasaan keterampilan menulis menuntut penguasaan baik dari unsur kebahasaan unsur linguistik dan non kebahasaan ekstra linguistik untuk menghasilkan karangan yang runtut, padu dan berisi.Dalam pembelajaran bahasa kemampuan menulis dapat dilihat dari kegiatan menulis karangan ilmiah dan non ilmiah. 2 Kompetensi Bersastra Penggabungan pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia merupakan sarana yang penting sebagai menifestasi teks-teks kesastraan.Secara lahiriah, wujud formal yang tampak, wujud sastra adalah bahasa.Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur keindahannya menonjol.Sebagai sebuah seni, sastra tidak hanya berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan perpaduan unsur sastra yang harmonis tidak kalah pentingnya 72 . Untuk memahami teks-teks kesastraan yang merupakan salah satu cara atau langkah dalam usaha mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar, disamping penguasaan terhadap kode bahasa, diperlukan juga pengetahuan tentang kode sastra dan kode budaya. Pengetahuan saja tidak cukup, untuk mengapresiasi karya sastra harus disertai sikap sadar, kritis, dan sungguh- sungguh 73 . Ada hubungan timbalbalik antara kompetensi berbahasa dan bersastra. Jika kompetensi berbahasa peserta didik tinggi, hal itu akan menunjang capaian kompetensi bersastra, begitupun sebaliknya. Apapun yang dibelajarkan dalam 71 Ibid, h.422. 72 Ibid, h.449. 73 Ibid, h.450. konteks kesastraan, mau tidak mau harus berurusan dengan kompetensi berbahasa.Dengan demikian, terdapat korelasi antara kemampuan berbahasa dengan kemampuan bersastra 74 . Dapat disimpulkan bahwa kemampuan bersastra tidak dapat terlepas dari kemampuan berbahasa peserta didik.Hal ini dikatakan karena karya sastra unsur pembentuk fisiknya adalah bahasa, namun tidak dapat melepaskannya dari unsur- unsur nonkebahasaan seperti nilai budaya dan lainnya.Dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kompetensi berbahasa dan bersastra.

4. Minat dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Merujuk pada apa yang dikatakan sebelumnya mengenai tujuan belajar berdasarkan taksonomi Bloom yakni tujuan belajar mencakup tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pembelajaran ini akan mengaitkan tujuan dalam ketiga ranah tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Ranah kognitif membawa peserta didik ke dalam proses berpikir seperti mengingat, memahami, menganalisis, menghubungkan, mengonseptualisasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia walau menekankan kemampuan peserta didik untuk dapat berbahasa dan bersastra, pada hakikatnya tetap saja sarat dengan tampilan kognitif 75 . Kegiatan praktik berbahasa aktif produktif berbicara dan menulis juga diprasasati oleh kemampuan berpikir, baik berpikir memilih bahasa yang tepat unsur bentuk, sarana komunikasi maupun sesuatu yang akan dituturkan unsur isi pembicaraan. Proses memilih bahasa dan bahasa penuturan adalah proses berpikir, proses kognitif 76 . 74 Ibid, h.451. 75 Burhan Nurgiantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2010 h. 57. 76 Ibid, h. 58. Kemampuan kognitif dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilihat dari kemampuannya memilih dan mengorganisasikan unsur-unsur bahasa dan isi pembicaraan.Misalnya dalam belajar sastra kemampuan kognitif dapat dinilai dari pemilihan kata-kata dalam karya sastra yang dibuat peserta didik. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, nada, emosi, motivasi, kecenderungan bertingkah laku, tingkat penerimaan dan penolakan terhadap sesuatu.Seperti halnya ranah kognitif, ranah afektif juga terdiri dari bagian-bagian, yaitu penerimaan, penanggapan, valuing, pengorrganisasian, dan karakterisasi nilai-nilai 77 . Keluaran belajar afektif antara lain menyangkut perubahan sikap, pandangan, dan perilaku, misalnya bagaimana sikap peserta didik terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Ia misalnya berupa sikap bangga, mencintainya dengan mempergunakanya secara baik dan benar sesuai konteks, lebih suka berbicara dalam bahasa itu dari pada bahasa lain, senang membaca buku-buku yang terkait dengan bahasa dan sastra Indonesia dan lain-lain 78 . Ranah afektif dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terkait seajuh mana penerimaan siswa terhadap materi yang diajarkan.Penerimaan ini dapat ditunjukkan melalui perilakunya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, misalnya sejauh mana siswa benar-benar ingin menguasai bahasa dan sastra Indonesia. Ranah psikomotor berkaitan dengan kompetensi berunjuk kerja yang melibatkan gerakan-gerakan otot psikomotor. Misalnya selama pembelajaran bahasa peserta didik dapat melakukan aktifitas tulis-menulis, mengucapkan lafal bahasa, terampil menyiapkan peralatan laboratorium bahasa dan sebagainya 79 . 77 Ibid,. 78 Ibid,. 79 Ibid,h. 59. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kemampuan psikomotor dapat menunjukkan sejauh mana pembelajaran dapat benar-benar dipahami dengan ditunjukkan pada aplikasinya dalan berbahasa dan bersastra.Misalnya aplikasi dalam bentuk keterampilan tulis-menulis, berpidato, berpuisi, drama dan lain sebagainya. Dari ketiga ranah yang menjadi cakupan dalam tujuan belajar, minat dapat dikatakan masuk ke dalam ranah afektif.Ranah afektif dikatakan merujuk pada rasa terikat, penerimaan dan penolakan seseorang terhadap sesuatu, dan kecenderungan siswa terhadap pembelajaran tertentu.Begitu pula minat, seperti yang dikatakan beberapa ahli pada pembahasan sebelumnya merujuk pada rasa terikat, penerimaan, dorongan dan lainnya. Terkait dengan minat, Schiefele dan Wigfield yang dikutip dalam Educational Psychology mengemukakan telah dilakukan pembedaan antara minat individual, yang dianggap sebagai relatif stabil dan minat situasional, yang diyakini dibangkitkan oleh aspek spesifik dari sebuah aktivitas tugas 80 . Riset pada minat terutama telah berfokus pada hubungan antara minat dengan pembelajaran.Minat dihubungkan terutama tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respon terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang hanya pada permukaan, seperti respon terhadap pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata- demi-kata atas teks. 81 Apa yang dikatakan Schifele dan Wigfield sebelumnya, memusatkan pada minat individual seseorang yang dianggap relative lebih stabil terutama pada minat situasional yang dibangkitkan oleh aspek spesifik dari sebuah aktifitas tugas. Pendapat ini juga merujuk pada bentuk pembelajaran mendalam yang berdampak pada ingatan siswa pada pembelajaran tersebut. 80 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Salemba Humanika, 2009, h.206. 81 Ibid,. h.206.