Pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MTS al-Mursyiyyah Pamulang

(1)

of Tarbiya and Teacher Training. Effect of Emotional Intelligence on Student Results on the Social Science Subject in MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang. This study aims to d concluded whether there is a significant relationship between emotional intelligence on learning outcomes of students in social studies subjects in MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang. Respondents in this study as many as 66 students. Emotional intelligence is the ability to manage and control emotions through self-awareness, self-control, motivation, empathy and social skills. Whereas the study results of IPS is the result of learning about the test scores in social studies subjects. The method used in this research is survey method with cuantitatief techniques. Students' emotional intelligence data obtained through a questionnaire consisting of 35 items. The research result shows rxy Product Moment at 0.314%, and then Ho is accepted. It can be concluded that there was a significant relationship or influence between emotional intelligence and social studies students’ learning outcomes. The coefficient of determination of 9.859% indicated that students' emotional intelligence is very little in influencing students’ learning outcomes of IPS. This means that 75.60 students’ learning outcomes of IPS affected by other factors such as the ability intellectual, interests, and talents of students.


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah persoalan pendidikan pada dasarnya adalah menggagas persoalan kebudayaan dan peradaban. Secara spesifik gagasan pendidikan akan menambah ke wilayah pembentukan peradaban masa depan, suatu upaya merekontruksi pengalaman-pengalaman peradaban umat manusia secara berkelanjutan guna memenuhi tugas kehidupan, generasi demi generasi.

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan tempat pengembangan ilmu pengetahuan, kecakapan, keterampilan, nilai dan sikap yang berikan secara perkembangan potensi dan kemampuan agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.

Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.1 Pendidikan sesuatu hal yang dinamis, selalu bergerak maju mengikuti perkembangan

       1

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), Cet.2. h. 22. 


(3)

masyarakat dan kebudayaan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan perlu perhatian baik dalam usaha peningkatannya maupun pengembangannya yang sesuai dengan tuntutan jaman.

Pendidikan itu sendiri bertujuan:

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.2

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar memiliki posisi yang sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif, sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.

Salah satu hasil belajar dari proses belajar tersebut tercermin dalam potensi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang optimal, dibutuhkan proses belajar yang efektif dan efisien. Proses belajar yang menjadi para individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya.

Menurut James O, Whittaker, “belajar merupakan proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”.3 Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quetient (IQ) yang tinggi, karena integensi merupakan bekal potensi yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan tercipta hasil belajar yang optimal.

       2

Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV, Mini Jaya Abadi, 2003), h. 5-6. 

3

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet 5, h. 104. 


(4)

Proses belajar merupakan bagian dari pendidikan yang dalam pelaksanaan tidak hanya menyangkut persoalan teknis bagaimana belajar yang efektif menurut kaidah-kaidah teknik pengajaran atau pendidikan, tetapi juga melibatkan masalah psikologis. Terutama hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan mental pengajar dan pengembangan kejiwaan peserta didik. Oleh karena itu, keterkaitan antara proses pendidikan dan perkembangan kejiwaan memiliki hubungan yang sangat erat.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembentukan sumber daya manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi masing-masing. Pendidikan yang berlangsung di sekolah menekankan pada proses pembelajaran yang dikenal juga dalam proses kegiatan belajar mengajar atau kegiatan instruksional.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik dalam pembelajaran merupakan modal utama untuk menyampaikan bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Bahan pelajaran dalam proses pembelajaran merupakan perangsang tindakan pendidik atau guru, juga hanya merupakan tindakan memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian belajar.

Proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan di sekolah, dari proses pembelajaran tersebut, siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari interaksi tindak belajar yaitu mengalami proses untuk meningkatkan kemampuan mentalnya dan tidak mengajar yaitu membelajarkan siswa. Guru sebagi pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang belaku, dalam tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori pendidikan.

Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan masa depan bangsa. Manusia sebagai subyek pembangunan perlu dididik, dibina serta dikembangkan potensi-potensinya dengan tujuan terciptanya subyek-subyek pembangunan yang berkualitas. Hal itu dapat terwujud dengan pendidikan. Untuk


(5)

mewujudkan tujuan tersebut, maka pendidikan formal di Indonesia dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Universitas atau Perguruan Tinggi. Tingkatan ini dibuat agar pendidikan berkelanjutan dan kesinabungan.

SMP adalah salah satu sekolah yang termasuk dalam pendidikan tingkat menengah. Pada kurikulum SMP ini diberikan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dalam pengertian Abu Ahmadi Ilmu Pengetahuan Sosial adalah “ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan disesuaikan bagi pengguna program pendidikan di sekolah atau bagi kelompok belajar lainnya, yang sederajat”4.

Dengan demikian jelas bahwa pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah diatur oleh Undang-undang. Bahkan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial ini meliputi antara lain: geografi, sejarah, ekonomi, dan sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengeatahuan Sosial, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta menjadi warga yang cinta damai. Selain itu, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Oleh karena itu dengan mata pelajaran IPS ini, khususnya MTs Al-Mursyidiyyah diharapkan dapat memahami kondisi sosial masyarakat yang ada disekitarnya.

Tercapainya tujuan tersebut sangat tergantung kepada guru dan siswa itu sendiri. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu para pendidik untuk terus megikuti perkembangan tersebut, lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik. Untuk itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah fisiologi dan psikologi termasuk di dalamnya adalah

       4


(6)

kecerdasan emosional. Sedangkan faktor eksternal antara lain adalah lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kecerdasan emosional merupakan individu untuk mengatur emosinya dalam menghadapi situasi emosional dan mampu memberikan reaksi yang sesuai kepada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional perlu ditumbuh kembangkan pada siswa, agar siswa dapat mengelola kondisi emosionalnya menjadi lebih terkendali dan terarah. Jika siswa tidak dapat mengendalikan emosinya, mereka cenderung melampiaskan emosinya ke arah yang negatif seperti, amarah, dan tindakan destruktif.

Kecerdasan emosional mengajarkan siswa untuk dapat bersikap empatik dan simpatik kepada sesama siswa, guru, orang tua bahkan masyarakat luas. Jika siswa mampu menumbuh kembangkan kecerdasan emosional yang tinggi, maka bukan saja hasil belajar yang baik tetapi juga guru akan memberikan apresiasi yang tinggi.

Dalam proses belajar siswa, IQ dan EQ sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidik di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligensi

siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kecerdasan emosional dan ingin mengetahui korelasinya dengan hasil belajar siswa, maka penulis mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu:


(7)

1. Masih banyak guru yang mementingkan aspek kecerdasan intelektual. 2. Masih banyak pembelajaran yang bersifat konvensional.

3. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS kurang maksimal. 4. Masih banyak guru yang kurang memahami karakter siswa. 5. Kurang baiknya kondisi dikelas.

6. Belum diketahuinya besarnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibatasi masalah yang ingin diteliti, guna untuk lebih fokus pada inti permasalahan dan tidak melebarkan permasalahan. Adapun pembatasan masalahnya adalah: “Hasil belajar siswa kurang maksimal pada mata pelajaran IPS di MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang”.

D. Perumusan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar IPS pada siswa kelas VIII di MTs Al- Mursyidiyyah Pamulang?”.

E. Tujuan dan Manfaat

Kegiatan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang.

2. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan tentang latar belakang kecerdasan emosional dengan hasil belajar.

b. Dapat menjadi dasar bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam tentang permasalahan yang terkait.


(8)

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadi data dan informasi bagi kecerdasan emosional dalam rangka memahami hasil belajar sehingga kecerdasan emosional dapat mengambil sikap lebih tepat dalam mengarahkan dan mendidik anak sehingga tercapai kemandirian.

b. Menumbuhkan wawasan bagi anak untuk lebih obyektif dalam menentukan pekerjaan setelah lulus sekolah.

c. Bagi lembaga pendidikan kejuruan penelitian ini diharapkan memberi informasi yang bermanfaat untuk mengambil kebijakan dalam peningkatan hasil belajar siswa.

   


(9)

BAB II

DESKRPSI TEORISTIK, KERANGKA PIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Hakikat Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Emosi

Berkaitan dengan hakikat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James &

Lange yang menjelaskan bahwa Emotion is the perception of bodily changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respon) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap situasi.1

Cow dan Crow dalam Hartati menyebutkan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.2 Emosi pada definisi ini berperan dalam pengambilan keputusan yang menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu.

Sarlito Wirawan Sartono dalam Syamsu berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif pada

       1

Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara 2006, Cet. 1, h. 62. 

2

Netty Hartati, M.Si. Dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 90. 


(10)

tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas (mendalam).3 Dari beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan respon atas rangsangan yang diberikan baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang menetukan kehidupannya.

Akyas Azhari dalam bukunya psikologi umum dan perkembangan menjelaskan bahwa “emosi atau perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubunganya dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif”.4

Menurut Akyas Azhari, gejala emosi seseorang tergantung pada:

1. Keadaan jasmani, misalnya badan kita sedang ada dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada dalam keadaan sehat dan bugar.

2. Pembawaan, ada orang yang memiliki pembawaan yang halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya.

3. Perasaan seseorang dapat berkembang dengan keadaan yang dapat mempengaruhinya dan dapat memberikan corak dalam perkembangannya. Misalnya: keadaan keluarga, suasana rumah tangga, lingkungan sosial, pendidikan jasmani, pergaulan sehari-hari dan sebagainya.5

Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut: “Pertama, lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainya, seperti pengamatan dan berpikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan Ketiga, banyak bersangkutan paut dengan peristiwa pengenalan panca indera”.6

Terdapat dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu terdapat navistik dan pendapat empiristik. Pendapat navistik beranggapan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, sementara pendapat empiristik beranggapan bahwa emosi di bentuk oleh pengalaman dan proses belajar.7

Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama. Namun Sabri dalam bukunya mengungkapkan bahwa antara perasaan dan

       3

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya, 2000), Cet. 1, h. 115. 

4

Akyas Azhari, Psokologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT: Mizan Publika, 2004), Cet 1, h. 149. 

5

Akyas Azhari, Psokologi Umum dan Perkembangan…..., 149.  6

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan…….., h. 116.  7

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2004), h. 166. 


(11)

emosi adalah berbeda, Pada perasaan terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik positif maupun negatif), sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan lain sebagainya).8

2. Teori-Teori Emosi

Canon Bard merumuskan teori tentang pengaruh fisiologis terhadap emosi. Teori ini menyatakan bahwa situasi menimbulkan rangkaian pada proses syaraf. Suatu situasi yang saling mempengaruhi antara thamulus (pusat penghubung antara bagian bawah otak dengan susunan urat syaraf di satu pihak dan alat keseimbangan atau cerebellum dengan Creblar Cortex (bagian otak yang terletak didekat permukaan sebelah dalam dari tulang tengkorak, suatu bagian yang berhubungan dengan proses kerjanya pada jiwa taraf tinggi, seperti berpikir).

Menurut teori James dan Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya, menangis itu karena sedih, terawa itu karena gembira, lari itu karena takut, dan berkelahi itu karena marah.

Lindsley mengemukakan teorinya yang disebut “Activition Theory” (teori penggerak). Menurut teori ini emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syarat terutama otak. Contohnya, apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

John B. Waston mengemukakan bahwa ada tiga pola dasar emosi, yaitu takut, marah, dan cinta. Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons tertentu pada stimulus tertentu pula, tetapi kemungkinan terjadi pula modifikasi (perubahan).9

Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama-nama William James

(1842-1910), (Amerika Serikat), dan Carl Lange (Denmak). Menurut pendapat atau teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan

       8

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet. 1, h. 74. 

9


(12)

yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar.10

3. Menggolongkan Emosi

Membedakan satu emosi lainnya dan menggolongkan emosi-emosi yang sejenis ke dalam suatu golongan atau satu tipe sangat sukar dilakukan karena hal-hal berikut ini:

a. Emosi yang sangat mendalam misalnya, sangat marah atau sangat takut menyebabkan aktivitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif.

b. Penghayatan, satu orang yang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya, kalau marah seorang akan gemetar di tempat, tetapi lain kali ia memaki-maki, atau mungkin lari.

c. Nama emosi, mana yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan oleh sifat rangsangannya.

d. Pengenalan emosi, pengenalan emosi secara subjektif dan introspektif sukar dilakukan, karena selalu saja ada pengaruh dari lingkungan.11 4. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir, dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.

Kemampuan kecerdasan dalam fungsinya yang disebut terakhir bukanlah kemampuan genetis yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan kemampuan hasil pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh individu.

Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau keterangan. Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh: kecerdasan seseorang dapat

       10

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar……., h. 167.  11

Netty Hartati, M.Si. Dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 1, h. 99. 


(13)

dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak.12 Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya adalah:

Amstrong berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar dari perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.

Dari beberapa pengertian kecerdasan yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan solusi terbaik dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya sesuai dengan kondisi ideal suatu kebenaran.

Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: kecerdasan linguistic yaitu kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Kecerdasan logis-matematis yaitu kemampuan berfikir (menalar) dan menghitung, berfikir logis dan sistematis. Kecerdasan visual-spasial yaitu kemapuan berfikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Kecerdasan musikal yaitu kemampuan mengubah atau mencipta musik, dapat bernyanyi dengan baik atau memahami dan mengapresiasi musik serta ritme. Kecerdasan kinestetik-tubuh yaitu kemampuan menggunakan tubuh secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan barang serta dapat mengemukakan gagasan dan emosi. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain dan berempeti. Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan menganalisis diri sendiri, membuat rencana dan menyusun tujuan yang akan dicapai.

5. Hakikat Kecerdasan Emosional

Setelah mengetahui apa itu kecerdasan (intelensi) dan apa itu emosi, selanjutnya akan dibahas tentang Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan seperti kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi;

       12


(14)

mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan di Amerika pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan Jhon Mayer

dari university of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. “kualitas-kualitas ini antara lain adalah empeti, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antara pribadi, ketekunan, kesetikawanan, keramahan, dan sikap hormat.”13 Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.

Goleman (1997) mengemukakan bahwa ada lima indikator untuk meningkatkan kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

1. Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk menyadari emosi yang sedang dialaminya; dapat mengenal emosi itu, memahami kualitas, intensitas dan durasi emosi yang sedang berlangsung serta tahu penyebab terjadinya.

2. Pengendalian diri adalah kemampuan mengendalikan emosi diri, mengolah emosi agar dapat terungkap dengan tepat.

3. Motivasi diri yaitu kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha menemukan berbagai cara untuk mencapai tujuan.

4. Empati adalah kemampuan membaca emosi orang lain, kemampuan merasakan perasaan orang lain.

5. Keterampilan sosial yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, membaca reaksi perasaan orang lain, memimpin, mengorganisasi dan menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.14

6. Pengukuran Kecerdasan Emosional

       13

Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), Cet. 4, h. 5. 

14

Netty Hartati, Mengembangkan Kecerdasan Emosi, (Cirendeu- Ciputat: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tazkiya of Psychological Journal, 2006, Vol. 6, No. 1, h. 62-63. 


(15)

Kecerdasan emosional mulai di kenal abad ke-19. Namun hingga saat ini belum terdapat tes standar untuk mengukur kecerdasan emosional.

Namun setidaknya ada dua cara yang ditemukan dan dikemukakan oleh Dr. Reuven Baron yang dapat dilakukan untuk menghitung kecerdasan emosional, yaitu:

a. EQ-I (Emotional Quotient Inventory) adalah ujian yang dilakukan sendiri oleh peserta ujian. Caranya, peserta menjawab sendiri oleh peserta ujian.

b. ECI (Inventory Emotional Competence) adalah ujian 360º, dimana seorang di minta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar orang yang hendak dihitung EQ-nya yang telah dikenal.15

B. Pembelajaran IPS

1. Pengertian Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah, mulai dari jenjang pendididkan dasar sampai kependidikan menengah. Bahkan pada sebagian penggunaan tinggi ada juga dikembangkan IPS sebagai salah satu mata kuliah, yang sasaran utamanya adalah pengembangan aspek teoritis, seperti yang menjadi penekan pada sosial sciences.16

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) Merupakan mata pelajaran yang membahas (mengkaji) kehidupan sosial yang didasarkan pada komponen-komponen mata pelajaran IPS, yang sekitarnya tak asing bagi kita semua untuk mengetahui atau memahaminya.

Menurut Syafrudin Nurdin yang mengutip terjemahan Nu’man Sumantri (200:44) mengartikan pendidikan IPS yang diajarkan sekolah sebagai: (1) Pendidikan Islam yang menekankan pada tumbuhannya nilai-nilai kewarganegaraan, moral ideologi Negara dan agama; (2) Pendidikan IPS yang menekakan pada isi dan metode berfikir keilmuan sosial; (3) Pendidiakn IPS yang menekankan pada reflective inquiry; (4) Pendidikan IPS yang mengambil kebaikan-kebaikan dari butir, 2 dan 3 di atas.17

       15

Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak refrensi Penting Bagi Para Pendidik dan Orang Tua, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 33- 36. 

16

Syaruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang memperhatikan Individu Siswa dalam kurikulum berbasisKompetensi, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) Cet. 1, h. 22. 

17

Syaruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang memperhatikan Individu Siswa dalam kurikulum berbasis Kompetensi, …….Cet. 1 h. 23. 


(16)

Dari pengertian di atas, bahasan tentang PIPS ini lebih ditekankan pada dunia persekolahan terutama pada sekolah Menengah Atas (SMA), yang biasa dikenal dengan pelajaran IPS.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa IPS sebagai program pendidikan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan harus pula membina peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga Negara yang memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama dalam arti yang seluas-luasnya. Apalagi dalam penyajiannya, pelajaran IPS diberikan berdasarkan tingkat (jenjang) sekolah, jumlah bidang keilmuan yang dilibatkan di dalam IPS berbeda-beda.

Di tingkat sekolah dasar terdiri dari geografi, sejarah, di tingkat sekolah lanjutan terdiri dari geografi, sejarah, ekonomi, dan antropologi, di tingkat menengah atas dasar terdiri dari geografi, sosiologi, ekonomi/akuntansi, tata Negara dan pendidikan kewarganegaraan, sedangkan di perguruan tinggi hampir seluruh bidang keilmuan sosial dilibatkan pada kerangka IPS.

Oleh karena itu peserta didik yang dibinanya tidak hanya cukup berpengetahuan dan kemampuan berfikir yang tinggi, melainkan harus pula memiliki kesadaran yang tinggi serta tanggung jawab yang kuat terhadap kesejahteraan bangsa dan Negara.

Kegiatan pembelajaran IPS dapat berjalan dengan baik dan benar, maka guru IPS diharapkan dapat memahami serta menggunakan metode pembelajaran IPS, sebagaimana pembahasan di bawah ini

2. Metode Pembelajaran IPS

Pada hakikatnya pembelajaran IPS tidaklah memiliki perbedaaan yang begitu berarti dengan metode pembelajaran yang dipergunakan oleh mata pelajaran lainnya, hal itu dapat dipahami dari ungkapan Abdul AZIZ Wahab dalam bukunya yang berjudul Metode dan Model-model Mengajar IPS, metode yang digunakan yaitu “metode ceramah, metode inkuiri, metode diskusi, metode


(17)

tanya jawab, dan metode simulasi”.18 Penggunaan metode-metode tersebut pada mata pelajaran IPS, karena pelajaran yang dikembangkan lebih banyak berorientasi pada upaya penciptaan kesadaran akan pentingnya hidup berdampingan yang saling menghargai, menghormati selaku sesama mahluk sosial.

Dari penjelasan tentang metode dan diringi dengan prinsip pembelajaran IPS di atas, dapat dipahami bahwa dalam melakukan suatu kewajiban dan tanggung jawab harus benar-benar diawali dari kemampuan atau pun kecakapan yang dimiliki oleh seorang ahlinya (ahli di bidangnya), terutama dalam penggunaan metode pembelajaran ini.

Dengan penggunaan metode yang baik oleh guru dalam penyampaian materi pembelajaran IPS kepada peserta didik dengan baik, sedikit-banyaknya akan mempermudah dalam pencapaian tujuan pengajaran IPS, sesuai penjelasan di bawah ini.

3. Media Pembelajaran IPS

Istilah medis berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti perantara/pengantar. Istilah media ini sangat popular dalam bidang komunikasi, proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran. Media merupakan alat yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemajuan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar.

Media pembelajaran IPS sebagai salah satu komponen pembelajaran, tidak luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Namun pada kenyataanya, media pembelajaran IPS masih sering terabaikan dengan berbagai macam masalah, diantaranya terbatasnya waktu untuk membuat persiapan, sulit mencari media yang tepat, tidak ada dananya dan yang lainnya.

       18

Abdul Aziz Wahab, Metode dan model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial IPS, (Bandung: Alfabeta, 2007), Cet. 1, h. 30. 


(18)

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Akan tetapi secara lebih khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci kemp dan Dayton mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran sebagai berikut:

a. Menyampaikan materi pelajaran dapat diseragamkan. b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.

d. Efisiensi waktu dan tenaga.

e. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

f. Media dapat memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.

g. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.

h. Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif.19

Media pembelajaran banyak sekali jenis macamnya, mulai yang paling sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat diubah oleh guru sendiri, dan nada media yang diproduksi pabrik. Meskipun media banyak ragamnya, namun kenyataanya tidak banyak jenis media yang biasanya digunakan oleh guru di sekolah. Beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku) dan papan tulis.

Penulis menyimpulkan bahwasannya ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai kependidikan menengah, bahkan pada sebagian perguruan tinggi ada juga dikembangkan IPS sebagai salah satu mata kuliah yang sasaran utamanya adalah pengembangan aspek teoritis.

4. Karateristik Pembelajaran IPS

Dari pengertian di atas kita dapat menemukan karateristik pembelajaran IPS yang membedakan dengan pembelajaran ilmu-ilmu sosial lainnya (geografi,

       19

Etin Solihin dan Rahajo, Cooperative learning analisis model pembelajaran IPS, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 23-25. 


(19)

sejarah, ekonomi, hukum, dll). Mari kita kaji bersama ciri dan sifat utama dari pembelajaran IPS sebagaimana dikemukakan A. Kosasih Djahiri (1979: 4).

1. IPS berusaha mepertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari segi ilmu).

2. Penelaahan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komprehensif (meluas/dari berbagai ilmu sosial dan lainnya, sehingga berbagai konsep ilmu secara terintegrasi terpadu) digunakan untuk menelaah satu masalah/topik.

3. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiri agar siswa mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan analitis. 4. Program pembelajaran di susun dengan meningkatkan atau

menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan di masa depan baik dari lingkungan fisik atau alam maupun budayanya.

5. IPS diharapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil (mudah berubah), sehingga titik pada beratnya pembelajaran adalah terjadi proses internalisasi secara mantap dan aktif pada siswa agar siswa memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakatnya. 6. IPS mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan hubungan antara

manusia yang bersifat manusiawi.

7. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan pengetahuan senjata, juga nilai dan keterampilan.

8. Berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.

9. Dalam pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri.20

5. Tujuan Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

IPS bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai sosial budaya.21

Tujuan utama Ilmu pengetahuan sosial ialah untuk mengembangkan potensi didik agar peka terhadap masalah sosial terjadi di masyarakat, memiliki

       20

Sapriya Dkk, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet. 1, h. 7-8. 

21


(20)

sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakat.

Menurut Sapriya dalam bukunya yang berjudul “Pembelajaran dan Hasil Evaluasi Belajar IPS” mengemukakan bahwa terdapat 5 tujuan pokok pembelajaran IPS:

1. Membina siswa agar mampu mengembangkan pengertian / pengetahuan berdasarkan data, generalisasi serta konsep ilmu tertentu maupun yang bersifat interdisipliner/komprehensif dari berbagai cabang ilmu sosial.

2. Membina siswa agar mampu mengembangkan dan memprektekkan keanekaragaman keterampilan studi, kerja dan intelektualnya secara pantas dan tepat sebagainya diharapkan ilmu-ilmu sosial. 3. Membina dan mendorong siswa untuk memahami dan menghargai

dan menghayati adanya keanekaragaman dan kesamaan kultural maupun individual.

4. Membina siswa kearah turut memperngaruhi nilai-nilai kemasyarakatan serta juga dapat mengembangkan-menyempurnakan nilai-nilai yang ada pada dirinya

5. Membina siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan baik sebagai individu maupun sebagai warga Negara.22

Menurut Etin Solihatin dan Raharjo tujuan dari pendidikan IPS adalah “untuk bekal mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi”.23

Tujuan yang dikemukan oleh Etin tersebut di atas, mengharapkan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan dan sikap yang rasional dalam menanggapi kenyataan atau permasalahan serta perubahan yang tak menentu seperti yang terjadi dalam perkembangan masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia baik yang terjadi pada masa lampau, masa kini atau pun masa yang akan datang.

       22

Sapriya Dkk, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS,……..Cet. 1, h. 13.  23


(21)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS adalah suatu mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian sejarah, geografi, sosiologi, antropologi dan tatanegara.

C. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar Siswa 1. Pengertian Hakikat Belajar

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat”.24

Artinya bahwa proses perubahan setelah belajar dalam diri seseorang tidak disaksikan, melainkan dapat dilihat dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang Nampak dari yang belajar.

Menurut Gronbach, “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.25

Maksudnya adalah belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami. Dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca inderanya.

Dalam buku Education Psychology, Witherington menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu perhatian”.26

Artinya, ketika seseorang melakukan proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.

       24

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. 3, h. 90. 

25

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 11, h. 231. 

26

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Karya CV, 1985), Cet. 2, h. 81. 


(22)

“Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggarakan jenis dan jenjang pendidikan”.27

Oleh sebab itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru.

Menurut James O. Wittaker, “Belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengelaman”.28

“Belajar atau yang disebut dengan learning adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-penglaman”.29

Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kerusakan fisik, baik karena perubahan obat-obat berbahaya maupun karena kecelakaan atau penyakit tertentu.

“Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.30

“Belajar adalah serangkai kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor”.31

Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.”32

       27

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 1995), Cet. 1, h. 87. 

28

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. 5, h. 104. 

29

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan (Jakarta: Kizi Brother’s 2006), Cet Ke-1, h. 76. 

30

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, ( Jakarta: pt rineka cipta,1999), Cet.1, h 28. 

31

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,…….., Cet. 1, h. 13.  32

Pupuh Fathurrohman & Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam,…… Cet. 1, h. 6. 


(23)

Maksudnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam individu merupakan perubahan dalam arti belajar. Seperti aspek-aspek kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hanya melalui proses belajar seorang individu akan mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Pengertian Hakikat Hasil Belajar

Mulyono Abdurrahman berpendapat bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”33

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dalam buku landasan psikologi proses pendidikan hasil belajar (achievement) merupakan realisasi/pemekaran dari kecakapan-kecakapan pontensial/kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari pelakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motoric. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan/perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Disekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf a,b,c,d pada pendidikan tinggi.34

Dalam kegitan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut dengan kegiatan pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Jadi, anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

       33

Mulyono Abdurrahman, pendidikan………h.37.  34

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Ros Dakarya, 2007), Cet.4, h. 102-103. 


(24)

Keberhasilan seseorang guru dari proses belajar mengajar adalah ketika siswanya mengerti dan memahami atas apa yang disampaikannya. hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam hasil belajar.

Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, dituntut kemampuan para pendidik untuk membimbing siswanya dalam proses belajar. Seorang guru harus selalu siap dengan berbagai kondisi dalam mengahadapi siswa dan lingkungannya, juga harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk dapat menjalankan kewajibannya sebagai guru teladan, agar tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.

Oleh karena itu, kegiatan belajar akan lebih terarah dan sistematis jika disertai dengan proses pembelajaran. Belajar dengan proses pembelajaran akan lebih efektif, karena ada guru, bahan ajar, metode, serta ada lingkungan yang kondusif yang sengaja diciptakan.

Di dalam sistem pendidikan nasional mengenai rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom secara garis besar mengacu kepada tiga arah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.35

“Menurut A.j. Romiszowski, hasil belajar merupakan keluaran (outputs)

dari suatu sistem pemprosesan masukan (inputs). Masukan dari sistem tersebut berupa macam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kenerja ( performance)”.36

Romiszowski menyatakan perbuatan merupakan petunjuk dari proses belajar yang telah terjadi. Hasil belajarnya dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Romiszowski menyatakan pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu: 1) Pengetahuan tentang fakta.

2) Pengetahuan tentang prosedur. 3) Pengetahuan tentang konsep dan, 4) Pengetahuan tentang prinsip.

Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, di antaranya: 1) Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif. 2) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik.

       35

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan….,h.38.  36


(25)

3) Keterampilan beraksi atau bersikap dan, 4) Keterampilan berinteraksi.37

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang optimal cenderung mewujudkan hasil yang berarti sebagai berikut:

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar instrinsik pada diri siswa.

2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya.

4. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif).

5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya, terutama dalam menilai hasil yang dicapaikannya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.38

Dengan demikian, hasil belajar merupakan kualitas kemampuan yang dihasilkan melalui proses aktivitas aktif dalam membangun pemahaman informasi dalam bentuk kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar dalam diri seseorang terlihat melalui kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, belajar membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan dalam bentuk kecepatan, kebebasan, sikap, pengertian dan minat.

Suatu proses belajar akan menghasilkan hasil belajar, terlihat dari apa yang akan dilakukan oleh siswa sebelumnya. Hasil belajar dapat terjadi pada individu yang belajar. Perubahan akibat belajar itu akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak menghilangkan lagi. Kemampuan yang telah diperoleh menjadi miliki pribadi yang tidak akan terhapus begitu saja lain keadaan bila orang melupakan sesuatu, orang itu mendapat kesan bahwa hal yang dipelajarinya telah menghilang. Jadi seolah-olah hasil belajar tidak berbekas. Namun kesan itu tidak seluruhnya benar, karena ada dalam ingatannya sisa-sisa dari apa yang dipelajarinya dahulu.

Jadi hasil belajar yaitu hasil yang telah dicapai secara optimal selama berlangsungnya belajar.

       37

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan….,h.38.  38

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), Cet. 1, h. 56-57. 


(26)

Pengambilan keputusan tentang hasil belajar merupakan suatu keharusan bagi seseorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya anak didik dalam proses belajar mengajar. Ketidakberhasilan proses belajar mengajar disebabkan antara lain oleh:

1. Kemampuan anak didik yang rendah.

2. Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak.

3. Jumlah bahan pelajaran teelalu banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu yang diberikan.

4. Komponen proses belajar mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan.

Disamping itu, pengambilan keputusan juga diperlukan untuk mengalami anak didik dan mengatahui sejauhmana diberikan bantuan terhadap kekurangan-kekurangan anak didik.

Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang diadakan. Evaluasi adalah penilaian hasil belajar merupakan usaha guru untuk mendapatkan informasi tentang siswa, baik penguasaan konsep, sikap, kemampuan maupun keterampilan. Hal ini dapat digunakan sebagai balikan sangat diperlukan dalam menentukan starategi belajar siswa.

Evaluasi hasil belajar juga bermaksud memperbaiki dan mengembangkan program pengajaraan. Seseorang dikatakan berhasil apabila ia melakukan sesuatu, dan ia mendapatkan secara puas. Siswa dikatakan berhasil apabila ia memperoleh prestasi yang bagus disekolahnya, tentu prestasi tersebut diproleh dengan belajar.

Sebagian orang beranggapan bahwa, belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Ada pula sebagian yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Education Psycology The Teaching Leaning Proses, berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.39

Hintzman dalam buku The Psycology of Learning and Memory

berpendapat bahwa, “Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri

       39


(27)

organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut”.40

Sedangkan menurut Zikri Neni Iska mendefinisikan “belajar atau disebut juga dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada prilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.41

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Dari beberapa ahli pendidikan atau pengamatan pendidikan banyak sekali yang mempunyai pendapat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Ini terlihat dari beberapa ahli pendidikan yang mempunyai beberapa pendapat yang hampir sama ada juga yang sedikit berbeda, tetapi penulis berpandangan faktor-faktor yang berbeda dari beberapa ahli adalah faktor-faktor-faktor-faktor yang saling melengkapi karena tiap ahli berpendapat sesuai dengan keadaan pendidikan pada masa yang diamati para ahli pendidikan tersebut.

Faktor ekternal lainnya adalah faktor motivasi. “Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.”42 Zikri Neni Iska berpendapat bahwa, “Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan”.43 Motivasi sangat penting bagi anak dalam menunjang keberhasilan belajarnya.

Siswa yang mengalami proses belajar, agar berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar.

Menurut Ngalim Purwanto, faktor lain yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang, dapat disimpulkan sebagai berikut:

       40

Muhibbin Syah, Psikologi…., h. 88.  41

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Diri..., h. 76.  42

Alisuf Subri Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Radar Jaya Offset. 1992), Cet ke-1 h. 129. 

43


(28)

Gambar. 1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Alam

Kurikulum/Bahan Pelajaran Sosial

Kemampuan kognitif Motivasi

Kecerdasan

Guru/Pelajaran

Minat Bakat

Sarana dan Fasilitas Administrasi/manajemen

Kondisi fisik Lingkungan

Instrumental

Fisiologi Luar

Faktor

Dalam

Psikologi


(29)

Menurut Abu Ahmadi dan widodo Supriyono merumuskan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. Faktor internal (faktor yang mempengaruhi dari dalam diri), yang meliputi : a. Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh. Misalnya: penglihatan, pendengaran, dan sebagainya.

b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas: faktor non intelektif (seperti kecerdasan, bakat, dan prestasi yang telah dimiliki), dan faktor non intelektif (seperti sikap, kebiasaan dan minat).

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor eksternal (faktor yang mempengaruhi dari luar diri), yang meliputi: a. Faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan

kelompok. b. Faktor budaya.

c. Faktor lingkungan fisik. d. Faktor lingkungan spiritual.44

Menurut Syaiful Bahri Djamarah menegemukakan bahwa untuk mendapat hasil belajar dalam bentuk perubahan harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan luar individu proses ini tidak dapat dilihat karena bersifat psikologis, kecuali bila seseorang telah berhasil dalam belajar, maka seseorang itu telah mengalami proses tertentu dalam belajar.45

Sedangkan menurut Zikri Neni Iska merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah:

1. Internal/Dalam, yakni:

a. Fisiologi, yang terdiri dari kondisi fisik dan panca indera.

b. Psikologi, yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognisi.

2. Esternal/Luar, yakni:

a. Lingkungan, yang terdiri dari alam dan sosial.

       44

Abu Ahmadi dan widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. 1, h. 138-139. 

45


(30)

b. Instrumental, yang terdiri dari kurikulum, guru, sarana prasarana, administrasi dan manajemen.46

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal tersebut menyebabkan adanya pengaruh dari dalam diri siswa sebagai perbuatan belajar yang menimbulkan perubahan tingkah lakunya.

Sedangkan adanya pengaruh dari luar individu itu juga bersifat wajar, maksudnya selain keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa (faktor internal), maka faktor eksternal pun turut mempengaruhi, hal ini dikarenakan baik buruknya hasil belajar siswa akan didukung pula dari baik buruknya lingkungan tempat siswa belajar.

Untuk itu faktor-faktor di atas dalam hal ini sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh: seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) umunya akan mendapat dorongan positif dari orang tuanya maupun lingkungannya (faktor eksternal).

Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang telah dicapai seseorang atau sekelompok melalui usaha yang telah dilakukan atau kegiatan belajar yang dapat diukur dan dinilai.

4. Macam-macam Hasil Belajar

Kingsley membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu, keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita.47 Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, keterampilan motoris.48 Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang dari membaca dan lain-lain. Keterampilan intelektual didapat dari berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan. Strategi kognitif digunakan siswa apabila ia ingin memilih dan mengubah perhatian, pola belajar, ingatan dan proses berpikir dalam memecahkan

       46

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri, …., h. 85.  47

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ….., Cet. 1, h. 22.  48


(31)

masalah. Sikap terutama sikap sosial yang muncul dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda. Menggunakan alat distilasi dalam pembelajaran kimia merupakan contoh dari keterampilan motoris yang digabung dengan keterampilan intelektual karena keterampilan motoris tidak hanya mencakup kegiatan fisik saja.

Abu Ahmadi dalam bukunya mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor-faktor stimulus belajar, mencakup panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berat ringannya tugas, dan suasana lingkungannya eksternal.

b. Faktor-faktor metode belajar, mencakup kegiatan berlatih, resitasi dalam belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar, dan kondisi-kondisi intensif.

c. Faktor-faktor individual, mencakup usia kronologis, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya kapasitas mental, kondisi kesehatan, jasmani, kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.49

D. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan bahwa apakah pengaruh kecerdasan emosional dengan hasil belajar yang dicapai siswa atau dengan kata lain kecerdasan emosional dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar IPS. IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap. Dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.

Aktiviitas siswa dikelas diarahkan oleh guru untuk menuntunnya dalam belajar IPS melalui materi-materi yang disampaikan dan kegiatan pratikum. Disinilah siswa melibatkan mental, fisik, dan emosinya dalam proses pembelajaran. Siswa diarahkan untuk dapat menyimak penjelasan dari materi

       49


(32)

yang disampaikan oleh guru, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah sosial serta melakukan observasi.

Dalam melakukan aktivitas tersebut siswa merasakan berbagai macam emosi yang timbul seperti bersemangat, senang, bosan, atau putus asa. Untuk mengatasi emosi ini maka diperlukan kecerdasan emosional siswa untuk mengendalikan emosinya agar tidak menghambat proses belajar. Tujuan mempelajari IPS tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan bagi siswa tetapi juga agar siswa dapat berpikir secara ilmiah. Model pembelajaran IPS yang bersifat monoton dapat menurunkan semangat belajar siswa sehingga akan menimbulkan kejenuhan dalam belajar dan putus asa dalam menghadapi kegagalan dalam tes IPS.

Hambatan emosional dalam mempelajari IPS juga dapat dialami siswa pada mata pelajaran lain. Siswa yang dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut akan lebih siap mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan siswa yang mudah merasa cemas, takut, kecewa, frustasi dalam mengikuti pelajaran akan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan kemampuan mental dan intelektualnya dalam belajar.

Bagaimana mungkin seorang siswa dapat memahami materi yang disampaikan secara optimal jika keadaan emosinya labil, misalnya seorang siswa takut dengan gurunya karena image guru di mata siswa tersebut sebagai guru pemarah. Secara otomatis ketika sang guru bertanya kepadanya, maka siswa tersebut lebih memilih untuk diam. Padahal setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru dan jika dijawab dengan baik oleh siswa maka ia akan mendapatkan poin tambahan. Dengan pilihan siswa tersebut untuk diam maka ia tidak mendapatkan poin dan hal itu berpengaruh terhadap hasil belajarnya.

Siswa yang memiliki kemampuan yang baik dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi, berempati, dan dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain adalah siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Sedangkan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengatasi persoalan tersebut memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Jika kecerdasan emosi dikaitkan dengan proses belajar mengajar maka siswa dengan kecerdasan


(33)

emosional tinggi akan lebih mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar sehinga hasil belajarnya akan meningkat.

Dengan demikian, diduga terdapat hubungan positif antara pengaruh kecerdasan emosional dengan hasil belajar IPS siswa kelas VIII di MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang.

Gambar. 2

Bagan Kerangka Berpikir Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar

Kecerdasan emosional Hasil Belajar

1. Kesadaran diri 2. Pengaturan diri 3. Motivasi 4. Empati

5. Keterampilan sosial

1. Mengantisipasi kegagalan 2. Optimis dalam belajar 3. Motivasi belajar

4. Memenuhi harapan guru dan orang tua 5. Berkomunikasi dan mengemukakan

pendapat

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan landasaan teori dan kerangka berpikir maka:

Ho : Tidak terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Al- Mursyidiyyah Pamulang.

Ha : Terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Al- Mursyidiyyah Pamulang.


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini adalah MTs Al- Mursyidiyyah yang alamat Jl. Siliwangi Gg. Anggrek RT/RW 03/18 Pondok Benda - Pamulang untuk mata pelajaran IPS. Alasan Penelitian memilih MTs Al- Mursyidiyyah sebagai lokasi penelitian adalah:

a. MTs Al- Mursyidiyyah Pamulang adalah tempat dimana penelitian melakukan

praktek profesi keguruan (PPKT), Sehingga dengan mudah peneliti masuk dan dekat dengan lingkungan sekolah, karena secara pribadi penelitian telah memiliki kedekatan dengan semua pihak yang ada disekolah tersebut seperti, kepala sekolah, guru, siswa-siswi, tata usaha, dan orang-orang lainnya yang ada disekolah tersebut.

b. MTs Al- Mursyidiyyah Pamulang adalah salah satu sekolah negeri yang

terletak daerah Tangerang selatan, letaknya sangat strategis dan mudah dijangkau terutama oleh peneliti, karena MTs Al- Mursyidiyyah terletak tidak jauh dari kampus juga dapat tetap pergi kekampus untuk melakukan bimbingan dan mencari referensi tambahan.

c. MTs Al- Mursyidiyyah memiliki akreditas A “Amat Baik” karena sekolah.

MTs Al-Mursyidiyyah adalah sekolah yang paling unggul.


(35)

2. Waktu Penelitian

Berikut adalah tabel waktu penelitian melakukan penelitian:

Tabel. 1 Waktu Penelitian

No Tanggal/Hari/Bulan Kegiatan

1 14 Mei 2010 Pembuatan proposal skripsi

2 2 Juni 2010 Pengajuan judul skripsi

3 3 - 23 Juni 2010 Pembuatan Bab 1, 2, dan 3

3 21 September 2010 Observasi lokasi penelitian

4 21 September 2010 Meminta izin kepada pihak sekolah

5 22 September 2010 Meminta dokumentasi dengan staf tata usaha

tentang pendidik, guru dan sarana-prasarana

6 23 September 2010 Observasi menyebar kisi-kisi angket

7 27 September - Oktober

2010

Pengolahan data

8 21 Oktober 2010 Penyusunan Laporan

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey melalui studi kuantitatif yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke obyek penelitian, karena dalam penelitian ini memerlukan data yang valid agar dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai dua variabel, yaitu:

1. Variable bebas yaitu kecerdasan emosional (Variabel X).


(36)

Tabel. 2 Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Konseptual Definisi Oprerasional Sumber data 1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk

dapat menggunakan perasaanya secara optimal

guna mengenali dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu Untuk mengenali persaannya sehingga dapat mengatur dirinya sendiri

dan menimbulkan motivasi dalam dirinya untuk

meningkatkan kualitas hidupnya

Kuesioner

2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sesuatu kinerja yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan yang telah diperoleh karena adanya proses belajar

Suatu hasil belajar yang telah diperoleh siswa

melalui usaha yang dilakukan

(kegiatan belajar) yang dapat di ukur dan di nilai

Nilai Hasil Tes

Soal

D. Populasi dan Sampel

Populasi menurut Suharsimi Arikunto, “Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian”.1 Dalam penelitian ini penulis tidak menjadikan semua siswa

MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang sebagai subjek penelitian. Akan tetapi yang menjadi objek penelitian adalah kelas VIII dengan jumlah siswa 80 siswa.

      

1


(37)

Sampel menurut suharsimi Arikunto “Sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti”.2 Adapun sampel yang digunakan adalah dengan teknik

cluster sampling atau kelompok. Guna menyederhanakan proses pengumpulan dan pengolahan data penulis menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini jumlah populasi 80 yang terdiri 2 kelas yang menjadi sampel adalah sebanyak 66

siswa.3

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian langsung objek yang diteliti dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu:

1. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya

atau hal-hal yang ingin ia ketahui.4

2. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomena-fenomena yang diselidiki.5 Dalam hal ini penulis mengadakan

pengamatan dan pencatatan dengan seksama terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di lokasi, penelitian juga mengamati keadaan lingkungan sekolah seperti fasilitas, keadaan guru dan karyawan, keadaan murid, sarana prasarana dan kurikulum.

3. Dokumentasi data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari

sumber manusia/human resources, melalui observasi dan kuesioner. Tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources di antaranya foto terlampir.

      

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,………h. 109. 

3

Dr. Sugiyono, Statisika Untuk Penelitian, (Bandung: CV ALFABETA, 1999), Cet. 2 h. 63. 

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), Cet XI, h. 128. 

5

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi, 1980), h. 136. 


(38)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen ini terdiri dari 55 item. Setelah di uji kevaliditasannya ternyata 35 item valid atau dipakai. Dari 35 item tersebut dipakai tentang uji EQ-I (Emotional Quotient Inventory) yang tiap soal terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu Sangat setuju, Sering, Tidak setuju, Sangat tidak sertuju. Instrumen ini megukur aspek dengan kategori kesadaran emosi diri, mengenali emosi, memotivasi diri, dan empati.

Tabel 3

Kriteria Penskoran Alternatif Jawaban

Jenis Option Positif Negatif

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Tidak Setuju (TS) 2 3

Setuju (S) 3 2

Sangat Setuju (SS) 4 1

Item-item dalam skala kecerdasan emosi di rancang berdasarkan unsur-unsur kecerdasan emosi menurut Goleman (1996) yaitu:

Tabel 4

Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosi (Uji Coba)

NO Indikator No. Item Jumlah

Positif Negatif

1 Kesadaran Diri 1, 16, 22, 26 3, 7, 33, 40, 43 9

2 Kontrol Diri 14, 42, 44 5, 20, 35, 46, 55 8

3 Motivasi Diri 6, 12, 29, 34 11, 31, 37, 51 8

4 Empati 2 25, 38, 48, 54 5

5 Keterampilan Sosial 4 9, 18, 23, 41 5


(39)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Setelah data terkumpul makna dilakukan tahap analisis data yaitu, peneliti berusaha untuk memberikan uraian mengenai hasil penelitiannya. Dalam analisis data di lakukan beberapa tahapan yang meliputi:

1. Uji Validitas

Skala kecerdasan emosional sebelum diujikan harus ditentukan validitasnya. Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecamatan suatu alat ukur dalam melakukan

fungsi ukurnya.6 Untuk memperoleh pengujian hipotesis yang valid dan obyektif

diperlukan data yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment. Rumus

adalah sebagai berikut:7

Rxy = ] ) ( [ )] ( [ ) ( ) ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Keterangan:

rxy = Angka Indeks korelasi “r” Product Moment.

N = Number of Cases.

∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y.

∑X = Jumlah seluruh skor X.

∑Y = Jumlah seluruh skor Y.

Setelah dilakukan penghitungan uji validitas instrument kecerdasan emosional sebanyak 55 item, diperoleh 35 yang valid atau dipakai dan 20 butir item yang tidak valid. pengolahan data ini digunakan uji validitas dengan rumus teknik korelasi tersebut, dengan menggunakan Sofware SPSS 15.00 For Windows dengan entre method.

      

6

Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 105. 

7

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. 16. h. 206. 


(40)

2. Reliabilitas

Setelah dilakukan standarisasi nilai instrument, kemudian dilakukan penguji reliabilitas, instrument kecerdasan emosional dengan menggunakan rumus

metode belah dua (split halp method) sebagai berikut:8

ry r

rhit xy

+ =

1 2

Nilai tersebut diperoleh dengan mencari terlebih dahulu nilai rxy dengan menggunakan rumus “r” Product Moment, yaitu:

] ) ( [ )] ( [ ) ( ) ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y.

N = Number of Cases.

∑XY = Jumlah perkalian X dan Y.

∑X = Jumlah skor dalam distribusi X.

∑Y = Jumlah skor dalam distribusi Y.

∑X = Jumlah Kuadrat dari X.

∑Y = Jumlah kuadrat dari Y.

Setelah dilakukan perhitungan reliabilitas terhadap 35 item yang valid, pengolahan data ini digunakan reliabilitas dengan rumus teknik korelasi tersebut, dengan menggunakan Sofware SPSS 15.00 For Windows dengan entre method.

H. Teknik Analisa Data

1. Uji Prasyarat Analisis Data

Dalam penelitian ini pengujian prasyarat analisis yang digunakan penulis adalah uji normalitas. uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan statistik       

8

 Pratiwi Bintari Oktaviya, Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Hasil Belajar Sosiologi Siswa, (Jakarta: FITK, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, 2010), h. 41. 


(41)

Kolmogorov-Smirnov (KS). perhitungan data tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer yaitu program SPSS 15.00.

a. Uji Normalitas Data.

Uji normalitas merupakan uji prasarat analisis data yang digunakan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. pengujian dilakukan dengan menggunkan rumus Liliefors dan pengambilan keputusan data normal atau tidak, dapat ditentukan dengan mengunakan dua cara :

1) Dengan membandingkan skor KS hitung dengan KS tabel:

a) Jika niali KS hitung <KS tabel, maka Ho di tolak dan Ha diterima artinya data normal.

b) Jika niali KS hitung >KS tabel, maka Ho di terima dan Ha ditolak artinya data tidak normal.

2) Dengan teknik probabilitas:

a) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai

probabilitas Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho di tolak dan Ha diterima

artinya data normal.

b) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai

probabilitas Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho di terima dan Ha ditolak

artinya data tidak normal.

Pada penelitian ini pengambilan keputusan untuk uji normalitas dengan

menggunakan teknik probabilitas.9

b. Metode Suksesi Interval

Metode ini di tujukan untuk menaikan data ordinal menjadi interval.

Untuk perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut:10

Rumus:

      

9

Lampiran 11 dan 12 Uji Normalitas Kecerdasan Emosional dan Uji Normalitas Hasil Belajar. 

10

 Drs. Riduwan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta 2007), Cet. 4, h. 131. 


(42)

S ) x (X 10 50 T ~ i i − + =

Dari perhitungan prasarat analisis terbukti bahwa data itu adalah normal dan sudah di tingkatkan menjadi interval maka penulis menggunakan korelasi Product Moment

2. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis mencakup uji korelasi signifikansi dan koefesien determinasi. Secara rinci dijabarkan sebagai berikut:

a. Uji Korelasi

Untuk menganalisa hubungan kedua variable digunakan teknik analisis korelasional Bivariat dengan rumus product Moment dari Karl Pearson,

rumus tersebut sebagai berikut:11

] ) ( [ ] ) ( [ ) ( ) ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Keterangan:

r = Angka Indeks korelasi “r” Produck Moment.

N = Number of Cases.

∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y.

∑X = Jumlah seluruh skor X.

∑Y = Jumlah seluruh skor Y.

Pengolahan data digunakan teknik analisa korelasional dengan rumus

product moment tersebut, juga dilkukan dengan software SPSS 15.00 For

Windows dengan entre method.

Terhadap angka indeks korelasi yang telah diperoleh dari perhitungan (proses komputasi) dapat diberikan interpretasi atau penafsiran tertentu. Interpretasi secara sederhana terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment (rxy), pada umumnya dipergunakan pedoman sebagai berikut:12

      

11

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan……., h. 206. 

12


(43)

Tabel 5

Interpretasi Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment Besarnya “r”

Product Moment Interpretasi

0,00 - 0,20

0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,90 0,90 - 1,00

Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi).

Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, lemah atau rendah.

Antara Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup.

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.

b. Koefesien Determinasi

Untuk mengetahui seberapa besar konstribusi variable X terhadap Y digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus Koefesien determinan

KD = r2 x 100%

Keterangan:

KD = Konstribusi Diterminasi (Kontribusi Variabel X Terhadap Variable Y)

r2 = Koefesien korelasi antara variable X terhadap varian

Untuk mengetahui besarnya koefesien diterminasi (KD) dan tingkat linieritas hubungan variable X dan Variabel Y juga menggunakan Software SPSS 15.00 For Windows dengan entre method.


(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang

1. Sejarah Yayasan Al Mursyidiyyah Al Asyirotussafi’iyyah

Yayasan Islam Al Mursyidiyyah Al – Asyirotussafi’iyyah (YAMASY) didirikan sejak tahun 1989 berdasarkan Akte Notaris Ny.R.Arie Soetardjo, SH No.46 tanggal 20 Januari 1989 dan mulai aktif melakukan kegiatan operasional tahun 1991 sampai dengan sekarang.

Yayasan ini didirikan oleh seorang wirausahawan sekaligus pemerhati pendidikan yaitu Bapak KH.Mursyid yang penuh dedikasi tinggi menyumbangkan tenaga, pikiran maupun materi secara ikhlas dalam rangka memberikan pendidikan secara merata kepada semua lapisan masyarakat khususnya di wilayah Desa Pondok Benda tanpa ada diskriminasi dan didukung sepenuhnya oleh KH.Syafi’i Hadzami seorang ulama besar yang banyak memberikan motivasi dan petuah-petuah tentang pendidikan. Bahkan nama yayasan yang dikenal sekarang ini merupakan pemberian dari beliau selaku penasehat yayasan.

Yayasan pendidikan Islam Al-Mursyidiyyah berlokasi di Desa Pondok Benda Kec.Pamulang Kab.Tangerang dan meyelenggarakan pendidikan Islam mulai dari jenjang TKI / RA, MI / SDI, MTS / SMPI dan TPA. Sejalan dengan Visi dan Misi dari yayasan ini yaitu Terdepan dalam bidang keilmuan ,Berakhlakul karimah dan berprestasi. Tujuan dari yayasan ini adalah berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat sekitar tentang agama Islam dan ajaran-ajaran mulianya serta mampu melahirkan generasi Islam yang menguasai ilmu


(45)

pengetahuan dan tekhnologi sekaligus berkepribadian Islam dan berakhlak mulia sehingga mampu berkiprah positif dalam masyarakat luas. Dan selama kurang lebih 15 tahun yayasan pendidikan ini telah mampu mendidik kurang lebih 2000 siswa baik dari kalangan masyarakat menengah ke bawah maupun dari masyarakat menengah ke atas. Yayasan ini juga telah meluluskan kurang lebih 1000 siswa baik dari tingkat TKI, MI, maupun MTS dengan kualitas yang cukup baik dan sebagian dari mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi mulai dari sekolah-sekolah negeri favorit sampai lembaga pesantren yang berkualitas. Bahkan ada pula beberapa siswa yang telah berkiprah di masyarakat dengan mengajar mengaji serta aktif dalam organisasi keagamaan maupun masyarakat.

Selain menyelengarakan pendidikan formal yayasan ini juga menyelengarakan kegiatan pendidikan non formal karena adanya permintaan masyarakat sekitar, yaitu membuka taman pendidikan Al-quran (TPA) dan Madrasah Diniyyah Awaliyah, mengadakan pengajian bulanan orang tua murid serta melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara berkala bertepatan dengan peringatan hari-hari besar A Kesejahteraan Pegawai.

Sarana dan fasilitas yang diberikan kepada seluruh pegawai, dewan guru dan karyawan di Yayasan Al Mursyidiyyah Al Assyirotussyafi’iyyah dalam menunjang pelaksanaan administrasi dan kegiatan belajar mengajar antara lain dengan cara pengangkatan status kepegawaian, dilakukan oleh pihak Yayasan. 1) Percobaan, diberlakukan kepada karyawan baru selama satu tahun mengabdi 2) Honorer, diberlakukan kepada karyawan yang telah melewati masa percobaan

sampai dengan sepuluh tahun masa mengabdi atau bila ada kebijakan dari yayasan dikerenakan mendapatkan nilai baik dan prestasi, loyalitas dan kinerja yang baik sebagaimana terdapat dalam istrumen DP3.

3) Tetap, diberlakukan kepada peagawai yang telah melewati masa sebagai pegawai honorer atau mendapat Surat Keputusan dari Yayasan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan diangkat sebagai pegawai tetap yayasan berdasar masa pengabdian, loyalitas, dan Daftar Penilaian Pelaksanaaan Pekerjaan (DP3).1

       1


(1)

Tabel 16 Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .314a .098 .084 14.01834

C. Uji Prasyarat Analisis Data 1. Uji Normalitas Data

Dalam penelitian ini pengujian prasarat analisis yang digunakan penulis adalah uji normalitas. uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov (KS). Perhitungan data tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer yaitu program SPSS 15.00 hasilnya terlampir dalam lampiran 11 dan 12.

Hasil pengujian normalitas data dengan rumus liliefors untuk masing masing variabel terlihat pada table 17 berikut:

Tabel 179

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar

Variabel Asymp.sig Taraf

signifikansi 5% Keputusan

Kecerdasan emosional 0,720 0,05% Normal

Hasil Belajar 0,005 0,05% Normal

Pada table 15 di atas, dapat diketahui nilai probabilitas sig untuk variabel kecerdasan emosional sebesar 0,720 dan variabel untuk hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS sebesar 0,005 dengan demikian nilai probabilitas sig dari kedua variabel diatas (kecerdasan emosional terhadap hasil belajar) lebih besar dari nilai probabilitas 0,05.

       9

Lampiran 11 dan 12 Uji Normalitas Kecerdasan Emosional dan Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa. 


(2)

  62

2. Metode Suksesi Interval

Metode ini di tujukan untuk menaikan data ordinal menjadi interval. Untuk perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut10:

Rumus:

S ) x (X 10 50 T

~ i i

− +

=

Adapun perhitungannya dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dan hasilnya terlampir dalam lampiran 9.

Dari perhitungan prasarat analisis terbukti bahwa data itu adalah normal dan sudah di tingkatkan menjadi interval maka penulis menggunakan korelasi Product Moment

D. Analisis dan Interprestasi Data 1. Kecerdasan Emosional

Berdasarkan deskripsi data kecerdasan emosional siswa MTs Al-Mursyidiyyah yang berjumlah 66 orang, menunjukkan bahwa sebagian besar 81,81% sangat tinggi dan selebihnya 22,72% kecerdasan emosional siswa posisi sedang dan rendah memberikan dampak terhadap tingginya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

Berdasarkan deskripsi data, analisis data dan interprestasi data tersebut di atas, maka dengan demikian bahwa permasalahan pertama dalam skripsi ini tentang bagaimanakah tingkat kecerdasan emosional telah terjawab.

2. Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPS

Berdasarkan deskripsi data hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di atas, menunjukkan bahwa prestasi belajar siwa sebagian besar yang hasil belajarnya berdasarkan tabel indeks hasil belajar mencapai 48,484% dalam posisi sangat tinggi. Berdasarkan hasil belajar pada posisi tinggi 36,363% dan pada taraf sedang dan rendah 7,575%.

       10

Drs. Riduwan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta 2007), Cet. 4, h. 131. 


(3)

Berdasarkan deskripsi data, analisis data dan interprestasi data tersebut di atas, maka dengan demikian bahwa permasalahan kedua dalam skripsi ini tentang bagaimanakah tingkat hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS telah terjawab.

3. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar IPS

Berdasarkan deskripsi data tersebut di atas bahwa hasil korelasi antara kecerdasan emosional dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS sebesar 0,314%. Angka hasil korelasi tersebut sesuai dengan tabel 18 tentang Interprestasi nilai r menunjukkan bahwa korelasi antara kecerdasan emosional (Variable X) dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS (Variabel Y) terdapat korelasi yang rendah. Dengan rendahnya korelasi kecerdasan emosional dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS, maka semua hal yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan motivasi siswa, baik berasal dari individu, orang tua, teman-teman dan lingkungannya dituntut terus menerus untuk ditingkatkan, agar hasil belajar terus meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

Tabel 18 Interprestasi Nilai r Besarnya “r” Product

Moment Interpretasi

0,800-1,00 0,600-0,800 0,400-0,600 0,200-0,400 0,000-0,200

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi, yang sangat tinggi.

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang cukup.

Antara Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang agak rendah.

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelas yang rendah.

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi akan tetapi korelasi itu sangat rendah atau sangat rendahnya sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan Y.


(4)

  64

       

4. Kontribusi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar IPS

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara kecerdasan emosional (variabel X) dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS (variabel Y) menunjukkan dengan tingkat korelasi R (rxy) sebesar 0,314% dan R Square/(Koefesien Diterminasinya) adalah 9,859%. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memberi kontribuksi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS sebesar 9,859%. Korelasi ini berkatagori rendah di karenakan banyaknya faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor eksternal mempunyai andil dalam menentukan hasil belajar. Karena hasil belajar merupakan hasil dari usaha belajar yang dilakukan oleh siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ditegaskan oleh Zikri Neni Iska dalam buku Psikologi pengantar pemahaman diri dan lingkungan, bahwasannya salah satu hal dari faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah Fisiologi dan Psikologi, fisiologi yang terdiri dari kondisi fisik dan panca indera sedangkan psikologi yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognisi. Adapun faktor ekternalnya yakni terdiri dari Lingkungan dan Instrumental, lingkungan yang terdiri dari alam dan sosial sedangkan instrumental yang terdiri dari kurikulum, guru, sarana prasarana, administrasi dan manajemen.11

  11

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s 2006), Cet.1, h. 85 


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa pendapat mengenai kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum dapat simpulkan bahwasannya kecerdasan emosional berpengaruh terhadap hasil belajar kurang cukup baik, di karenakan kecerdasaan emosional siswa yang berpengaruh sangat rendah, baik yang terlampir dalam penghitungan kecerdasan emosional serta perhitungan hasil belajar keduanya saling mempengaruhi akan tetapi hanya memberi signifikan atau pengaruh yang relatif rendah.

2. Dalam hasil belajar ada Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seperti faktor internal maupun eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor eksternal mempunyai andil dalam menentukan hasil belajar. Karena hasil belajar merupakan hasil dari usaha yang dilakukan oleh siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu hal dari faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar IPS siswa adalah kecerdasan emosional. Namun bila ternyata dalam penelitian ini ditemukan bahwa kecerdasan emosional terdapat hubungan/pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa pada


(6)

  66

mata pelajaran IPS, diduga terdapat faktor-faktor lain yang lebih mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS seperti minat, bakat, motivasi, dan intelegensi (IQ) dibandingkan dengan kecerdasan emosional.

Jadi dapat disimpulkan bahwasannya tidak hanya faktor emosional saja yang mempengaruhi faktor hasil belajar akan tetapi banyak faktor lain yang dapat diperhitungkan.

B. Saran

1. Bagi pihak sekolah diarapkan tidak hanya berorientasi pada pengembangan kecerdasan intelektual tetapi juga perlu lebih memperhatikan pengembangan kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar sehingga dapat tercapai visi yang diharapkan, “Unggul dalam Prestasi, Cerdas Spiritual dan Emosional.”

2. Para pendidik diharapkan lebih memperhatikan keadaan emosional siswa dalam proses belajar mengajar, karena keadaan emosional siswa yang stabil akan membantu siswa menerima pelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih optimal.

3. Siswa dapat lebih memperhatikan dan mulai belajar mengenali dan memperhatikan keadaan emosi dalam dirinya agar dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan intelektualnya.

4. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang sama sebaiknya menggunakan alat ukur dan metode yang lebih baik mengingat bahwa belum adanya tes tertulis tunggal yang dapat menghasilkan nilai kecerdasan emosional yang baik.

5. Hasil penelitian yang baik mungkin dapat dicapai apabila subyek penelitian tidak terbatas pada kelompok sampel penelitian ini, tetapi juga mencakup subyek dengan populasi yang lebih luas dan menggunakan teknik analisa yang lebih baik.