konstruktivisme melibatkan siswa berpikir menyelesaikan masalah, mencari ide, dan membuat keputusan. Siswa juga akan lebih memahami dan
mengingat lebih lama apa yang ia pelajari karena siswa terlibat langsung dalam menemukan pengetahuan baru. Hamzah 2008 mengemukakan bahwa
teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasi pengalaman mereka. Siswa diutamakan untuk
mengonstruksi pengetahuannya melalui asimilasi penyerapan informasi baru dalam pikiran dan akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena
adanya informasi baru.
B. Pembelajaran Matematika
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional mendefinisikan pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam definisi lain oleh Association for Education Communication and Technology AECT 1986:
195, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di sekolah
pada dasarnya adalah proses penciptaan atau pengondisian sebuah lingkungan sekolah atau kelas yang memungkinkan siswa belajar.
Dalam sebuah penciptaan dan pengondisian yang ada di kelas, warga kelas memiliki kendali terhadap penciptaan tersebut dan guru menjadi pendesainnya.
Dalam pengendalian kondisi tersebut guru menggunakan pendekatan atau model
pembelajaran tertentu. Dalam hal ini seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran di kelas. Tugas guru adalah mendesain
termasuk memilih model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengendalikan pembelajaran dalam kelas sehingga tercipta suasana kelas dan
suasana pembelajaran yang kondusif dan terkondisi untuk belajar. Berkaitan dengan makna belajar dan hasilnya, Winkel 1996: 53 menyatakan
bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan serta sikap dan perubahan ini bersifat relatif konstan dan berbekas. Hasil belajar siswa juga ditentukan oleh sejauh mana siswa terlibat
secara mental dalam kegiatan belajar. Keterlibatan ini diartikan sampai sejauh mana kedekatan siswa dengan objek belajar. Silberman 2006: 27 mengatakan
Masing-masing cara dalam penyajian konsep akan menentukan pemahaman siswa sehingga jika kedekatan materi belajar terjadi pada
siswa maka siswa akan merasakan adanya keterlibatan mental. Dengan kata lain, pendekatan atau model pembelajaran yang digunakan guru menentukan sampai
sejauh mana keterlibatan siswa secara mental dalam proses belajar. Pendekatan dan proses pembelajaran menentukan seberapa banyak muatan atau isi dari suatu
pengalaman yang diperoleh siswa terkait dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan. Hal ini berarti pendekatan atau model
pembelajaran merupakan faktor dominan dalam menentukan hasil belajar siswa. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pendekatan atau model yang digunakan
dalam suatu pembelajaran menentukan seberapa banyak muatan pengalalaman
yang dapat diperoleh siswa, karenanya pendekatan atau model pembelajaran harus sedemikian rupa dirancang hingga memuat semua dimensi belajar. Marzano,
Pickering, dan McTighe dalam Udin S. Winataputra dan Tita Rosita 1995: 11 menyatakan bahwa peristiwa belajar sebagai proses yang saling berkaitan antara
lima dimensi, yaitu a dimensi pertama adalah sikap dan persepsi yang positif mengenai belajar, b dimensi kedua adalah memperoleh dan mengintegrasikan
pengetahuan, c dimensi ketiga adalah memperluas dan memperbaiki pengetahuan, d dimensi keempat adalah menggunakan pengetahuan secara
bermakna, dan e dimensi kelima adalah kebiasaan yang produktif dari pikirannya.
Matematika sekolah yang selanjutnya disebut matematika merupakan pelajaran di sekolah yang memuat materi dengan karakteristik yang khas. Ditinjau dari sudut
pandang matematika sebagai pelajaran, Demuth dalam Herman Maier 1985: 8-9 mengemukakan empat konsepsi: 1 Matematika berorientasi formalis, 2
Matematika berorientasi pada dunia sekelilingnya, 3 Heuristik yaitu sistem pelajarnya dilatih untuk menemukan sesuatu secara mandiri dalam pelajaran
matematika, dan 4 Matematika sebagai perkakas. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ebbutt dan Straker dalam Depdiknas 2006: 3-6 mendefinisikan
matematika sebagai berikut: a Matematika sebagai penelusuran pola dan hubungan, b Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi,
dan penemuan, c Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah problem solving, dan d Matematika sebagai alat berkomunikasi. Sedangkan materi
pelajaran matematika diklasifikasikan sebagai berikut: a fakta facts, b pengertian concepts, c keterampilan penalaran, d keterampilan algoritmik, e
keterampilan menyelesaikan masalah matematika problem solving, dan f keterampilan melakukan penyelidikan investigation.
C. Pembelajaran Kooperatif