I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Paradigma yang berkembang di masyarakat tentang pelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan dan membosankan adalah suatu hal yang cukup
beralasan. Pendidikan matematika di Indonesia selama ini belum maksimal meningkatkan pemahaman matematika yang baik pada siswa, tetapi berhasil
menumbuhkan perasaan takut, persepsi terhadap matematika sebagai ilmu yang sukar dikuasai, tidak bermakna, membosankan, dan menyebabkan stres pada diri
siswa. Hal ini merupakan indikasi bahwa siswa belum dapat mengubah pandangan siswa tentang matematika yang berdampak pada masih rendahnya
pembelajaran pada ranah afektif dan kognitif siswa. Paradigma tersebut di atas berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika
siswa dan hanya sebagian kecil siswa yang berhasil mencapai hasil belajar tinggi, selebihnya siswa memiliki hasil belajar yang belum memuaskan. Purwoto 1996:
17 menyatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang konsepnya tersusun secara hierarkis dari yang mudah atau sederhana meningkat ke yang sulit atau
rumit. Dengan demikian, jika siswa belum dapat menguasai konsep yang sederhana maka siswa akan merasa kesulitan menguasai konsep yang rumit.
Umumnya, dalam mempelajari pelajaran yang dianggap sulit, siswa cenderung
menunjukkan minat belajar yang rendah. Padahal matematika seharusnya menjadi pelajaran yang menantang sehingga menarik minat belajar dan rasa ingin
tahu yang besar. Hal ini memberikan kesan bahwa kualitas pendidikan matematika yang ada masih jauh dari harapan.
Rendahnya kemampuan siswa dalam pelajaran matematika juga terjadi di SMP Negeri 3 Terbanggibesar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata kelas hasil
ulangan semester ganjil untuk mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 3 Terbanggibesar T.P. 20112012 pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Rata-rata Hasil Ulangan Mata Pelajaran Matematika
No. Kelas
Rata-rata 1
VII A 77
2 VII B
53 3
VII C 60
4 VII D
66 5
VII E 57
6 VII F
51 7
VII G 54
Sumber: SMP Negeri 3 Terbanggibesar Kenyataan tersebut mungkin disebabkan oleh cara mengajar yang masih selalu
menerapkan pembelajaran konvensional. Pada metode ini pembelajaran berpusat atau didominasi oleh guru sehingga murid mudah merasa jenuh karena kurang
diberikan kesempatan untuk belajar secara kelompok. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan di Indonesia yang lebih menekankan
pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, pemerintah mendorong pelaksanaan pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang berorientasi pada Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan PAKEM. Depdiknas 2005: 68
menyatakan bahwa pembelajaran yang berorientasi pada PAKEM adalah
pembelajaran yang dirancang agar mengaktifkan anak mengembangkan kreatifitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.
Salah satu ciri dari PAKEM adalah adanya keaktifan siswa, di mana siswa secara antusias dan mandiri mampu mengonstruksi pengetahuannya lewat dirinya sendiri
maupun melalui interaksi dengan orang lain secara berkelompok. Siswa perlu secara kooperatif mengonsultasikan kesulitan yang dialaminya dengan siswa lain
sehingga pembelajaran kooperatif sangat dimungkinkan membantu kesulitan tersebut. Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah
Student Team Achievement Division STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang pada hakikatnya melibatkan kegiatan
yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung dalam menyelesaikan tugas sehingga mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dikelompokkan dalam suatu kelompok
kecil yang heterogen dalam hal kemampuan akademis, jenis kelamin, dan sosial- ekonomi. Kesulitan pemahaman materi yang tidak dapat dipecahkan sendiri dapat
dipecahkan secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya serta bimbingan guru sehingga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan
meningkatkan kemampuan akademik siswa yaitu hasil belajar siswa. Dasar-dasar model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipandang sebagai metode
yang mudah digunakan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Paulina 2001: 69 pembelajaran menggunakan model Student Team
Achievement Division STAD merupakan bentuk belajar kooperatif yang mudah dan sederhana untuk digunakan serta disarankan bagi para pemula. Dalam
pembelajaran kooperatif STAD, siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui belajar kooperatif STAD. Teknik ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi dan keterampilan proses berkelompok group process skills. Selain untuk meningkatkan hasil belajar atau aspek kognitif, pembelajaran
matematika juga haruslah memperhatikan aspek afektif, salah satunya disposisi matematis. Mulyana 2009: 29 mengemukakan disposisi matematis merupakan
kecenderungan siswa dalam memandang dan bersikap terhadap matematika, serta bertindak ketika belajar matematika. Siswa memerlukan disposisi yang akan
menjadikan mereka gigih dalam menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, serta untuk
mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis bermaksud
melakukan pene Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Division terhadap Hasil Belajar dan Disposisi Matematis S
B. Rumusan Masalah