5. Reflektif dengan indikator senang terhadap matematika.
G. Peran Kemampuan Awal dalam Belajar Matematika
Dalam proses belajar, untuk memahami hal-hal baru orang memerlukan modal berupa kemampuan yang telah melekat padanya dan yang terkait dengan hal baru
yang akan dipelajari tersebut. Kemampuan yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal baru yang akan dipelajari selanjutnya disebut
kemampuan awal. Muh Ali 1987: 74 berpendapat bahwa seseorang dapat memiliki suatu
kemampuan dengan baik bila sebelumnya telah memiliki kemampuan yang lebih rendah daripadanya dalam bidang yang sama. Senada dengan pendapat tersebut,
Peaget dalam Paul Suparno 1997: 20-21 menyatakan bahwa setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak
bagi transformasi lain. Hal ini mengacu pada pendapatnya tentang aspek berfikir operatif yang berkaitan dengan transformasi dari satu level ke level lain dan
berfikir operasi inilah yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan pengetahuan dari suatu level tertentu ke level yang lebih tinggi.
Dalam teori skema proses belajar adalah proses membentuk dan mengubah skema. Jonassen, dkk dalam Paul Suparno 1997: 55 menyatakan skema adalah
abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Skema disusun dalam
suatu jaringan hubungan konsep-konsep. Orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang
benar. Berdasarkan pendapat inilah Paul Suparno 1997: 55-64 menyatakan
bahwa proses belajar merupakan proses membentuk dan mengubah skema. Dalam proses belajar, orang mengadakan perubahan skemanya baik dengan
menambah atribut, memperhalus, memperluas, ataupun mengubah sama sekali skema lama. Perubahan skema yang kuat terjadi bila orang mengadakan
akomodasi mengubah konsep yang tidak sesuai terhadap skema yang telah ia punyai ketika berhadapan dengan fenomen yang baru, dan perubahan yang lemah
bila orang tersebut hanya mengadakan asimilasi menggunakan skema yang lama ketika berhadapan dengan fenomena yang baru. Selanjutnya, bila dalam proses
belajar terjadi perubahan yang kuat artinya siswa melakukan proses akomodasi maka hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut akan lebih baik dari siswa yang
dalam proses belajar hanya melakukan proses asimilasi. Proses belajar tersebut adalah proses yang aktif dan beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan
yang telah dipunyai, kemampuan kognitif, dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar.
Demikian halnya dalam bidang matematika, karena matematika merupakan ilmu yang abstrak dan bersruktur sehingga cara memikirkannya harus menggunakan
abstraksi dan generalisasi, maka kesiapan intelektual merupakan syarat mutlak bagi seseorang untuk mempelajari matematika. Herman Hudoyo 1979: 93
menyatakan dalam belajar matematika bila konsep A dan konsep B mendasari konsep C, maka konsep C tidak mungkin dipelajari sebelum konsep A dan B
dipelajari terlebih dahulu. Demikian pula konsep D baru dapat dipelajari bila konsep C yang mendahuluinya sudah dipahami, dan seterusnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal matematika siswa sebagai pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya merupakan
pengetahuan yang memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan
matematikanya pada tingkatan yang lebih tinggi. Dengan kata lain kemampuan awal matematika siswa yang merupakan representasi dari sekumpulan
pengetahuan dan pengalaman tentang matematika yang telah dimiliki siswa menjadi faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematikanya.
H. Kerangka Pikir