Sistem Informasi Geografis SIG Pemodelan Kesesuaian Habitat Berbasis SIG dan Statistika

Upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor non-pertanian di kecamatan-kecamatan di kawasan penyangga ekosistem Leuser tampaknya terbatas, bahkan dalam kebijaksanaan pembangunan Provinsi NAD, dua kabupaten dimana ekosistem Leuser berada yaitu Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Tenggara diarahkan kepada wilayah pembangunan dan pengembangan pertanian-perkebunan TFCA Sumatera, 2010. Terdapat sedikitnya 31 wilayah kecamatan di empat kabupaten yang merupakan daerah penyangga ekosistem leuseur. Penggunaan lahan di kawasan penyangga ekosistem Leuser ini umumnya terdiri dari pemukiman, perkebunan rakyat, sawah, pertanaman campuran dan hutan lindung TFCA Sumatera, 2010. Terlepas dari keanekaragaman hayatinya yang kaya, Ekosistem Leuser menyediakan fungsi pendukung kehidupan untuk pengembangan yang bisa mendukung kira-kira empat juta orang-orang yang hidup di sekitarnya. Beberapa contoh dari fungsi ini adalah: persediaan air bersih yang rutin, pengendali banjir dan erosi, perlindungan plasma nutfah, pengaturan iklim lokal, penjerap karbon, perikanan air tawar dan kecantikan alami untuk mendukung pariwisata TFCA Sumatera, 2010.

2.7 Sistem Informasi Geografis SIG

SIG mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG berkembang sangat pesat pada era 1990-an. Secara harfiah, SIG dapat diartikan sebagai: suatu komponen yang terdiri atas perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, Universitas Sumatera Utara memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis Puntodewo et al., 2003. Lebih lanjut dijelaskan bahwa aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Informasi geografis selalu berhubungan erat dengan ilmu tumbuh- tumbuhan, sejak dimulainya eksplorasi sampai dengan mengkombinasikannya dengan pemetaan, dan membantu ahli botani dalam manganalisis identifikasi prioritas konservasi tumbuhan. Aplikasi SIG dan teknologi Remote Sensing Penginderaan Jauh menunjukkan peningkatan dalam penggunaannya untuk konservasi tumbuhan selama lebih dari dua dekade. Kegunaan utamanya dalam konservasi tumbuhan adalah: pemetaan lokasi spesimen dan distribusi spesimen, pemetaan vegetasi dan habitat, deteksi perubahan habitat, dan mendukung dalam pengelolaan lahan Moat et al., 2009; Foody, 2008.

2.8 Pemodelan Kesesuaian Habitat Berbasis SIG dan Statistika

Pemodelan kesesuaian habitat habitat suitability dikenal juga dengan istilah ecological niche, environmental niche, species distribution modeling, dan bioclimate envelope modeling Pearson, 2007; Hirzel dan Lay, 2008. Pemodelan ini menjadi popular dan efektif dalam ilmu ekologi dan digunakan secara luas pada berbagai aplikasi ekologi Elith et al., 2006; Nazeri et al., 2010; Gelfand et al., 2006. Prinsipnya adalah interpolasi data hasil survey biologi pada skala keruangan. Pemodelan ini merupakan model prediksi kuantitatif hubungan antara spesies dengan lingkungannya, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi Universitas Sumatera Utara sebaran aktualnya atau potensi sebarannya Pallaris, 1998; Cayuela et al., 2009; Hoeting, 2006, Nanyomo, 2010, Pearson, 2007, Gelfand et al., 2006; William et al., 2009; Gaston dan Fuller, 2008; Kumar dan Stohlgren, 2009. Oleh karenanya dapat dimanfaatkan untuk perencanaan konservasi, menilai status spesies, memproyeksikan dampak perubahan iklim, memprediksi invasif spesies, restorasi ekologi, dampak lingkungan dan analisis resiko Franklin, 2010. Prediksi dan pemetaan potensi kesesuaian habitat untuk spesies terancam punah sangat penting. Hal ini perlu untuk memantau dan memulihkan penurunan populasi pada habitat alaminya, untuk kepentingan introduksi buatan atau pemilihan lokasi konservasi dan perlindungan serta pengelolaan habitat alaminya Gaston, 1996; Bartel dan Sexton, 2009. Sebaran data spesies terancam punah seringkali tersebar Guissan et al., 2006 dan terkelompok yang biasanya menyebabkan pendekatan pemodelan kesesuian habitat sulit untuk dilakukan Kumar dan Stohlgren, 2009. Kerangka pemikiran pemodelan ini dilandasi oleh teori niche, yang dikemukakan oleh Hutchinson 1957 dalam Phillips et al. 2004 yaitu suatu tempat dimana spesies memilih untuk hidup dan memenuhi persyaratan untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Franklin 2010 yang mengutip pendapat Hutchinson 1987, ‘…hypervolume yang didefinisikan oleh lingkungan dimana spesies tersebut dapat bertahan hidup dan berreproduksi’. Hutchinson lebih jauh membedakan antara istilah niche dasarfundamental niche secara fisiologi atau potensial yang didefinisikan sebagai respon spesies kepada lingkungannya sumberdaya dalam suatu interaksi biotik kompetisi, pemangsaan, fasilitasi dengan niche nyatarealized niche secara ekologi, aktual Universitas Sumatera Utara yang didefinisikan sebagai dimensi lingkungan dimana spesies dapat bertahan hidup dan berreproduksi, termasuk dari efek interaksi biotik. Model konseptual tentang pengaruh lingkungan pada suatu niche dikemukakan oleh Franklin 2010 berdasarkan inspirasi dari Guissan dan Zimmermann 2000 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. · Gambar 2.2. Model konseptual pengaruh lingkungan pada suatu niche Sumber: Franklin 2010 Pemodelan kesesuaian habitat didukung oleh tiga komponen utama, yaitu ekologi, data dan model statistika Austin, 2002. Model ekologi meliputi teori ekologi yang diterapkan atau hipotesis yang diuji dalam suatu penelitian. Model data terdiri dari keputusan yang dibuat tentang bagaimana data dikumpulkan dan bagaimana data akan diukur atau diperkirakan. Model statistika mencakup pilihan metode dan keputusan tentang pelaksanaan kalibrasi dan validasi. Guissan dan Zimmermann 2000 membedakan tahapan pemodelan statistik menjadi empat tahap, yaitu: perumusan model konseptual, perumusan model statistika, kalibrasi dan evaluasi. Skemanya dapat dilihat pada Gambar 2.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Diagram komponen pemodelan kesesuaian habitat Sumber: Franklin 2010 Beberapa teknik pemodelan yang biasa digunakan adalah Newbold, 2009: 1. Climate envelopes Teknik ini merupakan pemodelan paling sederhana. Envelopes mendefinisikan kondisi kesesuaian lingkungan untuk suatu spesies dengan referensi kondisi tapak dimana spesies tersebut ditemukan. BIOCLIM lebih biasa digunakan untuk teknik ini. Teknik ini mempunyai kelemahan, yaitu over prediksi. Hal ini terjadi mungkin karena sensitivitas BIOCLIM pada data pencilan spesies pada ruang lingkungan atau karena interaksi antara variabel iklim yang tidak dipertimbangkan. Performa teknik ini sedang sampai rendah. 2. Logistic regression Teknik kedua terdiri atas pendekatan statistik tradisional. Secara umum, Model Linear telah banyak dikenal oleh para ahli ekologi, dianggap tidak sesuai untuk Universitas Sumatera Utara pemodelan sebaran spesies karena berasumsi variansnya homogen, hubungan antara variabel respon dan variabel bebas linear dan galat terdistribusi normal. Generalized linear models GLMs adalah perluasan dari model linear umum, yang memungkinkan untuk berbagai distribusi kesalahan dan mengendurkan asumsi linieritas dan homogenitas varians. 3. Maximum Entrophy Untuk model sebaran spesies menggunakan GLMs, catatan kejadian spesies ada dan tidak ada dicocokkan sebagai variabel respon dan variabel lingkungan sebagai variabel bebas. Model didasarkan pada data ada dan tidaknya spesies mempunyai distribusi galat yang binomial. Model ini dikenal sebagai model regresi logistik. GLMs secara umum mempunyai performa yang sangat bagus dibandingkan teknik pemodelan yang lain, tetapi relatif jelek dengan ukuran sampel yang sangat kecil. Penelitian dan review penggunaan GLMs telah dilakukan oleh Guisan dan Zimmermann 2000 dan Guisan et al. 2002. Generalized additive models GAMs adalah perluasan dari GLMs. GAMs juga mempunyai performa yang baik , hanya saja sensitif terhadap ukuran sampel yang kecil. Maxent merupakan metode yang didasarkan pada prinsip maksimum entropi, tujuannya adalah untuk menghasilkan sebuah prediksi yang sebisa mungkin sama dengan kendala bahwa nilai harapan dari masing masing variabel lingkungan harus sama dengan rata-rata empiris. Maxent hanya membutuhkan catatan keberadaan spesies, membandingkannya dengan sampel latar belakang secara acak dari semua grid cell pada lokasi penelitian. Maxent merupakan teknik pemodelan yang selalu konsisten memberikan performa yang terbaik. Aplikasi Universitas Sumatera Utara dan review Maxent telah dilakukan oleh Kumar dan Stohlgren 2009 dan Phillips et al. 2004. 4. Genetic Algorithm for Rule-set Prediction GARP GARP mengembangkan satu set pernyataan jika-maka aturan yang menentukan apakah spesies tersebut diperkirakan ada atau tidak sesuai dengan kondisi lingkungan dari sel grid tersebut. GARP menunjukkan performa campuran pada uji akurasi yang dilakukan. Ada yang menunjukkan performa yang akurat tapi ada juga yang menunjukkan performa yang relatif jelek dan cenderung over prediksi. Universitas Sumatera Utara

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Sekundur Resort Sei Betung, TNGL yang secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Resort Sei Betung berada pada posisi 3 o 52’26,83” - 4 o 2’46,32” LU dan 97 o 58’40,27” – 98 o

3.2 Obyek Penelitian

7’9,83” BT. Analisis data dilakukan di Laboratorium Tanah BPTP Sumatera Utara dan Laboratorium Pemetaan. Tata waktu penelitian selengkapnya, tercantum pada Lampiran 1. Obyek penelitian meliputi Daun Sang yang berada di Kawasan Hutan Sekundur, serta masyarakat yang bermukim di perkampungan sekitarnya. Perkampungan terdekat yang banyak memanfaatkan Daun Sang adalah Dusun Aras Napal Kanan dan Dusun Aras Napal Kiri, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa: Peta Rupa Bumi, Peta Administrasi, Peta Batas TNGL, Peta-peta tematik topografi, tutupan lahan, iklim, jenis tanah, jalan dan perkampungan serta data sosial ekonomi masyarakat. Alat yang digunakan berupa GPS, Luxmeter, Altimeter, peralatan untuk analisis vegetasi, peralatan untuk survei sosial ekonomi dan peralatan untuk pemasukan, pengolahan dan analisis data GIS. Universitas Sumatera Utara