BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sebaran dan Populasi Johannesteijsmannia altifrons
Daun Sang merupakan spesies yang unik dengan habitat yang spesifik. Total Daun Sang yang dijumpai sebanyak 93 individu, dengan variasi antara 1
sampai dengan 7 individu per plot. Berdasarkan pengamatan terhadap morfologi daunnya, terlihat ada dua jenis Daun Sang yang dijumpai. Jenis pertama berdaun
lebar, berbentuk diamon dengan tangkai daun yang tidak terlalu panjang, sedangkan yang lainnya daunnya mempunyai lebar yang lebih kecil dan
cenderung berbentuk lanset, daripada diamon. Masyarakat setempat juga membedakan dengan menyebutnya Sang Gajah untuk yang berdaun lebih lebar,
dan Sang Minyak untuk yang berdaun lanset. Namun menurut Basyuni et al. 2012, tidak terdapat perbedaan genetik di antara keduanya, hanya morfologi
daunnya saja yang berbeda. Kondisi Daun Sang yang ditemukan bervariasi, dari yang masih sangat
bagus, sampai yang kondisinya rusak akibat tertimpa rantingpohon yang patah atau adanya pengambilan daun oleh masyarakat. Karakteristik Daun Sang akan
didekati dengan melihat jumlah dan tingkat hidupnya, pola sebarannya, serta kondisi lingkungan fisik, biologi dan sosial yang mendukungnya.
4.1.1 Jumlah dan tingkat hidup Daun Sang
Menurut Rozainah dan Sinniah 2005 dan Rozainah 2007 Daun Sang dikategorikan semai dimulai sejak berkecambah sampai mempunyai 9 daun,
kategori juvenil bila jumlah daunnya mulai 10-18 daun dan kategori dewasa bila jumlah daunnya mulai 19-35 daun. Berdasarkan kategori tersebut, Daun Sang
yang dijumpai pada lokasi penelitian ini mencakup semua kategori tingkat hidup,
Universitas Sumatera Utara
yaitu semai sebanyak 25 individu, juvenil 51 individu dan dewasa sebanyak 17 individu.
Bila hanya membedakan tingkat hidup berdasarkan jumlah daun hidup pada tajuk saja, kurang mencerminkan seluruh pertumbuhan Daun Sang yang ada.
Pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap Daun Sang meliputi: pengukuran tinggi, diameter tajuk, jumlah helai daun pada tajuk baik yang masih
hidup maupun yang sudah mati, serta pengukuran masing-masing helai daun hidup yang ditemukan. Pengukuran helaian daun meliputi panjang pelepah,
panjang daun, lebar daun pada pangkal dan lebar daun pada tengah daun. Oleh karenanya dilakukan pengkategorian ulang berdasarkan kuantitatif pengukuran
yang dilakukan. Analisis dilakukan dengan SPSS 15, Classify-K-Means. Hasil
analisis dan kriteria pengelompokan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Setelah dilakukan klasifikasi ulang, ternyata terdapat beberapa perubahan tingkat hidup. Terdapat 4 individu yang tidak masuk ke tingkat hidup manapun,
karena data yang tidak lengkap, yaitu pada individu ke-21, 54, 83 dan 87. Klasifikasi ulang ini juga tidak mengubah klasifikasi awal terlalu banyak, data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Klasifikasi tingkat hidup Daun Sang berdasarkan jumlah helai
daun, ukuran daun, tinggi, dan diameter tajuk
No. Kategori Jumlah individu
Persentase 1.
Semai 29
31,2 2.
Juvenil 43
46,2 3.
Dewasa 17
18,3 4.
Rusak 4
4,3 Jumlah
93 100
Hasil analisis regresi linear berganda untuk faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan tingkat hidup Daun Sang menunjukkan bahwa model yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan cukup akurat dan signifikan, dengan nilai R² = 86. Hal ini berarti bahwa sebesar 86 pengklasifikasian tingkat hidup Daun Sang mampu dijelaskan
oleh faktor jumlah helai daun, panjang pelepah daun, panjang daun, lebar pangkal daun, lebar tengah daun, diameter tajuk dan tinggi. Faktor yang mempunyai
signifikansi sebagai penentu tingkat hidup adalah panjang pelepah, panjang daun dan diameter tajuk, sehingga model persamaannya adalah:
Y= 0,08X
1
+0,09X
2
+0,012X
3
-0,048X
4
+0,00X
5
-0,02X
6
-0,05X
7
dimana, -0,248
Y = tingkat hidup Daun Sang
X
1
X = panjang pelepah
2
X = panjang daun
3
X = diameter tajuk
4
X = tinggi
5
X = lebar tengah daun
6
X = lebar pangkal daun
7
= jumlah helai daun Dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, jumlah individu
Daun Sang ini relatif sedang. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di TNGL dengan luas plot 3 hektar, ditemukan 103 individu Siregar, 2005, setara dengan
34 individuha, relatif lebih sedikit jumlahnya. Penelitian Indriani et al. 2009 di Taman Nasional Bukit Tigapuluh relatif lebih banyak, dengan luas plot 0,24 ha
terdapat 46 individu, setara 192 individuha. Hanya saja penelitian-penelitian terdahulu tersebut tidak ada informasi tentang tingkat hidupnya. Dengan tidak
adanya pembedaan tingkat hidup, relatif sulit untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya fenomena tersebut secara akurat. Sedikitnya jumlah individu pada
inventarisasi tahun 2005 di TNGL, bisa dimungkinkan karena adanya pengambilan daun secara berlebihan, kurangnya pembungaan dan pembuahan,
pengambilan anakan alam, terjadi longsor, dan juga tertimpa pohon yang
Universitas Sumatera Utara
tumbang, serangan hama penyakit ataupun tingkat adaptasinya terhadap kondisi hutan pada saat itu relatif rendah. Sedangkan Daun Sang di TN Bukit Tigapuluh,
kemungkinan telah mengalami adaptasi yang lebih baik dan melihat dari laporan Indriani et al. 2009 dapat diperkirakan Daun Sang yang ditemukan berada pada
fase juvenil dan dewasa, mengingat hasil pengukuran daun terkecil dan terbesar berkisar antara panjang 180-257 cm dan lebar 56-98 cm. Namun hal tersebut juga
mengindikasikan kecenderungan regenerasi yang terputus. Apabila dibandingkan dengan keberadaan J. lanceolata di Malaysia,
jumlah individu yang ditemukan oleh Chan 2009 lebih sedikit, pada plot dengan luas 1,72 ha ditemukan 64 individu, setara 37 individuha. Namun penelitian
Rozainah dan Sinniah 2005 ditemukan jumlah individu lebih banyak, dengan luas plot 0,48 ha terdapat 82 individu, setara 171 individuha. Proporsi tingkat
hidup J. lanceolata pada penelitian Rozainah dan Sinniah 2005 hampir berimbang antara dewasa, juvenil dan semai, masing-masing 30, 21 dan 31
individu. Dengan kondisi tingkat hidup seperti itu dapat diasumsikan bahwa regenerasi dan pertumbuhannya cukup bagus, hanya saja terdapat kemungkinan
banyak gangguankematian pada fase semai ke juvenil, sedangkan setelah memasuki fase dewasa, kondisinya cukup stabil. Banyaknya fase dewasa
dibanding fase juvenil, mungkin berasal dari pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya yang telah ada. Di samping itu, Johannesteijsmannia tergolong
tumbuhan yang slow growing, sehingga dari fase semai menuju masak reproduktif diperlukan waktu sekitar 8 tahun.
Kondisi tersebut berbeda dengan J. altifrons yang ada di TNGL. Berdasarkan tingkat hidupnya, semai dijumpai dengan jumlah 29 individu atau
Universitas Sumatera Utara
setara 24 individuha, relatif lebih sedikit dibandingkan J. lanceolata. Gambar
Daun Sang pada tingkat semai, dapat dilihat pada Gambar 4.1. Penyebab
terdapatnya sedikit jumlah individu pada fase ini, ada beberapa kemungkinan: 1. Relatif sedikit terjadi pembungaan dan pembuahan, sehingga
kontinyuitas benih sebagai calon individu baru terbatas hanya dijumpai 2 individu berbunga. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Mogea et al. 2001 bahwa buah yang masak jarang ditemukan dan diperkirakan musim berbuah berlangsung setiap empat tahun sekali
2. Keberhasilan pembuahan relatif sedikit, banyak buah yang kering dan mati. Hal ini didukung oleh penelitian Chan et al. 2011 yang
menyatakan bahwa aborsi bunga sangat tinggi 90 dan terjadinya buah yang masak sangat rendah 0,05
3. Waktu pemasakan buah lama, sekitar 9 bulan Dransfield et al., 2008 4. Memerlukan agen pemencar benih untuk distribusi benihnya, karena
buah tidak dapat lepas sendiri walaupun sudah masak Chan, 2009 5. Tidak dapat berkecambah bila berada dekat induknya, karena adanya
kompetisi dengan induknya Chan, 2009.
Gambar 4.1. Daun Sang pada tingkat hidup semai
Universitas Sumatera Utara
Apabila benih sudah berkecambah, perkembangan selanjutnya nampaknya tidak terlalu banyak kendala, asalkan persyaratan faktor fisiknya terpenuhi.
Terbukti dengan banyaknya individu pada tingkat hidup juvenil. Jumlah juvenil sebanyak 43 individu atau setara dengan 36 individuha, menandakan tingkat
survival yang cukup tinggi, walaupun dalam perjalanan waktu, terdapat gangguan baik dari gangguan hama ulat daun menjadi terpotong, pengambilan daun oleh
masyarakat, kerusakan daun dan individu akibat tertimpa cabang, batang bahkan pohon yang tumbang. Hal ini dimungkinkan, karena memang posisi Daun Sang
berada di bawah tajuk tumbuhan lain. Tingginya jumlah juvenil dibandingkan semai, mungkin berasal dari pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya yang
telah ada. Gambar Daun Sang pada tingkat juvenil dapat dilihat pada Gambar 4.2
.
Gambar 4.2. Daun Sang pada tingkat hidup juvenil
Tingkat dewasa dijumpai paling sedikit jumlah individunya, yaitu sebanyak 17 individu atau setara 14 individuha. Gambar Daun Sang pada tingkat
hidup dewasa dapat dilihat pada Gambar 4.3. Rozainah dan Sinniah 2005 dan
Rozainah 2007 menjelaskan untuk J. lanceolata, bahwa pertumbuhan daun baru pada fase ini relatif lebih cepat yaitu antara 2,6 – 3,3 daun per tahun dan
mempunyai umur hidup daun paling lama, yaitu 8,8 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Daun Sang pada tingkat hidup dewasa
Pengamatan di lapangan menunjukkan jumlah daun masih berkisar antara 19-29 helai per tajuk, belum terlalu lebat, sedangkan panjang daun antara 195,63-
272,57 cm, panjang pelepah daun antara 88,5-157,71cm dan diameter tajuk antara 15,9-63,59 cm . J. altifrons dewasa dapat mencapai 100 daun per individu. Di
duga bahwa banyaknya kerusakan dan akhirnya menuju kematian banyak terjadi pada fase juvenil menuju fase dewasa, dengan kata lain, persaingan untuk menuju
fase dewasa sangat ketat, sehingga individu yang dapat bertahan sampai fase dewasa relatif sedikit. Biasanya pada fase ini juga paling banyak dilakukan
pengambilan daun oleh masyarakat, sebab daun telah berumur tua ditandai dengan bercak-bercak putih sehingga mempunyai tingkat keawetan yang tinggi
apabila dipergunakan. Hal lainnya, jumlah daun jauh lebih banyak dibanding fase juvenil, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengambil dalam jumlah
banyak, dengan meninggalkan 3-4 helai daun pada tajuknya. Grafik tingkat hidup
Daun Sang setelah klasifikasi ulang, dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4. Tingkat hidup Daun Sang
Regenerasi yang baik di hutan alam, mengikuti kurva J terbalik, jumlah semai ditemukan dalam jumlah paling besar, dan semakin menurun seiring
dengan semakin meningkatnya tingkat hidup. Namun pada tingkat hidup Daun Sang di TNGL ini dijumpai pola sebaran umur dimana semai sedikit, juvenil
banyak dan dewasa sedikit. Menurut Odum 1993 sebaran seperti ini termasuk pola poligon berbentuk kendi yang menunjukkan persentase rendah pada individu
muda. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa poligon bentuk kendi umumnya merupakan ciri khas bagi populasi yang menurun atau yang senil atau tua. Dengan demikian
terlihat adanya ancaman serius penurunan populasi Daun Sang, yang apabila tidak segera ditindaklanjuti akan semakin meningkatkan status kelangkaannya dan
semakin cepat menuju kepunahan di alam. Menurut Mogea et al. 2001, status kelangkaan Daun Sang adalah Rawan, VUD2, yang artinya jumlah populasi
diperkirakan sangat kecil, terbatas, dicirikan oleh terbatasnya wilayah yang ditempati yaitu kurang dari 100 km
2
atau jumlah lokasi kurang dari 5 lokasi. Takson ini cenderung dipengaruhi oleh ulah manusia atau peristiwa stokastik
yang dampaknya diperburuk lagi oleh kegiatan manusia dalam waktu singkat, dan kemudian bisa dimasukkan ke dalam kategori CR criticalkritis atau bahkan
EX extinctpunah.
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Pola Penyebaran Daun Sang