Aspek Geografi dan Demografi

Luas Lahan Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2015

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐6

Lahan Pertanian

Lahan

Jumlah No Kabupaten/Kota

Sawah (Ha)

Bukan

Pertanian (Ha)

Sawah (Ha)

33.798 127,388 17 Bandung Barat

26.102 101.092 19 Kota Bogor

9.032 11.148 20 Kota Sukabumi

2.863 4.800 21 Kota Bandung

15.134 16.731 22 Kota Cirebon

2.712 3.756 23 Kota Bekasi

16.150 21.049 24 Kota Depok

17.390 20.029 25 Kota Cimahi

3.742 4.167 26 Kota Tasikmalaya

4.679 17.156 27 Kota Banjar

Jawa Barat

Sumber: Jawa Barat dalam Angka Tahun 2017

2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP Bodebekpunjur, WP Purwasuka, WP Ciayumajakuning, WP Priangan Timur dan Pangandaran, WP Sukabumi dan sekitarnya, serta WP Kawasan Khusus (KK) Cekungan Bandung, dengan potensi masing-masing wilayah adalah:

a. WP Bodebekpunjur, yang mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor dan sebagian Kabupaten Cianjur (Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐7

Sukaresmi dan Kecamatan Cipanas). Wilayah ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam sektor pariwisata, industri manufaktur, perikanan, perdagangan, jasa, pertambangan, agribisnis dan agrowisata.

b. WP Purwasuka, yang meliputi daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Wilayah ini memiliki potensi pengembangan pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, bisnis kelautan, industri pengolahan, pariwisata, dan pertambangan.

c. WP Ciayumajakuning, yang mencakup Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon.

d. Wilayah ini merupakan wilayah yang potensial untuk dikembangkan dalam sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan, dan pariwisata.

e. WP Priatim–Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Wilayah ini memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, dan pertambangan mineral.

f. WP Sukabumi, wilayahnya mencakup Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Wilayah ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, bisnis kelautan, dan pertambangan mineral.

g. WP Kawasan Khusus Cekungan Bandung, yang meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung dan sebagian Kabupaten Sumedang (Kecamatan Jatinangor, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Pamulihan). Wilayah ini memiliki potensi pengembangan pada sektor pertanian hortikultura, industri non-polutif, industri kreatif, perdagangan dan jasa, pariwisata, dan perkebunan.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐8

Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan sebagian wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari ancaman bencana alam. Jawa Barat secara geologi terletak di sebelah utara lajur pertemuan dua lempeng aktif yang saling bertumbukan. Kedua lempeng tektonik yang saling bertumbukan tersebut adalah lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eropa-Asia. Sumber-sumber potensi penyebab bencana alam di Jawa Barat yang perlu diwaspadai adalah 7 gunung api aktif, 5 sesar aktif serta aktivitas lempeng tektonik di selatan Jawa Barat. Oleh karenanya, bahaya lingkungan beraspek geologi yang sering terjadi di Jawa Barat antara lain masalah kegempaan, letusan gunungapi dan aliran lahar, longsor (gerakan tanah), perubahan garis pantai dan Erosi tebing sungai. Sumber penyebab bencana lainnya adalah tingginya intensitas curah hujan yang memicu gerakan tanah terutama di wilayah Jawa Barat bagian selatan, serta banjir di wilayah pantai utara dan Cekungan Bandung.

a. Gempa Bumi

Bencana gempa bumi guncangan tanah menempati urutan pertama sebagai bencana perusak, diikuti oleh gerakan tanah dan pelulukan. Patahan permukaan dan tsunami sangat jarang terjadi disebabkan kekuatan gempabumi di Jawa Barat umumnya lebih kecil dari 6 pada Skala Richter. Gempabumi tektonik Jawa Barat berasal dari dua sumber yakni sumber gempabumi penunjaman dan sumber gempabumi sesar aktif. Bencana dan risiko yang diakibatkan oleh kedua sumber gempabumi tersebut, dikontrol oleh kekuatan gempabumi, kedalaman gempabumi, jarak pusat gempabumi, kondisi geologi, kepadatan penduduk serta infrastruktur.

Pada tahun 2014, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) memetakan kawasan rawan bencana gempa bumi di Jawa Barat yang menghasilkan kategori rawan gempa bumi menengah (66%) dan tinggi (34%). Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa seluruh wilayah Jawa Barat berpotensi rawan terjadi gempa bumi, namun gempa bumi dengan kategori tinggi terjadi hanya di 1/3 wilayah Jawa Barat.

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐9

Gambar 2.2

Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi Provinsi Jawa Barat

Sumber : Badan Geologi Tahun 2016

b. Gerakan Tanah

Pada tahun 2016, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) memetakan zona rawan pergerakan tanah di Jawa Barat yang terbagi ke dalam 4 kategori berikut.

1. Sangat Rendah Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk

terkena gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai.

2. Rendah Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena

gerakan tanah. Umumnya pada Zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali.

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐10

3. Menengah Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk

terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau jika lereng mengalami gangguan.

4. Tinggi Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terkena

gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat.

Gambar 2.3

Peta Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Geologi Tahun 2016

Lebih dari 2/3 dari wilayah Jawa Barat dikategorikan berpotensi rawan bencana gerakan tanah. Seluruh bagian selatan Jawa Barat berpotensi akan bencana ini. Sedangkan bagian utara Jawa Barat tidak terancam akan potensi dari bahaya gerakan tanah ini. Adapun proporsi dari masing-masing kategori adalah:

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐11

 25,9% sangat rendah;  25,5% rendah;  40,4% menengah; dan  7,3% tinggi.

c. Letusan Gunung Api

Berdasarkan peta terkait kawasan rawan bencana gunung api di Jawa Barat yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG), terdapat dua tipe letusan, yakni letusan tipe A dan letusan tipe B. Yang membedakan kedua jenis letusan tersebut adalah catatan sejarah letusannya. Untuk tipe A berati terdapat catatan sejarah letusan minimal 1 kali terhitung semenjak tahun 1600, sedangkan untuk tipe B berati belum terdapat catatan sejarah letusan minimal 1 kali terhitung semenjak tahun 1600.

Adapun gunung-gunung di Jawa Barat yang tergolong pada gunung api tipe A adalah Ciremai (Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kota Cirebon), Galunggung (Kabupaten dan Kota Tasikmalaya), Guntur (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut), Papandayan (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut). Talagabodas, dan Wayang Windu. Gunung Gede (Kabupaten Cianjur, Kabupaten dan Kota Sukabumi), Patuha (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur), dan Salak (Kabupaten dan Kota Bogor, serta Kabupaten Sukabumi) tergolong pada tipe B. Di samping itu, masing-masing gunung memiliki lokasi-lokasi tertentu dengan rawan bencana gunung api kategori I, II, dan III.

 Kategori I: berpotensi terhadap aliran lahar hujan;  Kategori II: berpotensi terlanda aliran awan panas, lava, dan lahar

hujan; serta  Kategori III: yang selalu terancam aliran awan panas, lava, dan gas beracun.

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐12

Gambar 2.4

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Geologi Tahun 2016

d. Tsunami

Palabuhan ratu (Kabupaten Sukabumi), Pangandaran (Kabupaten Pangandaran), dan Kabupaten Tasikmalaya secara geologis rentan terhadap bencana alam pesisir tsunami. Pada tanggal 17 Juli 2006 pada jam 15.19 WIB telah terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Bencana alam tersebut sebagai akibat dari terjadinya gempa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR) yang berdampak pada naiknya air laut setinggi 1 hingga 7 meter. Air laut pasang mengarah ke pantai beradius 500 m ke arah darat.

Berdasarkan peta kawasan rawan bencana tsunami di Jawa Barat yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG), terdapat tiga tingkat kerawanan yakni rendah (26,5%), menengah (34,5%), dan tinggi (40%). Adapun kecamatan-kecamatan yang terancam akan bencana tsunami ini di Jawa Barat adalah:

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐13

 Kabupaten Pangandaran: Cijulang, Cimerak, Kalipucang, Pangandaran, Parigi, dan Sidamulih;  Kabupaten Sukabumi: Ciemas, Cikakak, Cisolok, Palabuhanratu, dan

Simpenan;  Kabupaten Tasikmalaya: Ciaklong dan Cimerak. Walaupun tsunami jarang terjadi, namun daya hancurnya yang besar membuatnya harus diperhitungkan. Tsunami umumnya disebabkan oleh gempabumi dasar laut. Sekitar 70 persen gempa bumi tektonik terjadi di dasar laut yang berpotensi menyebabkan tsunami (tsunamigenik). Kriteria terjadinya tsunami adalah magnituda gempa harus lebih besar dari

6 SR, gerakan kulit bumi ke arah atas (up thrusting) dan kedalaman gempabumi kurang dari 80 kilometer, memiliki topografi dasar laut relatif landai (lebih kecil dari 600). Jarak sumber gempa terhadap pantai di semua kelompok pantai rata-rata kurang dari 300 kilometer, sedangkan kecepatan rambat tsunami mencapai 600-700 kilometer per jam, maka tsunami datang dengan sangat cepat.

Gambar 2.5

Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Geologi Tahun 2016

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐14

2.1.4. Demografi

Kondisi demografis suatu daerah secara umum tercermin melalui jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, struktur penduduk, sebaran penduduk serta ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil proyeksi BPS, jumlah penduduk Jawa Barat Tahun 2017 mencapai 48.037.827 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,39 persen, menurun sebesar 0,04 persen bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2016.

Penduduk terbanyak pada tahun 2017 berada di Kabupaten Bogor, sebanyak 5.715.009 jiwa atau 11,90 persen, diikuti dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bekasi. Daerah yang paling sedikit penduduknya adalah Kota Banjar yaitu sebanyak 182,388 jiwa atau 0,38 persen dari total jumlah penduduk Jawa Barat.

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

No Uraian

1 Jumlah Penduduk 45.340.799 46.029.668 46.709.569 47.379.389 48.037.827 (jiwa)

Laki-laki (jiwa) 23.004.158 23.345.033 23.680.927 24.011.261 24.355.331 Perempuan (jiwa)

22.336.641 22.684.635 23.028.642 23.368.128 23.702.496 2 Laju Pertumbuhan

1.77 1.52 1.47 1.43 1.39 Penduduk (%) 3 Kepadatan Penduduk (jiwa/km)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat dan Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016 dan Indikator Statistik Terkini Provinsi Jawa Barat Tahun 2018

Hampir 72,5 persen penduduk Jawa Barat tinggal di daerah perkotaan sebagai akibat masuknya industri yang mendorong urbanisasi. Daerah penyanggah ibukota seperti Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi dan Kota Bekasi menyumbang hampir sepertiga (31,64 persen) dari total penduduk Jawa Barat.

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐15

Tabel 2.4

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Kepadatan No

Luas wilayah (Km 2 )

Penduduk (orang)

Kabupaten/ Penduduk Kota

Penduduk (orang/km 2 2

Km % Terhadap

% Terhadap

Jumlah

Luas Jabar

) Total Jabar

2.753 17 Bandung Barat 1.305,77

389 19 Kota Bogor

2.25 8.985 20 Kota Sukabumi 48,25

0.68 6.655 21 Kota Bandung 167,67

5.26 14.854 22 Kota Cirebon

0.66 8.311 23 Kota Bekasi

5.88 13.490 24 Kota Depok

4.60 10.833 25 Kota Cimahi

27 Kota Banjar

Jawa Barat

Sumber: Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2017

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐16

Kepadatan penduduk di Jawa Barat terus meningkat, dari 1.320 jiwa

per km 2 di tahun 2015 menjadi 1.339 jiwa per km 2 di tahun 2016. Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk di tahun, angka tertinggi berada di Kota Cimahi, 15.127 orang/km 2 , dan terendah di Kabupaten Pangandaran, 389 orang/km 2 . Apabila ditinjau berdasarkan kelompok umur, maka penduduk Jawa Barat tahun 2017 paling banyak berumur 0-

4 tahun yaitu 4.358.598 jiwa, diikuti dengan kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 4.274.317 jiwa.

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Jenis Kelamin

Kelompok Umur Jumlah (jiwa)

Laki-Laki

Perempuan

0-4 2.226.442 2.132.158 4,358,598 5-9

1.067.165 1.035.235 2,102,400 60-64 802.703 762.705 1,565,408 65-69 534.343 537.177 1,071,520 70-75 341.322 332.281 723,603

75+ 343.942 458.549 802,491 Jumlah 24.355.331 23.702.496 48.037.827 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2018

BAB