Aspek Daya Saing Daerah

2.4. Aspek Daya Saing Daerah

Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Suatu daya saing (competitiveness) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. Aspek daya saing daerah terdiri dari kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah dan infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya manusia.

2.4.1. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Perbulan

Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa atraktif tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin besar rasio atau

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐105 II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐105

Selain itu, pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, dimana semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan.

Tabel 2.108

Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Jenis Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan (rupiah) Persentase Pengeluaran (%) Pengeluara

Sumber: Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Berdasarkan data beberapa tahun terakhir dapat dilihat bahwa pengeluaran rata-rata perkapita sebulan penduduk Jawa Barat meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 rata-rata pengeluaran perkapita sebulan sebesar Rp. 729.315, terus meningkat sehingga mencapai sebesar Rp. 1.103.337 di tahun 2017.

Persentase pengeluaran untuk makanan tertinggi sebesar 51.01 persen di tahun 2017, terendah sebesar 47.48 persen di tahun 2015. Sedangkan

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐106 II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐106

2.4.2. Nilai Tukar Petani

Indikator kinerja daerah urusan pertanian provinsi Jawa Barat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan indikator yang memberikan gambaran bagaimana kehidupan petani ditopang oleh usaha sektor pertaniannya. Nilai tukar petani memperlihatkan dua sisi kehidupan petani yaitu yang pertama sisi pendapatan petani yang menopang seluruh pembiayaan hidup rumah tangga petani dari hasil penjualan produk pertaniannya. Sisi yang kedua adalah sisi pengeluaran untuk kelangsungan rumah tangga petani.

Pengertian dari nilai NTP adalah sebagai berikut ini:  NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik

lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.

 NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan

harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.

 NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi

relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya .

NTP di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2012-2017 diperlihatkan di tabel berikut ini.

Tabel 2.109

NTP di Provinsi Jawa Barat 2012-2017

109 – NTP - 105,16 105,06 104,31 108,39 110

Sumber: LKPJ Provinsi Jawa Barat Tahun 2016-2017, dan *) Indikator Statistik Terkini Provinsi Jawa Barat Tahun 2018

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐107

NTP Provinsi Jawa Barat tahun 2015, 2016 dan 2017 tergolong lebih tinggi (4,21 poin, 2,66 poin, dan 5,33 poin) dibandingkan NTP Nasional pada tahun 2015, 2016 dan 2017 sebesar 101,59, 101,65 dan 103,06. Pada tahun 2017 NTP Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan menjadi 108,39.

Fluktuatifnya perkembangan NTP menunjukkan harga-harga komoditas pertanian yang sangat kental dengan faktor musiman, harga meningkat apabila jumlah produksi sedang mengalami penurunan seperti pada musim kemarau, musim angin barat saat gelombang laut meningkat produksi ikan menurun, sebaliknya harga akan menurun apabila persediaan komoditas di sentra-sentra pertanian melimpah karena musim panen. Hal ini mengakibatkan take home pay petani tidak tetap untuk jumlah produksi yang diasumsikan sama seperti produksi pada tahun dasar 2007.

2.4.3. Angka Kriminalitas

Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu bulan pada tahun tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa tindak kriminalitas untuk berbagai kategori seperti curanmor, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya. Indikator ini berguna untuk menggambarkan tingkat keamanan masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka semakin tinggi tingkat keamanan masyarakat.

Jumlah tindak pidana kriminalitas dan penyelesiaan tindak pidana kriminalitas di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 2.110

Jumlah Tindak Pidana Kriminalitas

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016

No Uraian

1 Jumlah Tindak Pidana -- 23.485 24.461 23.777 Kriminalitas

Persentase Penyelesaiaan 2 -- 50,64 52,82 49,17 Tindak Pidana Kriminalitas

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2017

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐108

Jumlah tindak pidana kriminalitas di Provinsi Jawa Barat sebanyak 23.485 kasus di tahun 2014, meningkat menjadi 24.461 kasus di tahun 2015, kemudian turun menjadi 23.777 kasus di tahun 2016 dan meningkat kembali di tahun 2017 menjadi 24.689 kasus.

Persentase penyelesaiaan tindak pidana kriminalitas di Provinsi Jawa Barat sebesar 50,64 persen di tahun 2014, naik menjadi 52,82 persen di tahun 2015, kemudian turun menjadi 49,17 persen di tahun 2016, naik kembali di tahun 2017 menjadi 60,84 persen. Persentase penyelesaiaan tindak pidana kriminalitas di Provinsi Jawa Barat selama periode tahun 2014-2017 masih cukup rendah.

2.4.4. Jumlah Demo

Jumlah demonstrasi adalah jumlah demonstrasi yang terjadi dalam periode 1 (satu) tahun. Unjuk rasa atau demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Aksi demontrasi yang aman dan tertib tentu tidak akan menimbulkan kerugian. Namun, memonstrasi akan merugikan banyak pihak apabila dilakukan secara anarkis dan berlebihan bahkan kerugian yang ditimbulkan dapat merugikan masyarakat secara luas.

2.4.5. Rasio Ketergantungan

Masalah ketenagakerjaan tidak hanya melihat dari TPT dan jumlah penduduk bekerja, namun perlu diperhatikan pula aspek kualitas ketenagakerjaan. Salah satunya adalah dengan memperhatikan rasio ketergantungan. Angka Beban Ketergantungan (Dependency ratio) merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tinggi persentase angka beban ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan

BAB

II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐109 II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II ‐109

Dampak keberhasilan pembangunan kependudukan juga dapat dilihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur seperti tercermin angka beban ketergantungan akan memberikan kesempatan yang semakin besar bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitasnya.

Tabel 2.111