Permasalahan Bidang Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

B. Permasalahan Bidang Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

1. Bidang Pendidikan Permasalahan pendidikan di Jawa Barat antara lain: (1) Menurunnya Angka Partisipasi Kasar untuk jenjang SMA/MA/SMK (2) Menurunnya Angka Partisipasi Murni untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK; (3) Putus sekolah atau tidak

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐8 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐8

1) Tidak meratanya ketersediaan guru di daerah terpencil

2) Alih kelola menimbulkan permasalahan dalam pengelolaan guru

termasuk guru honorer di jenjang pendidikan menengah

3) Masih banyaknya sekolah yang terakreditasi C

4) Masih banyak sekolah yang belum terakreditasi

5) Nilai rata-rata uji kompetensi guru masih relatif rendah

6) Nilai rata-rata ujian nasional masih rendah

7) Belum sinergisnya pembagian tata kelola pendidikan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terkait dengan kewenangan

8) Rendahnya tingkat partisipasi pendidikan di tingkat pendidikan menengah

9) Program dan kegiatan masih belum menyasar peningkatan mutu dan daya saing pendidikan

10) Pengangguran terbesar memiliki pendidikan tertinggi pendidikan menengah

11) Masih belum meratanya akses dan partisipasi pendidikan terutama di pendidikan menengah dan tinggi

12) Masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dan kualitas dan relevansi

13) Tata kelola pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam rangka peningkatan daya saing

14) Rendahnya minat baca masyarakat Jawa Barat

2. Bidang Kesehatan Permasalahan kesehatan yang masih ditemui di Provinsi Jawa Barat meliputi: (1) Indeks Kesehatan belum optimal dan masih perlu ditingkatkan, dengan capaian tertinggi sebesar 81,08; (2) Rasio per satuan posyandu 1:14 di tahun 2016 yang lebih rendah dari tahun 2015 dengan rasio per satuan posyandu 1:15. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa akar permasalahan dari belum bidang kesehatan, antara lain:

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐9

1) Masih tingginya AKI AKB.

2) Jumlah kelahiran yang masih tinggi.

3) Jumlah kematian ibu dan bayi masih banyak.

4) Masih tingginya penyakit menular dan tidak menular.

5) Masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat.

6) Masalah gizi masyarakat.

7) Jumlah kasus TB MDR tinggi dan trennya cenderung meningkat.

8) Jumlah gangguan mental di Jawa Barat tinggi dan di atas angka nasional.

9) Jumlah perokok di Jawa Barat tinggi

10) Jumlah peserta BPJS (kapitasi) di Puskesmas menumpuk

3. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Permasalahan pada bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, yaitu:

a. Kondisi baik jaringan irigasi kewenangan provinsi baru mencapai 72,06 persen di tahun 2016. Sekitar 27,94 persen irigasi dalam kondisi rusak berat dan ringan, hal ini disebabkan karena sebagian besar bersumber dari tinggi dan rentannya kejadian bencana alam di Provinsi Jawa Barat.

b. Menurunnya Rasio Ruang Terbuka Hijau Per Satuan Luas Wilayah ber HPL/HGB. Rasio Ruang Terbuka Hijau Per Satuan Luas Wilayah ber HPL/HGB di tahun 2014 sebesar 29,09 persen, tetap di tahun 2015 menjadi 29,09 persen dan menurun di tahun 2016 menjadi 21,46 persen.

c. Cakupan pelayanan air minum belum optimal dan masih perlu ditingkatkan untuk pencapaian target Universal Access. Kondisi saat ini pelayanan air minum mencapai 71,16 persen. Akar masalah terkait masalah cakupan pelayanan air minum, antara lain:

1) Kualitas air baku rendah dan kuantitas air baku berfluktuasi di beberapa tempat.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐10

2) Sebaran sumber air baku tidak merata berdasarkan pemusatan penduduk, sehingga pendistribusian air minum belum optimal.

3) Kinerja kelembagaan belum menerapkan prinsip good governance sehingga pengelolaan sistem tidak optimal, baik di PDAM maupun pada lembaga pengelola SPAM yang dikelola masyarakat.

4) Keterbatasan pendanaan APBD untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum.

5) Belum semua Pemerintah Kab/Kota memiliki kebijakan dan rencana pemenuhan kebutuhan air minum.

d. Cakupan pelayanan air limbah domestik baru mencapai 65,64 persen di tahun 2016. Akar masalah dari cakupan pelayanan air limbah domestik yang belum optimal, yaitu:

1) Masih tingginya angka BABS.

2) Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang PHBS, terutama menyangkut limbah.

3) Rendahnya komitmen kepala daerah terhadap pentingnya mendidik masyarakat untuk ber-PHBS.

4) Masih rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur pengolahan limbah setempat.

5) Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

6) Belum ada unit kerja khusus untuk pengelolaan limbah.

7) Masih rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur pengolahan limbah setempat.

8) Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

9) Belum ada unit kerja khusus untuk pengelolaan limbah.

10) Masih rendahnya tingkat pelayanan limbah terpusat.

11) Tingginya pencemaran lingkungan akibat limbah yang tidak

terolah di IPAL dan IPLT dan/atau kebocoran tangki.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐11

12) Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

13) Terbatasnya pendanaan di tingkat kab/kota untuk pembangunan infrastruktur pengolahan limbah sistem terpusat.

14) Rendahnya komitmen kepala daerah terhadap pengelolaan limbah.

e. Tingkat kemantapan jalan provinsi mencapai 98,01 persen di tahun 2016. Untuk mengoptimalkan kenyamanan dan kelancaran lalu lintas, maka kondisi jalan masih perlu ditingkatkan lagi. Akar masalah dari kondisi jalan yang belum optimal, antara lain:

1) Jaringan jalan belum merata, ketimpangan kawasan jalur utara, tengah dan selatan, sehingga tingkat mobilitas antar terbatas

2) Umur teknis layanan jalan sudah terlampaui.

3) Terdepresiasi oleh bencana alam, dan overload MST

f. Cakupan pelayanan persampahan perkotaan mencapai 66,26 persen di tahun 2016. Akar masalah terkait belum optimalnya pelayanan persampahan perkotaan, antara lain:

1) Perilaku masyarakat membuang sampah sembarang serta belum ada kesadaran dalam mengurangi dan memilah sampah (3R).

2) Belum memadainya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan terpadu (pada sumber, TPS, TPA, dan pengangkutan dari hulu ke hilir).

3) Pengelolaan persampahan berorientasi 3R (dari hulu ke hilir) yang belum efektif dan terpadu.

4. Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman Cakupan rumah layak huni di Jawa Barat sebesar 92,78 persen di tahun 2016, ini berarti masih belum mencapai target RPJMD 2013-2018 sebesar 93,30-93,89 persen. Akar masalah terkait belum tercapainya target pelayanan rumah layak huni, antara lain:

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐12 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐12

b. Persoalan penyediaan tanah untuk rumah MBR: keterbatasan dan mahalnya harga lahan, pembangunan rumah bagi MBR yang sesuai dengan batas harga pemerintah berlokasi jauh dari perkotaan dan tempat kerja, dan belum ada intervensi pemerintah untuk penyediaan tanah bagi pembangunan perumahan dan mengendalikan harga lahan.

c. Implementasi kebijakan penyediaan rumah MBR di tingkat pusat tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.

d. Tahapan perizinan pembangunan PKP tidak transparan dan accountable.

e. Pelayanan PSU yang tidak memenuhi standar, berpotensi

menimbulkan penurunan kualitas lingkungan permukiman.

f. Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomi untuk meningkatkan kualitas rumahnya.

g. Dukungan PSU yang terbatas karena belum menjadi aset pemerintah dikarenakan pengembang belum menyerahkan asetnya yang disebabkan prasyarat untuk serah terima belum terpenuhi.

h. Pembangunan perumahan belum sejalan dengan rencana pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RTRW/RDTR karena dalam beberapa kasus belum ada dokumennya.

5. Bidang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat Masalah ketentraman dan ketertiban umum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kehidupan politik yang diarahkan untuk mewujudkan demokrasi masih dimaknai sebagai kebebasan semata oleh sebagian masyarakat yang seringkali dapat mengganggu kelompok masyarakat lainnya yang mempengaruhi kondisi ketentraman dan ketertiban umum. Dalam aspek hukum, penegakkan hukum yang lemah dan tidak konsisten mempengaruhi pula kondisi ketentraman dan ketertiban masyarakat.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐13

Tingkat kriminalitas dan pelanggaran hukum lainnya masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena Jawa Barat merupakan daerah penyangga ibu kota negara dan lintasan Jawa Sumatera. Jumlah penduduk yang besar dan heterogen, terdapatnya obyek vital nasional, daerah kunjungan wisata, daerah pendidikan dan industri serta banyaknya permasalahan kepemilikan lahan. Di samping itu protes ketidakpuasan terhadap suatu masalah yang mengarah pada perusakan fasilitas umum seringkali terjadi. Namun secara keseluruhan sikap masyarakat untuk mendukung terciptanya tertib sosial melalui upaya mewujudkan ketentraman dan ketertiban cukup baik.

6. Bidang Sosial Permasalahan bidang sosial, yaitu kecenderungan meningkatnya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Hal ini disebabkan oleh: (1) Masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran;(2) Belum optimalnya penanganan bencana sosial; (3) Masih rendahnya penanganan kasus-kasus kekerasaan anak, perempuan dan human trafficking; (4) Belum optimalnya penanganan PMKS melalui rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, penanganan Fakir Miskin serta Perlindungan dan Jaminan Sosial; (5) Masih rentan terhadap konflik sosial; (6) Kurangnya pemanfaatan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).

7. Bidang Tenaga Kerja Permasalahan terkait tenaga kerja adalah: (1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang rendah sebesar 60,65 persen di tahun 2016; (2) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang tinggi sebesar 8,89 persen di tahun 2016. Akar permasalahan TPAK yang masih rendah, antara lain:

1) Lapangan kerja terbatas

2) Kompetensi angkatan kerja tidak sesuai kebutuhan kerja. Sedangkan akar permasalahan TPT, antara lain:

1) Banyak PHK

2) Lapangan kerja terbatas

3) Kompetensi angkatan kerja tidak sesuai kebutuhan kerja

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐14

4) Kurangnya minat pencari kerja untuk usaha mandiri

5) Angka EPR Provinsi Jawa Barat rendah

6) Proporsi penduduk bekerja yang tergolong "pekerja rentan/vulnerable employment" cukup tinggi lebih dari 50 persen.

7) Penduduk perempuan yang bekerja di bawah 35 jam per minggu lebih tinggi dibanding laki-laki (pekerja perempuan mengalami peningkatan)

8) Masih tingginya penduduk yang bekerja di sektor informal.

9) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) banyak didominasi lulusan SMK akibat missmatch (tidak sesuai) dengan kebutuhan industri atau perusahaan.

10) Status pekerjaan utama yang berusaha sendiri di provinsi Jawa Barat cukup besar.

11) Pencari kerja lebih memilih bekerja di perkotaan dibanding pedesaan

12) Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian mengalami penurunan

8. Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak Beberapa hal yang menjadi permasalahan terkait pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, yaitu:

a. Partisipasi perempuan di lembaga pemerintah pada beberapa tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan. Hal ini ditandai dengan partisipasi perempuan di lembaga pemerintah pada tahun 2016 sebesar 29,99 persen. Namun hal ini masih perlu ditingkatkan di tahun-tahun mendatang, sehingga peran serta perempuan dalam pemerintahan semakin nyata.

b. Sampai saat ini tahun 2016, partisipasi angkatan kerja perempuan di Jawa Barat mencapai 40,30 persen. Angka ini perlu terus ditingkatkan sebab pada tahun 2012 angka tersebut telah mencapai 43,51 persen.

c. Indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) selama tahun 2012-2016 mengalami fluktuasi. Angka tertinggi di tahun 2013

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐15 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐15

1) Kualitas tenaga kerja perempuan masih rendah.

2) Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang rendah.

3) Diskriminasi pengupahan sektor informal terhadap perempuan.

9. Bidang Pangan Permasalahan di bidang pangan adalah: (1) Skor PPH yang menurun setiap tahun sebesar 0.71 persen (2). Rata-rata konsumsi ikan masyarakat di Jawa Barat masih relatif rendah jika dibandingkan dengan standar World Health Organization (WHO) yaitu 36 kg/kapita/tahun. Akar permasalahan di bidang pangan, antara lain:

1) Ketersediaan pangan di Jawa Barat masih mengalami ketimpangan.

2) Terjadi penurunan persentase konsumsi terhadap produksi pangan pada tahun 2014-2016.

3) Kemandirian pangan di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat sebanyak 52% masih dalam kondisi defisit.

10. Bidang Pertanahan Beberapa tahun terakhir indikator luas lahan bersertifikat di Jawa Barat tidak banyak menunjukkan peningkatan. Kondisi 3 (tiga) tahun terakhir bahkan cenderung turun. Persentase Luas Lahan Bersertifikat di tahun 2014 sebesar 37,96 persen mengalami penurunan di tahun 2015 menjadi 29,12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan penguasaan lahan tidak dibarengi dengan sertifikasi lahan tersebut. Kondisi ini membaik di Tahun 2016 menjadi 37,19 persen. Namun kondisi ini masih jauh dari kondisi ideal, sehinggga masih menjadi permasalahan yang membutuhkan penanganan lebih baik.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐16

11. Bidang Lingkungan Hidup Pada urusan lingkungan hidup ditandai oleh beberapa permasalahan, yaitu:

a. Belum tercapainya target capaian fungsi kawasan lindung terhadap luas wilayah, masih terjadinya banjir, dan pencemaran lingkungan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (a) belum optimalnya implementasi RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan kebijakan 45 persen kawasan lindung Jawa Barat; (b) masih terjadi degradasi kualitas lingkungan di hulu DAS prioritas (Citarum, Cimanuk, Ciliwung, Citanduy) sampai ke wilayah pesisir; (c) Kurang memadainya pengaturan industri dalam penanganan limbah cair, gas, bahan beracun dan berbahaya.

b. Hal lain yang perlu mendapat perhatian yaitu adanya kecenderungan penurunan penegakan hukum lingkungan. Data menunjukkan persentase penegakan hukum lingkungan di tahun 2014 sebesar 82,43 persen, meningkat di tahun 2015 menjadi 95,90 persen, namun pada tahun 2016 sedikit mengalami penurunan menjadi 92,47 persen.

12. Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Permasalahan terkait pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang ditemui di Jawa Barat yaitu peningkatan jumlah Keluarga Pra Sejahtera menjadi Keluarga Sejahtera I tidak dibarengi dengaan peningkatan dari Keluarga Sejahtera I ke Keluarga Sejahtera

II, III dan II Plus. Jumlah Keluarga Sejahtera II, III dan II Plus Tahun 2016 mengalami penurunan menjadi Keluarga Sejahtera I sebanyak

55 persen bila dibandingkan dengan kondisi Tahun 2015.

13. Bidang Perhubungan Permasalahan yang dihadapi terkait pelayanan perhubungan yaitu belum optimalnya tingkat ketersediaan perlengkapan jalan provinsi. Sampai tahun 2016, capaian tingkat ketersediaan perlengkapan jalan provinsi sebesar 39,77 – 53,64 persen. Faktor penyebab mendasar terkait capaian tersebut adalah: belum optimalnya ketersediaan fasilitas perlengkapan jalan (rambu, marka dan guardrill) dan

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐17 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐17

14. Bidang Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Beberapa permasalahan yang dihadapi koperasi dan usaha kecil dan menengah (KUKM), yaitu:

a. Jumlah wirausaha baru selama Tahun 2014 sampai dengan 2016 mengalami kecenderungan menurun. Walaupun sempat meningkat pada Tahun 2015 dari 19.436 wirausaha baru menjadi 20.977, namun mengalami penurunan pada Tahun 2016 menjadi 20.134.

b. Akses pembiayaan bagi KUKM khususnya terhadap dunia perbankan masih minim. Fasilitasi pembiayaan yang diterima KUKM di tahun 2014 sebesar 1.140 memang sempat mengalami peningkatan menjadi 1.560 pada Tahun 2015, namun pada tahun 2016 kembali turun menjadi 1.194. Hal yang sama juga dialami dengan jumlah pelaku usaha yang menerima KCR selama 3 (tiga) tahun terakhir mengalami penurunan. Tahun 2015 menunjukkan penerima sebanyak 3.257 KUKM namun terus menurun sampai 700 KUKM pada Tahun 2016. Diharapkan bahwa penurunan ini menunjukkan kemandirian pembiayaan dari KUKM semakin baik, sehingga makin sedikit yang membutuhkan bantuan atau fasilitasi pembiayaan.

c. Persentase koperasi aktif yang masih terbilang kecil selama tahun 2012-2016, dengan persentase teritnggi sebesar 63,79 persen di tahun 2016.

Secara umum akar permasalahan di bidang KUKM, antara lain:

1) Belum optimal pemanfaatan sistem informasi dan jaringan untuk koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Barat.

2) Pola pengembangan dan penguatan koperasi dan ukm belum menyeluruh dari berbagai aspek.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐18

3) Belum optimal pemberdayaan SDM koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Barat.

4) Belum optimal pemberdayaan SDM aparatur di dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Barat.

5) Belum optimal sinergitas antara pemangku kepentingan (pemprov, dekopinwil, Bank Indonesia dan OJK) dalam akses pembiayaan bagi koperasi dan UKM di Provinsi Jawa

6) Aspek SDM: Rendahnya kapasitas pelaku usaha; Orientasi usaha yang rendah; Pola pengelolaan usaha yang masih tradisional; Terbatasnya kapasitas untuk memanfaatkan potensi local; Rendahnya kemampuan inovasi; Rendahnya pengetahuan dan pemahaman Koperasi dan Usaha Kecil; Rendahnya pengetahuan dan pemahaman UKM.

7) Aspek produksi dan pemasaran: Rendahnya kapasitas dan kualitas produksi; Terbatasnya akses ke pasar; Pola pengelolaan usaha yang masih tradisional; Terbatasnya jumlah Koperasi dan Usaha Kecil; Kurang efektifnya insentif; dan Terbatasnya kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil.

8) Aspek Pembiayaan: Terbatasnya aset dan permodalan; Terbatasnya skema pembiayaan untuk Koperasi dan Usaha Kecil; Terbatasnya akses ke sumber pembiayaan; Terbatasnya kapasitas dan informasi pembiayaan non perbankan.

9) Aspek lembaga dan iklim usaha: Rendahnya tata kelola kelembagaan usaha; Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai potensi koperasi; Iklim usaha yang belum kondusif; Rendahnya efektivitas pelaksanaan kebijakan dan program Pemerintah Pusat dan Daerah.

15. Bidang Pariwisata Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Jawa Barat masih kecil yaitu sekitar 2,55 persen pada Tahun 2016. Beberapa kondisi yang menjadi akar masalah masih belum optimalnya perkembangan pariwisata, yaitu:

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐19 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐19

b. Masih banyak kawasan pariwisata yang masuk ke kawasan perhutani, BBKSDA dan Perkebunan.

c. Dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat, belum semua kabupaten/kota memiliki dokumen Ripar Kab/Kota.

d. Belum semua hotel memiliki sertifikasi usaha pariwisata.

e. Kurangnya dukungan infrastruktur (akses, transportasi, petunjuk mencapai lokasi) yang terintegrasi di lokasi-lokasi wisata.

f. Kurang terintegrasinya promosi yang dilakukan antar provinsi dan kabupaten yang didukung gambaran berbagai fasilitas yang tersedia dan akses menuju lokasi wisata.

g. Promosi destinasi dan event yang masih bersifat sektoral.

h. Pengelola destinasi wisata kurang profesional.

i. Belum memadainya fasilitas pendukung kepariwisataan (Sanitasi dan tempat sampah). j. Pembangunan Objek Pariwisata menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. k. Masih adanya pungli dan punggutan berganda di daya tarik wisata. l. Eksploitasi situasi di destinasi wisata (aji mampang meungpeung)

16. Bidang Kelautan dan Perikanan

Permasalahan di bidang kelautan dan kelautan dapat dilihat dari Nilai Tukar Nelayan yang cenderung turun dari 112.50 di tahun 2012 menjadi 98,94 di tahun 2015. Secara umum akar permasalahan di bidang kelautan dan perikanan, antara lain:

a. Biaya input yang relatif tinggi dan rendahnya harga output.

b. Pengembangan perikanan tangkap di wilayah pantura Jawa Barat relative lebih massif dibandingkan dengan perkembangan di wilayah selatan Jawa Barat.

c. Mahalnya harga kapal dengan bobot mati 30 ton.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐20 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐20

e. Masih terbatasnya pengembangan perikanan budidaya dan lahan.

f. Belum dapat dipenuhi secara optimal permintaan perikanan.

g. Terbatasnya pemahaman pebudidaya ikan mengenai konsep- konsep produksi.

h. Minimnya fasilitas dan infrastruktur di wilayah selatan Jawa Barat

sehingga SDA yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.

i. Masih terbatasnya teknologi yang dihadapi oleh nelayan tangkap diantaranya adalah global positioning system dan fish finder yang belum dimiliki oleh sebagian besar nelayan.

j. Pendidikan nelayan yang masih rendah. k. Tidak adanya kawasan khusus budidaya perikanan serta belum

cukup tertatanya pasar dalam pengembangan perikanan budidaya.

l. Pasar masih berkembang dengan jaringan yang bersifat individu.

17. Bidang Pertanian Permasalahan terkait pertanian di Jawa Barat, antara lain:

a. Cenderung tidak stabilnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB. Kondisi 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan fluktuasi dan pada Tahun 2016 berada di angka 7,87 persen, yang berarti naik sedikit dari tahun sebelumnya yang berada pada 7,66 persen.

b. Menurunnya Kontribusi sektor perkebunan terhadap PDRB, dengan penjelasan data sebagai berikut: Pada Tahun 2012 persentase sektor perkebunan mencapai 0,82 persen, tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 menurun menjadi 0,80 persen, 0,73 persen, 0,67 persen dan 0,63 persen.

c. Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami fluktuasi selama tahun 2013- 2016, NTP tertinggi di tahun 2013 sebesar 109-110, NTP terendah di tahun 2015 sebesar 105,06.

d. Pada umumnya produksi tanaman pangan di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2014-2016 mengalami penurunan produksi, kecuali padi, jagung dan ubi jalar. Sedangkan seluruh produksi tanaman

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐21 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐21

Secara umum akar permasalahan di bidang pertanian, yaitu:

a. Laju konversi lahan pertanian padi (sawah) di Jawa Barat selama tahun 2011-2015 adalah 0.64%. Laju konversi tertinggi berada di wilayah perkotaan.

b. Potensi konflik perubahan penggunaan lahan sawah terhadap pertumbuhan pembangunan di Provinsi Jawa Barat, dimana pusat pertumbuhan pembangunan Provinsi Jawa Barat terletak di daerah yang memiliki lahan sangat sesuai untuk sawah.

c. Lahan pertanian pangan berkelanjutan belum seluruhnya dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah di kabupaten/kota di Jawa Barat. Hanya 4 (empat) wilayah di Jawa Barat yang telah memiliki Perda tentang LP2B yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kota Bandung dan Kota Sukabumi.

d. Terdapat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Jawa Barat yaitu sebesar 1.64 persen dengan 2/3 penduduk tinggal di wilayah perkotaan terutama di Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kabupaten/Kota Bekasi.

e. Selama 5 (lima) tahun terakhir, 2011-2015, terjadi penurunan

produksi padi, jagung, ubi kayu, dan kedelai di Jawa Barat

f. Jumlah rumah tangga pertanian menurun sebesar 29.61% selama kurun waktu 2003-2013, sebagian besar rumah tangga pertanian di Jawa Barat adalah rumah tangga petani gurem.

Terkait sub sektor perkebunan, akar permasalahannya, antara lain:

a. Dari sisi ekonomi, permasalahan yang tidak terlingkupi adalah seperti perubahan yang dinamis dari permintaan pasar terhadap produk perkebunan, perubahan kebijakan pemerinrahan nasional/internasional terkait perkebunan dan produk turunanya, dan perkembangan perekonomian global yang akan berpengaruh kepada kegiatan industrialisasi hasil perkebunan

b. Dari sisi sosial, masalah yang dihadapi adalah terkait dengan kesiapan kemampuan dan pengetahuan dari para pelaku usaha

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐22 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐22

c. Dari sisi lingkungan, belum terlingkupi mencakup isu perubahan iklim, pertanian ramah lingkungan, produk-produk ramah lingkungan, dan konservasi terhadap lingkungan

18. Bidang Kehutanan Permasalahan di bidang kehutanan, yaitu: (1) Menurunnya Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan data sebagai berikut: pada tahun 2014 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis mencapai 26,08 persen, meningkat di tahun 2015 menjadi 100 persen dan menurun kembali di tahun 2016 menjadi 81,28 persen; (2) Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB stagnan di 0,08 persen dari tahun 2014-2016; (3) Rata-rata daya serap tenaga kerja sektor kehutanan menurun drastis di tahun 2013, dengan rata- rata daya serap sekitar 250 ribu orang dari tahun 2013-2015. Secara umum akar permasalahan bidang kehutanan, antara lain:

1) Alih fungsi lahan non hutan menjadi kawasan berfungsi lindung dalam mewujudkan Green Province.

2) Rendahnya produktivitas hasil hutan.

3) Permasalahan kelembagaan dan struktur penganggaran.

4) Permasalahan regulasi terkait kewenangan dalam pengelolaan hutan.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐23

19. Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Permasalahan di bidang energi dan sumber daya mineral, yaitu: Maraknya pelanggaran ketentuan pertambangan dan masih minimnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Jawa Barat, dan belum meratanya pemenuhan kebutuhan listrik dan air bagi masyarakat. Hal in disebabkan oleh beberap hal, antara lain: (1). Masih adanya pengusahaan pertambangan di Jawa Barat yang belum memenuhi dan atau melaksanakan ketentuan administrasi dan teknis yang berlaku; (2) Meningkatnya pengguna air tanah akibat air permukaan yang belum mampu memenuhi kebutuhan air untuk masyarakat baik kebutuhan sehari-hari maupun industri; (3) Belum optimalnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Jawa Barat; (4) Isu-isu mengenai konservasi energi belum menjadi arus utama dalam proses pembangunan maupun keidupan sehari-hari masyarakat; (5) Angka konsumsi listrik per kapita yang relatif masih rendah (1.231 KWh di tahun 2017); (6) Masih adanya Masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum berlistrik di dalam basis data terpadu (BDT) TNP2K; sebagai catatan, lokasi rumah tangga miskin ini sebagian sulit diakses dan berada di kawasan terpencil yang jauh dari grid PLN.

20. Bidang Perdagangan Permasalahan perdagangan di Jawa Barat, yaitu:

1) Cenderung menurunnya kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB. Pada tahun 2012 kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB sebesar 15,91 persen, dan terus menurun di tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 menjadi 15,86 persen, 15,26 persen, 15,24 persen dan 15,15 persen. Secara umum akar permasalahan di bidang perdagangan, antara lain: Perdagangan masih didominasi oleh perdagangan barang impor, Lemahnya kebijakan yang mendorong perdagangan produk industri lokal; dan Kurangnya keberpihakan terhadap UMKM/Pasar tradisional diantara pasar modern.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐24

2) Laju pertumbuhan ekspor Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang drastis di tahun 2016, dengan laju pertumbuhan ekspor hanya sebesar 3,34 persen. Akar permasalahan dari cenderung menurunnya laju pertumbuhan ekspor, antara lain: Penurunan Harga Komoditi Ekspor Utama Jawa Barat (10 Golongan Barang Utama - Non Migas) di pasar global; Penurunan kondisi perekonomian negara-negara tujuan ekspor Jawa Barat; Belum tergalinya potensi pasar ekspor; Lemahnya informasi produk ekspor Jawa Barat; dan Belum tersedianya akses ekspor, baik pelabuhan maupun bandara internasional di Jawa Barat.

21. Bidang Perindustrian Permasalahan bidang perindustrian yang terjadi beberapa tahun terakhir di Jawa Barat, yaitu:

a. Menurunnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB. Kontribusi sektor industri menurun dari 43,23 persen di tahun 2012 menjadi 42,49 di tahun 2016.

b. Penurunan pertumbuhan industri. Persentase pertumbuhan industri di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 dan tahun 2014 sebesar 12,21 persen, meningkat menjadi 16,76 persen pada tahun 2015, dan menurun kembali pada tahun 2016 menjadi 8,87 persen.

Secara umum akar permasalahan, antara lain:

a. Kontribusi Industri terus menurun akibat dari berbagai kebijakan impor yang tidak terkendali.

b. Produk industri berdaya saing rendah akibat biaya ekonomi tinggi (perijinan, pajak, distribusi, pungli dll).

c. Tidak dimilikinya pelabuhan sendiri di Jawa barat, padahal 60% industri berada di Jawa Barat.

d. Kawasan industri yang ada tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang terintegrasi, sehingga dapat menekan biaya logistik

e. Belum memanfaatkan SDA lokal, mayoritas bahan baku impor

f. Rendahnya kualifikasi SDM di sekitar pabrik atau industry

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐25 IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐25

h. Lemahnya perlindungan terhadap produk industri di Jawa Barat

22. Bidang Perencanaan Pembangunan Permasalahan bidang perencanaan pembangunan adalah menurunnya persentase keselarasan penjabaran Program RPJMD ke dalam RKPD. Hal ini cenderung disebabkan oleh belum optimalnya konsistensi perencanaan jangka menengah dengan perencanaan tahunan.

Berdasarkan hasil analisisi perumusan masalah pembangunan diatas, dapat dipilah antara masalah pokok, masalah dan akar masalah pembangunan. Perumusan masalah yang dipilah menjadi 3 (tiga) kelompok ini dimaksudkan agar mampu memilah masalah, mulai dari masalah yang paling utama sampai dengan akar masalahnya. Adapun pemetaan permasalahan pembangunan Jawa Barat disajikan pada tabel dibawah.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐26

Tabel 4.1

Pemetaan Permasalahan untuk Penentuan Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

1 Masih tingginya tingkat a Kecenderungan

1 Masih tingginya tingkat kemiskinan dan kemiskinan, pengangguran,

meningkatnya

jumlah Penyandang Masalah

pengangguran

masalah sosial dan keamanan

Kesejahteraan Sosial (PMKS)

2 Belum optimalnya penanganan bencana sosial 3 Masih rendahnya penanganan kasus-kasus kekerasaan anak, perempuan dan human trafficking 4 Belum optimalnya penanganan PMKS melalui rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, penanganan Fakir Miskin serta Perlindungan dan Jaminan Sosial 5 Masih rentan terhadap konflik sosial

6 Kurangnya pemanfaatan Potensi Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS)

b Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

1 Lapangan kerja terbatas

(TPAK) yang rendah dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang cukup tinggi

2 Kompetensi angkatan kerja tidak sesuai kebutuhan kerja

3 Banyak PHK 4 Lapangan kerja terbatas 5 Kompetensi angkatan kerja tidak sesuai kebutuhan kerja 6 Kurangnya minat pencari kerja untuk usaha mandiri 7 Angka EPR Provinsi Jawa Barat rendah 8 Proporsi penduduk bekerja yang tergolong "pekerja rentan/vulnerable employment " cukup tinggi lebih dari 50 persen 9 Penduduk perempuan yang bekerja di bawah 35 jam per minggu lebih tinggi dibanding laki-laki (pekerja perempuan mengalami peningkatan)

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐27

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

10 Masih tingginya penduduk yang bekerja di sektor

informal. 11 Penganggur banyak didominasi lulusan SMK akibat tidak sesuai dengan kebutuhan industri atau perusahaan.

12 Status pekerjaan utama yang berusaha sendiri di

provinsi Jawa Barat cukup besar. 13 Pencari kerja lebih memilih bekerja di perkotaan

dibanding pedesaan 14 Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian

mengalami penurunan c Rentan gangguan keamanan dan 1 Jawa Barat merupakan daerah penyangga ibu kota

ketertiban

negara dan lintasan Jawa Sumatera. Jumlah penduduk yang besar dan heterogen, terdapatnya obyek vital nasional, daerah kunjungan wisata, daerah pendidikan dan industri serta banyaknya permasalahan kepemilikan lahan.

2 Kehidupan politik yang diarahkan untuk mewujudkan demokrasi masih dimaknai sebagai kebebasan semata oleh sebagian masyarakat yang seringkali dapat mengganggu kelompok masyarakat lainnya yang mempengaruhi kondisi ketentraman dan ketertiban umum.

3 Penegakkan hukum yang lemah dan tidak konsisten

mempengaruhi pula kondisi ketentraman dan ketertiban masyarakat.

d Tingkat kesejahteraan keluarga

1 Peningkatan jumlah Keluarga Pra Sejahtera menjadi

cenderung menurun

Keluarga Sejahtera I tidak dibarengi dengaan peningkatan dari Keluarga Sejahtera I ke Keluarga Sejahtera II, III dan II Plus. Jumlah Keluarga Sejahtera

II, III dan II Plus Tahun 2016 mengalami penurunan menjadi Keluarga Sejahtera I sebanyak 55 persen bila dibandingkan dengan kondisi Tahun 2015

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐28

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

2 Masih rendahnya kualitas

1 Tidak meratanya ketersediaan guru di daerah sumber daya manusia

a Belum optimalnya pelayanan

pendidikan yang ditandai dengan:

terpencil

(1) Menurunnya Angka Partisipasi

2 Alih kelola menimbulkan permasalahan dalam

Kasar untuk jenjang SMA/MA/SMK

pengelolaan guru termasuk guru honorer di jenjang

(2) Menurunnya Angka Partisipasi

pendidikan menengah

Murni untuk jenjang SD/MI,

3 Masih banyaknya sekolah yang terakreditasi C

SMP/MTs dan SMA/MA/SMK; (3) Putus sekolah atau tidak

4 Masih banyak sekolah yang belum terakreditasi

melanjutkan sekolah yang

5 Nilai rata-rata uji kompetensi guru masih relatif

didominasi anak usia 16–18 tahun.

rendah 6 Nilai rata-rata ujian nasional masih rendah 7 Belum sinergisnya pembagian tata kelola pendidikan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terkait dengan kewenangan 8 Rendahnya tingkat partisipasi pendidikan di tingkat pendidikan menengah

9 Program dan kegiatan masih belum menyasar peningkatan mutu dan daya saing pendidikan 10 Pengangguran terbesar memiliki pendidikan tertinggi pendidikan menengah

11 Masih belum meratanya akses dan partisipasi pendidikan terutama di pendidikan menengah dan tinggi

12 Masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan

dan kualitas dan relevansi 13 Tata kelola pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam rangka peningkatan

daya saing 14 Rendahnya minat baca masyarakat Jawa Barat b Belum optimalnya pelayanan 1 Jumlah kematian ibu dan bayi masih banyak.

kesehatan, yang ditandai dengan: (1) Indeks Kesehatan belum optimal

2 Jumlah kelahiran yang masih tinggi.

dan masih perlu ditingkatkan, dengan capaian tertinggi sebesar

3 Kurangnya jumlah Obgyn sehingga terlambat dalam

81,08; (2) Masih tingginya Angka

memberikan pertolongan di Rumah Saki

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐29

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

Kematian Ibu (AKI) dan Angka

4 Masih tingginya penyakit menular dan tidak

Kematian Bayi (AKB); (3) Rasio per

menular.

satuan posyandu yang cenderung menurun

5 Masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat. 6 Masalah gizi masyarakat. 7 Jumlah kasus TB MDR tinggi dan trennya cenderung

meningkat. 8 Jumlah gangguan mental di Jawa Barat tinggi dan di

atas angka nasional. 9 Jumlah perokok di Jawa Barat tinggi

10 Jumlah peserta BPJS (kapitasi) di Puskesmas

menumpuk c Pemberdayaan perempuan dan 1 Partisipasi perempuan di lembaga pemerintah baru

pelindungan anak serta mencapai 29,99 persen. pemberdayaan pemuda belum menjadi prioritas pembangunan

2 Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang rendah.

3 Kualitas tenaga kerja perempuan masih rendah.

4 Diskriminasi pengupahan sektor informal terhadap perempuan.

3 Masih belum optimalnya a Kondisi baik jaringan irigasi 1 Penyebab masih cukup banyak irigasi yang rusak pelayanan infrastruktur

kewenangan provinsi baru mencapai

atau tidak dalam kondisi baik yaitu tingginya kejadian

72,06 persen di tahun 2016

bencana alam di Provinsi Jawa Barat yang menyebabkan kerusakan.

b Menurunnya Rasio Ruang Terbuka

1 Meningkatnya pembangunan dengan berbagai

Hijau Per Satuan Luas Wilayah ber

aktivitas terumata di daerah perkotaan.

HPL/HGB..

c Cakupan pelayanan air minum 1 Kualitas air baku rendah dan kuantitas air baku

belum optimal dan masih perlu

berfluktuasi di beberapa tempat.

ditingkatkan untuk pencapaian target Universal Access. Kondisi saat ini pelayanan air minum mencapai 71,16 persen.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐30

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

2 Sebaran sumber air baku tidak merata berdasarkan pemusatan penduduk, sehingga pendistribusian air minum belum optimal.

3 Kinerja kelembagaan belum menerapkan prinsip good governance sehingga pengelolaan sistem tidak optimal, baik di PDAM maupun pada lembaga pengelola SPAM yang dikelola masyarakat.

4 Keterbatasan pendanaan APBD untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum.

5 Belum semua Pemerintah Kab/Kota memiliki

kebijakan dan rencana pemenuhan kebutuhan air minum. d Cakupan pelayanan air limbah 1 Masih tingginya angka BABS.

domestik baru mencapai 65,64 persen di tahun 2016

2 Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang PHBS, terutama menyangkut limbah. 3 Rendahnya komitmen kepala daerah terhadap pentingnya mendidik masyarakat untuk ber-PHBS.

4 Masih rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur

pengolahan limbah setempat.

5 Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

6 Belum ada unit kerja khusus untuk pengelolaan limbah.

7 Masih rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur

pengolahan limbah setempat.

8 Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

9 Belum ada unit kerja khusus untuk pengelolaan limbah.

10 Masih rendahnya tingkat pelayanan limbah terpusat.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐31

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

11 Tingginya pencemaran lingkungan akibat limbah yang tidak terolah di IPAL dan IPLT dan/atau kebocoran tangki.

12 Masih terbatasnya regulasi pengelolaan air limbah di tingkat kabupaten/kota.

13 Terbatasnya pendanaan di tingkat kab/kota untuk

pembangunan infrastruktur pengolahan limbah sistem terpusat.

14 Rendahnya komitmen kepala daerah terhadap

pengelolaan limbah.

e Tingkat kemantapan jalan provinsi

1 Jaringan jalan belum merata, ketimpangan kawasan

mencapai 98,01 persen di tahun

jalur utara, tengah dan selatan, sehingga tingkat

2016. Untuk mengoptimalkan

mobilitas antar terbatas

kenyamanan dan kelancaran lalu

lintas, maka kondisi jalan masih perlu ditingkatkan lagi.

2 Umur teknis layanan jalan sudah terlampaui 3 Terdepresiasi oleh bencana alam, dan overload MST f Belum optimalnya tingkat 1 Belum optimalnya ketersediaan fasilitas perlengkapan

ketersediaan perlengkapan jalan

jalan (rambu, marka dan guardrill) dan penerangan

provinsi

jalan umum (PJU) pada jalan Provinsi.

2 Keterbatasan SDM dalam pelaksanaan pekerjaan

fasilitas perlengkapan jalan g Cakupan pelayanan persampahan 1 Perilaku masyarakat membuang sampah sembarang

perkotaan mencapai 66,26 persen di

serta belum ada kesadaran dalam mengurangi dan

tahun 2016

memilah sampah (3R).

2 Belum memadainya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan terpadu (pada sumber, TPS, TPA, dan pengangkutan dari hulu ke hilir).

3 Pengelolaan persampahan berorientasi 3R (dari hulu ke

hilir) yang belum efektif dan terpadu.

h Cakupan rumah layak huni di Jawa

1 Harga rumah tidak terjangkau bagi kelompok MBR dan

Barat sebesar 92,78 persen di tahun

di bawah MBR.

2016, ini berarti masih belum

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐32

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

mencapai target RPJMD 2013-2018

2 Persoalan penyediaan tanah untuk rumah MBR:

sebesar 93,30-93,89 persen.

keterbatasan dan mahalnya harga lahan, pembangunan rumah bagi MBR yang sesuai dengan batas harga pemerintah berlokasi jauh dari perkotaan dan tempat kerja, dan belum ada intervensi pemerintah untuk penyediaan tanah bagi pembangunan perumahan dan mengendalikan harga lahan.

3 Implementasi kebijakan penyediaan rumah MBR di

tingkat pusat tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.

4 Tahapan perizinan pembangunan PKP tidak

transparan dan accountable.

5 Pelayanan PSU yang tidak memenuhi standar,

berpotensi menimbulkan penurunan kualitas lingkungan permukiman.

6 Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomi untuk meningkatkan kualitas rumahnya.

7 Dukungan PSU yang terbatas karena belum menjadi aset pemerintah dikarenakan pengembang belum menyerahkan asetnya yang disebabkan prasyarat untuk serah terima belum terpenuhi.

8 Pembangunan perumahan belum sejalan dengan

rencana pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RTRW/RDTR karena dalam beberapa kasus belum ada dokumennya.

4 Pertumbuhan ekonomi daerah

a Melambatnya

pertumbuhan

mengalami pelambatan

beberapa lapangan usaha

b Belum berkembangnya koperasi dan

1 Belum optimal pemanfaatan sistem informasi dan

usaha kecil dan menengah, yang

jaringan untuk koperasi dan UKM di Provinsi Jawa

ditandai dengan: 1) Jumlah

Barat. wirausaha baru yang cenderung 2 Pola pengembangan dan penguatan koperasi dan UKM

menurun; 2) Akses pembiayaan bagi

belum menyeluruh dari berbagai aspek.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐33

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

KUKM khususnya terhadap dunia

3 Belum optimal pemberdayaan SDM koperasi dan UKM

perbankan masih minim; dan 3)

di Provinsi Jawa Barat.

Persentase koperasi aktif yang masih

4 Belum optimal pemberdayaan SDM aparatur di dalam

terbilang kecil

melaksanakan pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Barat.

5 Belum optimal sinergitas antara pemangku

kepentingan (pemprov, dekopinwil, Bank Indonesia dan OJK) dalam akses pembiayaan bagi koperasi dan UKM di Provinsi Jawa

6 Aspek SDM: Rendahnya kapasitas pelaku usaha;

Orientasi usaha yang rendah; Pola pengelolaan usaha yang masih tradisional; Terbatasnya kapasitas untuk memanfaatkan potensi local; Rendahnya kemampuan inovasi; Rendahnya pengetahuan dan pemahaman Koperasi dan Usaha Kecil; Rendahnya pengetahuan dan pemahaman UKM.

7 Aspek produksi dan pemasaran: Rendahnya kapasitas dan kualitas produksi; Terbatasnya akses ke pasar; Pola pengelolaan usaha yang masih tradisional; Terbatasnya jumlah Koperasi dan Usaha Kecil; Kurang efektifnya insentif; dan Terbatasnya kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil.

8 Aspek Pembiayaan: Terbatasnya aset dan permodalan; Terbatasnya skema pembiayaan untuk Koperasi dan Usaha Kecil; Terbatasnya akses ke sumber pembiayaan; Terbatasnya kapasitas dan informasi pembiayaan non perbankan.

9 Aspek lembaga dan iklim usaha: Rendahnya tata kelola kelembagaan usaha; Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai potensi koperasi; Iklim usaha yang belum kondusif; Rendahnya efektivitas pelaksanaan kebijakan dan program Pemerintah Pusat dan Daerah.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐34

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

c Kontribusi sektor pariwisata 1 Banyak kabupaten/kota yang kontribusi sektor terhadap PDRB Jawa Barat masih

pariwisata tehadap PDRB nya tergolong rendah,

kecil

padahal daerah-daerah tersebut memiliki potensi pariwisata yang cukup baik 2 Masih banyak kawasan pariwisata yang masuk ke kawasan perhutani, BBKSDA dan Perkebunan 3 Dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat, belum semua kabupaten/kota memiliki dokumen Ripar Kab/Kota

4 Belum semua hotel memiliki sertifikasi usaha

pariwisata. 5 Kurangnya dukungan infrastruktur (akses, transportasi, petunjuk mencapai lokasi) yang terintegrasi di lokasi-lokasi wisata. 6 Kurang terintegrasinya promosi yang dilakukan antar provinsi dan kabupaten yang didukung gambaran berbagai fasilitas yang tersedia dan akses menuju lokasi wisata

7 Promosi destinasi dan event yang masih bersifat

sektoral 8 Pengelola destinasi wisata kurang profesional. 9 Belum memadainya fasilitas pendukung kepariwisataan (Sanitasi dan tempat sampah) 10 Pembangunan Objek Pariwisata menjadi kewenangan Kabupaten/Kota 11 Masih adanya pungli dan punggutan berganda di daya tarik wisata

12 Eksploitasi situasi di destinasi wisata (aji mampang

meungpeung) d Sektor pertanian belum optimal, 1 Laju konversi lahan pertanian padi (sawah) di Jawa

yang ditandai dengan masalah

Barat selama tahun 2011-2015 adalah 0.64%. Laju

berikut ini: 1) Cenderung tidak

konversi tertinggi berada di wilayah perkotaan. stabilnya kontribusi sektor 2 Potensi konflik perubahan penggunaan lahan sawah

pertanian terhadap PDRB; 2)

terhadap pertumbuhan pembangunan di Provinsi Jawa

Menurunnya Kontribusi sektor

Barat, dimana pusat pertumbuhan pembangunan

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐35

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

perkebunan terhadap PDRB; 3) Pada

Provinsi Jawa Barat terletak di daerah yang memiliki

umumnya produksi tanaman

lahan sangat sesuai untuk sawah.

pangan mengalami penurunan

3 Lahan pertanian pangan berkelanjutan belum

produksi, kecuali padi, jagung dan

seluruhnya dituangkan dalam bentuk Peraturan

ubi jalar; dan 4) Nilai Tukar Petani

Daerah di kabupaten/kota di Jawa Barat. Hanya 4

(NTP) mengalami fluktuasi

(empat) wilayah di Jawa Barat yang telah memiliki Perda tentang LP2B yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kota Bandung dan Kota Sukabumi. 4 Terdapat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Jawa Barat yaitu sebesar 1.64 persen dengan 2/3 penduduk tinggal di wilayah perkotaan terutama di Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kabupaten/Kota Bekasi 5 Selama 5 (lima) tahun terakhir, 2011-2015, terjadi penurunan produksi padi, jagung, ubi kayu, dan kedelai di Jawa Barat 6 Jumlah rumah tangga pertanian menurun sebesar 29.61% selama kurun waktu 2003-2013, sebagian besar rumah tangga pertanian di Jawa Barat adalah rumah tangga petani gurem. 7 Dari sisi ekonomi, permasalahan yang tidak terlingkupi adalah perubahan yang dinamis dari permintaan pasar terhadap produk perkebunan, perubahan kebijakan pemerinrahan nasional/internasional terkait perkebunan dan produk turunanya, dan perkembangan perekonomian global yang akan berpengaruh kepada kegiatan industrialisasi hasil perkebunan 8 Dari sisi sosial, masalah yang dihadapi adalah terkait dengan kesiapan kemampuan dan pengetahuan dari para pelaku usaha perkebunan (pemilik, tenaga kerja, pembuat kebijakan) dengan masifnya penggunaan informasi dan teknologi dalam kehidupan khususnya yang terkait aktivitas perkebunan

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐36

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

9 Dari sisi lingkungan, belum terlingkupi mencakup isu perubahan iklim, pertanian ramah lingkungan, produk-produk ramah lingkungan, dan konservasi terhadap lingkungan

e Nilai Tukar Nelayan yang cenderung

1 Biaya input yang relatif tinggi dan rendahnya harga

turun

output. 2 Pengembangan perikanan tangkap di wilayah pantura Jawa Barat relative lebih massif dibandingkan dengan perkembangan di wilayah selatan Jawa Barat. 3 Mahalnya harga kapal dengan bobot mati 30 ton. 4 Masih terbatasnya jumlah perusahaan yang bergerak pada industry pengolahan perikanan. 5 Masih terbatasnya pengembangan perikanan budidaya dan lahan. 6 Belum dapat dipenuhi secara optimal permintaan perikanan. 7 Terbatasnya pemahaman pebudidaya ikan mengenai konsep-konsep produksi. 8 Minimnya fasilitas dan infrastruktur di wilayah selatan Jawa Barat sehingga SDA yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.

9 Masih terbatasnya teknologi yang dihadapi oleh nelayan tangkap diantaranya adalah global positioning system dan fish finder yang belum dimiliki oleh sebagian besar nelayan. 10 Pendidikan nelayan yang masih rendah.

11 Tidak adanya kawasan khusus budidaya perikanan serta belum cukup tertatanya pasar dalam pengembangan perikanan budidaya.

12 Pasar masih berkembang dengan jaringan yang

bersifat individu.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐37

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

f Ketahanan pangan daerah masih 1 Ketersediaan pangan di Jawa Barat masih mengalami

belum optimal, ditandai dengan: (1).

ketimpangan.

Skor PPH yang menurun setiap tahun sebesar 0.71 persen (2). Rata-

2 Terjadi penurunan persentase konsumsi terhadap

rata konsumsi ikan masyarakat di

produksi pangan pada tahun 2014-2016.

Jawa Barat masih relatif rendah jika

3 Kemandirian pangan di 27 kabupaten/kota di Jawa

dibandingkan dengan standar World

Barat sebanyak 52% masih dalam kondisi defisit.

Health Organization (WHO) yaitu 36 kg/kapita/tahun g Pengembangan sektor kehutanan 1 Alih fungsi lahan non hutan menjadi kawasan menemui beberapa masalah, yaitu:

berfungsi lindung dalam mewujudkan Green Province.

(1) Menurunnya Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis; (2) Kontribusi

sektor kehutanan terhadap PDRB 2 Rendahnya produktivitas hasil hutan.

stagnan di 0,08 persen dari tahun

3 Permasalahan kelembagaan dan struktur

2014-2016; (3) Rata-rata daya serap

penganggaran.

tenaga kerja sektor kehutanan

4 Permasalahan regulasi terkait kewenangan dalam

menurun

pengelolaan hutan

h Belum meratanya pemenuhan 1 Meningkatnya pengguna air tanah akibat air kebutuhan listrik dan air bagi

permukaan yang belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat air untuk masyarakat baik kebutuhan sehari-hari maupun industri

4 Angka konsumsi listrik per kapita yang relatif masih rendah (1.231 KWh di tahun 2017)

5 Masih adanya Masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum berlistrik di dalam basis data terpadu (BDT) TNP2K; sebagai catatan, lokasi rumah tangga miskin ini sebagian sulit diakses dan berada di kawasan terpencil yang jauh dari grid PLN.

i Cenderung menurunnya kontribusi

1 Perdagangan masih didominasi oleh perdagangan

sektor perdagangan terhadap PDRB

barang impor 2 Lemahnya kebijakan yang mendorong perdagangan

produk industri lokal 3 Kurangnya keberpihakan terhadap UMKM/Pasar

tradisional diantara pasar modern.

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐38

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

j Laju pertumbuhan ekspor Provinsi

1 Penurunan Harga Komoditi Ekspor Utama Jawa Barat

Jawa Barat mengalami penurunan

(10 Golongan Barang Utama - Non Migas) di pasar global

2 Penurunan kondisi perekonomian negara-negara

tujuan ekspor Jawa Barat 3 Belum tergalinya potensi pasar ekspor 4 Lemahnya informasi produk ekspor Jawa Barat

5 Belum tersedianya akses ekspor, baik pelabuhan maupun bandara internasional di Jawa Barat

k Menurunnya kontribusi sektor 1 Kontribusi Industri terus menurun akibat dari berbagai

industri terhadap PDRB dan

kebijakan impor yang tidak terkendali

menurunnya pertumbuhan industri

2 Produk industri berdaya saing rendah akibat biaya ekonomi tinggi (perijinan, pajak, distribusi, pungli dll). 3 Tidak dimilikinya pelabuhan sendiri di Jawa barat, padahal 60% industri berada di Jawa Barat. 4 Kawasan industri yang ada tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang terintegrasi, sehingga dapat menekan biaya logistik 5 Belum memanfaatkan SDA lokal, mayoritas bahan baku impor 6 Rendahnya kualifikasi SDM di sekitar pabrik atau industri

7 Belum adanya sinergi antara IKM dan Industri

Menengah Besar/Rendahnya IKM sebagai pemasok IMB

8 Lemahnya perlindungan terhadap produk industri di

Jawa Barat

BAB

IV – PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH IV ‐39

Masalah Pokok

Masalah

Akar Masalah

1 Belum optimalnya implementasi RTRW Provinsi dan kerusakan dan pencemaran

5 Cenderung meningkatnya a Masih terjadi banjir dan pencemaran

Kabupaten/Kota dalam mewujudkan kebijakan 45 lingkungan

lingkungan

persen kawasan lindung Jawa Barat

2 Masih terjadi degradasi kualitas lingkungan di hulu DAS prioritas (Citarum, Cimanuk, Ciliwung, Citanduy) sampai ke wilayah pesisir

3 Kurang memadainya pengaturan industri dalam