Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu
3.2. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu
a) Kebijakan Pendapatan
Kebijakan pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat merupakan perkiraan yang terukur secara Nasional, dan memiliki kepastian serta dasar hukum yang jelas. Kebijakan pendapatan daerah tersebut diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan daerah dari: sektor pajak daerah, retribusi daerah, dan dana perimbangan. Untuk meningkatkan pendapatan daerah dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Memantapkan kelembagaan melalui peningkatan peran dan fungsi CPDP, UPT, UPPD dan Balai Penghasil;
2. Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan melalui penerapan secara penuh penyesuaian tarif terhadap pajak daerah dan retribusi
daerah;
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐18
3. Meningkatkan koordinasi dan perhitungan lebih intensif, bersama antara pusat-daerah untuk pengalokasian sumber pendapatan dari dana perimbangan dan non perimbangan.
4. Meningkatkan deviden BUMD dalam upaya meningkatkan secara signifikan terhadap pendapatan daerah;
5. Meningkatkan kesadaran, kepatuhan dan kepercayaan serta partisipasi aktif masyarakat/lembaga dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak dan retribusi;
6. Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan aset daerah secara profesional;
7. Peningkatan sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan pendapatan
8. Pemantapan kinerja organisasi dalam meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
9. Meningkatkan kemampuan aparatur yang berkompeten dan terpercaya dalam rangka peningkatan pendapatan dengan menciptakan kepuasan pelayanan prima.
Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan dana perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan penerimaan pajak orang pribadi dalam negeri (PPh OPDN), PPh pasal 21, pajak ekspor, dan PPh badan;
2. Meningkatkan akurasi data sumber daya alam sebagai dasar perhitungan bagi hasil dalam dana perimbangan; serta
3. Meningkatkan koordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat untuk dana perimbangan dan kabupaten/kota untuk obyek pendapatan sesuai wewenang provinsi.
Berdasarkan kebijakan perencanaan pendapatan daerah tersebut, dalam merealisasikan perkiraan rencana penerimaan pendapatan daerah (target), sesuai dengan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 diperlukan strategi pencapaiannya sebagai berikut.
1. Strategi pencapaian target pendapatan asli daerah, ditempuh melalui:
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐19 III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐19
b. Pelaksanaan pemungutan atas obyek pajak/retribusi baru dan pengembangan sistem operasi penagihan atas potensi pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya;
c. Peningkatan fasilitas dan sarana pelayanan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran;
d. Melaksanakan pelayanan dan pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membayar pajak melalui drive thru, Gerai Samsat dan Samsat Mobile, layanan SMS, pengembangan Samsat Outlet, dan Samsat Gendong serta e-Samsat;
e. Mengembangkan penerapan standar pelayanan kepuasan publik di seluruh kantor bersama/samsat dengan menggunakan parameter iso 9001-2008;
f. Penyebarluasan informasi di bidang pendapatan daerah dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat;
g. Revitalisasi BUMD melalui berbagai upaya: pengelolaan BUMD secara profesional, peningkatan sarana, prasarana, kemudahan prosedur pelayanan terhadap konsumen/nasabah, serta mengoptimalkan peran Badan Pengawas, agar BUMD berjalan sesuai dengan peraturan sehingga mampu bersaing dan mendapat kepercayaan dari perbankan;
h. Optimalisasi pemberdayaan dan pendayagunaan aset yang diarahkan pada peningkatan pendapatan asli daerah; dan
i. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan pada tataran kebijakan, dengan POLRI dan kabupaten/kota termasuk dengan daerah perbatasan, dalam operasional pemungutan dan pelayanan Pendapatan Daerah, serta mengembangkan sinergitas pelaksanaan tugas dengan OPD penghasil.
2. Strategi pencapaian target dana perimbangan, dilakukan melalui:
a. Sosialisasi secara terus menerus mengenai pungutan pajak
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐20 III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐20
b. Peningkatan akurasi data potensi baik potensi pajak maupun potensi sumber daya alam bekerjasama dengan Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar perhitungan Bagi Hasil.
c. Peningkatan keterlibatan pemerintah daerah dalam perhitungan lifting migas dan perhitungan sumber daya alam lainnya agar memperoleh proporsi pembagian yang sesuai dengan potensi; dan
d. Peningkatan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian teknis, Badan Anggaran DPR RI dan DPD RI untuk mengupayakan peningkatan besaran Dana Perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak).
3. Sedangkan Lain-lain Pendapatan yang sah, strategi yang ditempuh melalui:
a. Koordinasi dengan kementerianteknis dan lembaga non pemerintah, baik dalam maupun luarnegeri.
b. Inisiasi dan pengenalan sumber pendapatab dari masyarakat.
c. Pembentukanlembagapengelola dana masyarakat.
b) Kebijakan Belanja
Belanja daerah dikelompokan menjadi Belanja Tidak Langsung (BTL) dan Belanja Langsung (BL). Salah satu terobosan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mendanai pembangunan di kabupaten/kota dengan menggunakan instrument perhitungan besaran alokasi bantuan keuangan kepada kabupaten/kota sebagai bahan pendukung kebijakan pimpinan di dalam penyusunan APBD Provinsi Jawa Barat. Formulasi yang dimaksud adalah beberapa indikator yang disyaratkan dalam peraturan perundang- undangan, antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 sebagaimana terakhir diubah menjadi Permendagri Nomor 21 tahun 2011 dan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018. Indikator yang digunakan dalam perhitungan formulasi ini terdiri dari: (1) Jumlah Penduduk; (2) Luas Wilayah; (3) Jumlah Penduduk Miskin; (4) Saluran
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐21
Irigasi; (5) Panjang jalan Kabupaten/Kota; (6) Capaian IPM; (7) Pencapaian Rata-rata Lama Sekolah, dan (8) Pencapaian Luas Kawasan Lindung. Sedangkan BL merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Pada Tahun 2017 pemerintah telah merubah prinsip dari yang menggunakan prinsip money follow function, karena manfaatnya tidak jelas, diubah menjadi money follow programme dengan memperhatikan prioritas pembangunan sesuai permasalahan serta situasi dan kondisi pada tahun mendatang, artinya program dan kegiatan strategis yang memang menjadi prioritaslah yang mendapatkan anggaran.
Kecenderungan semakin meningkatnya kebutuhan belanja pegawai, pemenuhan belanja rutin perkantoran (fixed cost), belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, tidak berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan daerah walaupun pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini berdampak pada kemampuan riil keuangan daerah yang cenderung semakin menurun. Dengan menggunakan indikator ruang fiskal (ketersediaan dana dalam APBD yang dapat digunakan secara bebas oleh daerah), ruang fiskal daerah Jawa Barat menunjukkan kecenderungan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kebijakan belanja daerah sebagai berikut:
1. RPJMD 2013-2018, 11 (sebelas) Prioritas Pembangunan Jawa Barat
Tahun 2018, program prioritas dan kegiatan prioritas dengan pembagian: urusan pemerintah wajib pelayanan dasar sejumlah enam (6) urusan, wajib non pelayanan dasar sejumlah 18 urusan dan pemerintah pilihan sejumlah delapan (8) urusan serta penunjang pemerintahan sejumlah delapan (8) urusan; Sustainable Development Goals (SDGs); kemiskinan; dan janji Gubernur.
2. Dukungan RPJMN 2015–2019 dan RKP 2018.
3. Penggunaan dana fungsi pendidikan 20% dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggraan pendidikan.
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐22
4. Penggunaan dana fungsi kesehatan 10%, dalam rangka peningkatan fungsi kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara konsisten dan berkesinambungan mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD di luar gaji, pembiayaan tidak hanya urusan kesehatan tetapi non urusan kesehatan yang merupakan fungsi kesehatan seperti sarana olahraga dan sumber daya insani.
5. Penggunaan dana fungsi infrastruktur 10% dari penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
6. Bantuan keuangan kab/kota, bantuan desa, hibah, Bansos dan subsidi.
7. Penggunaan Dana DAK, DBHCHT, BOS Pusat, Pajak Rokok.
8. Pendukungan untuk optimalisasi penggunaan aset milik daerah.
9. Pendukungan penyelenggaraan Asian Games Tahun 2018.
10. Pemberian penghargaan bagi atlet berprestasi.
11. Pembangunan dan pengembangan pusat pelayanan publik dan sosial.
Belanja daerah, dari tahun ke tahun relatif mengalami kenaikan. Pada Tahun 2017 belanja tidak langsung mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan belanja daeah Tahun 2016, dikarenakan pada Tahun 2017 ada kenaikan pada Belanja Pegawai sebagai konsekuensi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014. Hal ini ditandai dengan beralihnya gaji dan tunjangan tenaga kependidikan SMA/SMK seiring dengan beralihnya pengelolaan sekolah menengah dari urusan Kabupaten/Kota menjadi urusan Provinsi, sehingga besaran belanja pegawai mengalami kenaikan yang signifikan.
c) Kebijakan Pembiayaan
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐23
Pembiayaan daerah meliputi penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Kebijakan penerimaan pembiayaan daerah timbul karena jumlah pengeluaran lebih besar daripada penerimaan sehingga terdapat defisit. Sumber penerimaan pembiayaan daerah berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA), transfer dari dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan piutang daerah. Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah timbul karena ada surplus/kelebihan anggaran. Pengeluaran pembiayaan daerah diantaranya diperuntukan bagi pembentukan dana cadangan, investasi (penyertaan modal dan pembelian surat berharga/saham), pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah, dan sisa lebih perhitungan.
Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah direncanakan untuk pendanaan penyelenggaraan pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2018 dan penyaluran Kredit Cinta Rakyat (KCR) yang disalurkan melalui PT. Bank Pembangunan Daerah Jabar Banten (Bank BJB) dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. KCR merupakan program pembiayaan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya serta untuk modal kerja, sehingga diharapkan bisa meringankan para pelaku usaha kecil. Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan penyertaan modal kepada BUMD yang ada di Provinsi Jawa Barat jika hasil evaluasi menunjukan bahwa penyertaan modal diperlukan.
Khusus untuk Investasi pembelian surat berharga (pembelian saham) sesuai peraturan Pemerintah Peaturan Pemerintah Nomor1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 menyatakan bahwa investasi pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila APBD diperkirakan surplus serta pemerintah daerah harus memenuhi kewajibannya untuk melayani masyarakat dan membangun daerah melalui APBD terlebih dahulu, sebelum merencanakan untuk berinvestasi. Apabila APBD diperkirakan surplus saat pembahasan Rencana Kerja Anggaran (RKA), maka rencana
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐24 III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐24
1. Pemerintah daerah dapat melakukan percepatan pembangunan (khususnya melalui peningkatan pelayanan publik);
2. Adanya unsur keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah akan menjadi daya dukung tersendiri bagi pemerintah daerah;
3. Pemerintah daerah memiliki independensi dalam menentukan nilai obligasi yang akan diterbitkan, tingkat bunga/kupon, jangka waktu, peruntukan, dll;
4. Peningkatan ekonomi daerah melalui penyediaan layanan umum yang menunjang aktivitas perekonomian; dan
5. Promosi kepada pihak luar melalui publikasi di pasar modal akan mampu menarik investor menanamkan modalnya yang dapat melebihi nilai penerbitan obligasi daerah.
3.2.1. Proporsi Penggunaan Anggaran
Analisis proporsi realisasi terhadap anggaran bertujuan untuk memperoleh gambaran realisasi dari kebijakan pembelanjaan dan pengeluaran pembiayaan Provinsi Jawa Barat pada periode tahun anggaran sebelumnya. Hasilnya digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan pembelanjaan dan pengeluaran pembiayaan di masa datang dalam rangka peningkatan kapasitas pendanaan pembangunan daerah serta untuk menentukan kebijakan pembelanjaan di masa datang.
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐25 III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐25
Analisis proporsi realisasi belanja daerah dibanding anggaran dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 secara serial menginformasikan mengenai tingkat realisasi belanja Provinsi Jawa Barat.
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐26
Tabel 3.7
Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017
Rata-Rata Rata- Kode
Uraian Pertumbu Rata
% han (%) Penyera pan (%)
73 99,10 1,59 94,33 5.1.3 Belanja Subsidi 10.000.000.000 2.940.521.00
5.1.1 Belanja Pegawai 1.648.209.654.3
0 14.758.266.000 98,39 43,67 78,17 5.1.4 Belanja Hibah
58 96,59 0,90 93,19 5.1.5 Belanja Bantuan Sosial
0 37.096.500.000 78,13 39,68 48,45 5.1.6 Belanja Bagi
95 99,05 0,35 97,06 5.1.7 Belanja Bantuan
11 92,54 1,34 86,15 5.1.8 Belanja Tidak
86 281.793.512.576 93,08 0,29 91,19 5.2.2 Belanja Barang
5.2.1 Belanja Pegawai 463.222.796.03
33 93,66 1,77 89,41 5.2.3 Belanja Modal
dan jasa
Sumber: Laporan Keuangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐27
Berdasarkan Tabel 3.7 dari data realisasi rata–rata pertumbuhan Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Tahun 2013-2017 sebesar 0,98%, dengan rata-rata pertumbuhan Belanja Tidak Langsung sebesar 0,99% dan Belanja Langsung sebesar 1,23%. Adapun realisasi penggunaan belanja dibandingkan dengan anggaran yang tersedia Tahun 2013-2017 rata-rata sebesar 90,86%, dengan rata-rata penggunaan belanja dibandingkan dengan anggaran Belanja Tidak Langsung sebesar 92,25% dan Belanja Langsung sebesar 85,76%.
b. Proporsi Belanja Untuk Pemenuhan Kebutuhan Aparatur
Gambaran tentang belanja daerah yang menginformasikan mengenai proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur Provinsi Jawa Barat ditampilkan pada Tabel 3.8 sebagai berikut:
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐28
Tabel 3.8
Realisasi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017
No Uraian
2017 A. Belanja Tidak
Belanja Gaji dan 1 Tunjangan
2.567.003.671.898 Belanja Tambahan
1.161.360.854.267 Biaya Pemungutan
- Insentif Pemungutan
273.404.127.200 Insentif Pemungutan
1.190.895.476 Belanja Penerimaan
6 Lainnya Pimpinan
14.241.000.000 dan Anggota DPRD
B. Belanja Langsung
Belanja Honorarium
23.144.909.840 PNS Provinsi
Honorarium PNS
163.350.980.781 Non Provinsi
Belanja Uang
- Belanja Premi
4 Uang Jahit Pakaian
Belanja Pakaian 7 Dinas dan
12.172.495.780 Atributnya Belanja Pakaian
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐29
No Uraian
Belanja Pakaian 9 Khusus dan Hari2
24.404.787.124 Tertentu Belanja Perjalanan
364.241.337.693 Dinas PNS Provinsi
Belanja Perjalanan 11 Dinas PNS Non
8.862.533.308 Provinsi Belanja Perjalanan
- Pindah Tugas
Belanja Pemulangan
Belanja Beasiswa
3876678773 Pendidikan PNS
Belanja Kursus, 15 Pelatihan, Sosialisasi
17266301385 dan Bimbingan
Teknis Belanja Modal (Kantor, Mobil Dinas,
309.833.016.349 279.326.991.100 Meubelair, Peralatan
dan Perlengkapan)**
TOTAL 2.124.262.224.119 2.163.931.416.947 2.276.264.709.569 2.563.003.955.624 4.922.287.035.474
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐30
Realisasi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur, dari Tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 mengalami peningkatan, baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung. Alokasi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur selama 5 (lima) tahun terakhir disajikan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur
Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017
No Tahun Total Belanja untuk
Prosentase Pemenuhan Kebutuhan
Total Pengeluaran
(Belanja + Pembiayaan
Aparatur (Rp)
(a)/(b) x 100 (%)
33.018.624.485.376 14,91 Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
Persentase belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dibandingkan dengan total pengeluaran daerah relatif menurun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016, Tahun 2013 prosentasenya sebesar 11,43% dan tahun 2016 sebesar 9,15%. Pada tahun 2017 persentasenya meningkat menjadi sebesar 14,91%, namun dari persentase belanja pemenuhan kebutuhan aparatur terhadap total pengeluaran, dapat disimpulkan bahwa belanja untuk pembangunan lebih besar dibandingkan dengan belanja untuk pemenuhan kebutuhan.
c. Analisis Pengeluaran Wajib Dan Mengikat Serta Prioritas Utama
Analisis terhadap realisasi pengeluaran wajib dan mengikat dilakukan untuk menghitung kebutuhan pendanaan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang tidak dapat dihindari atau harus dibayar dalam suatu tahun anggaran. Realisasi pengeluaran Wajib dan Mengikat dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐31
Tabel 3.10
Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017
Rata-Rata No
A Belanja Tidak Langsung
62,4% 2 Belanja Tambahan Penghasilan PNS
1 Belanja Gaji dan Tunjangan
614.849.359.279 621.315.680.874 632.816.883.316 722.775.955.703 1.161.360.854.267 19,4% 3 Biaya Pemungutan Pajak
- 4 Insentif Pemungutan Pajak
5,4% 5 Insentif Pemungutan Retribusi
953.036.261 1.128.754.224 1.008.803.595 1.257.832.788 1.190.895.476 6,8% 6 Belanja Penerimaan Lainnya Pimpinan dan Anggota DPRD
10.625.992.735 10.764.000.000 10.692.000.000 10.719.000.000 14.241.000.000 8,4% 7 Gaji dan Tunjangan DPRD
18,4% 8 Gaji dan Tunjangan Gubernur/Wakil Gubernur
219.529.073 220.839.358 220.228.151 223.129.747 214.653.410 -0,5% 9 Belanja Penerimaan Lainnya Gubernur/Wakil Gubernur
12.960.000.000 12.960.000.000 23.122.711.000 24.395.300.000 25.681.538.000 22,3% 10 Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah Kepada Kabupaten/Kota
15,5% Belanja Bagi Hasil Retribusi
- Kabupaten/Kota 12 Belanja Bagi Hasil Kepada Pihak Ketiga
11 Daerah Kepada kepada
299.527.394 - - - 13 Belanja Bantuan Kepada Partai Politik
B Pengeluaran Pembiayaan Daerah 119.025.000.000 458.575.000.000 660.000.000.000 378.575.000.000 311.875.000.000 67,2%
1 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 119.025.000.000 458.575.000.000 660.000.000.000 378.575.000.000 311.875.000.000 67,2%
TOTAL A+B
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐32
3.2.2. Analisis Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
Berikut ini disajikan penghitungan penutup defisit riil anggaran pada periode 2013 sampai 2017.
Tabel 3.11
Penutup Defisit Riil Anggaran Periode Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013-2017
Relisasi Tahun (Rp)
No Uraian
1 PENDAPATAN DAERAH 19.237.611.310.213 22.310.953.031.230 24.009.980.850.227 27.694.035.120.859 32.163.957.645.604 2 BELANJA DAERAH
3 Pengeluaran Pembiayaan Daerah 189.025.000.000 458.575.000.000 660.000.000.000 378.575.000.000 311.875.000.000 A. Defisit Riil
-306.504.346.383 -854.666.839.772 Ditutup oleh realisasi Penerimaan Pembiayaan:
Sisa Lebih Perhitungan 1 Anggaran Daerah Tahun
2.916.306.755.414 3.586.471.831.054 4.549.073.508.028 3.485.029.506.541 3.345.697.892.227 Sebelumnya 2 Penerimaan Kembali Investasi Dana Bergulir
- 2.798.116.686 165.397.694.086 2.426.059.384 3 Koreksi
- -91.787.889.250 - - - B. Total Realisasi Penerimaan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
Perencanaan penganggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran tahun anggaran sebelumnya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada tahun anggaran berjalan yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SILPA yang direncanakan.
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐33
Data SiLPA lima tahun terakhir menunjukkan nilai yang fluktuatif. Selama kurun waktu 2013 sampai 2017, nilai SiLPA tertinggi pada tahun 2014 yaitu Rp 4.549.073.508.028 Posisi SiLPA pada Tahun 2017 sebesar Rp 2.493.457.111.839. Analisis Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.12 berikut ini:
Tabel 3.12
Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi Jawa Barat
Periode Tahun 2013-2017
Rata – Rata No
2017 Pertumb uhan (%)
892.227 5,6% Kewajiban kepada pihak ketiga
3.345.697. Sebelumnya
Jumlah Sisa Lebih Perhitungan 1 Anggaran Daerah Tahun
2 sampai dengan akhir tahun ---- - belum terselesaikan
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
3 Kegiatan lanjutan
3.345.697. Daerah Tahun Sebelumnya
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
Analisis yang dapat dilakukan untuk mendapat gambaran realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut ini:
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐34
Tabel 3.13
Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2013-2017
Rata-Rata URAIAN
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Berkenaan Bersumber Dari:
28,55 Penghematan Belanja
Pelampauan Pendapatan
68,27 Pelampauan Penerimaan
Pembiayaan
4.201.097.367 0,17 - Penghematan
Pengeluaran Pembiayaan - -- -- - 25.000.000.000 0,70 - - - Penghematan
Pembiayaan Netto
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017
BAB
III ‐ GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III ‐35