4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Februari – 19 Maret 2011
dengan mengambil populasi siswa kelas VIII SMP 2 Kaliwungu Kudus tahun ajaran 20102011. Populasi terdiri dari enam kelas yang terdiri dari kelas VIII A
– kelas VIII F, namun di dalam penelitian ini hanya diambil sampelnya saja. Sampel
dalam penelitian ini diambil dua dari enam kelas siswa SMP 2 Kaliwungu Kudus kelas VIII. Pada penentuan sampel peneliti menggunakan teknik random
sampling, sehingga diperoleh kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan VIII E sebagai kelas kontrol.
Pada tahap pelaksanaan kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda, pada kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif dengan
metode demonstrasi sedangkan pada kelas kontrol diberi perlakuan dengan model ceramah dan diskusi. Pada penelitian ini kedua kelas mengalami 3 tahap kegiatan
yaitu pre test, penerapan model pembelajaran kegiatan inti, dan post test. Pada tahap kegiatan pertama siswa diberi pre test, pre test di sini
digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa apakah dalam keadaan awal yang sama atau tidak sebelum diberikan perlakuan. Berdasarkan data kondisi awal
menunjukkan kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sama. Hal ini ditunjukkan dari data pre test kedua kelas. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat
bahwa kemampuan rata-rata awal kelas eksperimen mencapai sebesar 36,47 sedangkan kemampuan awal kelas kontrol mencapai sebesar 40,34. Melalui uji t
pada Tabel 4.4 diperoleh t
hitung
sebesar -1,925 yang berada pada daerah penerimaan Ho yaitu selang
– 1,993 sampai 1,993 yang merupakan batas kritik uji
t untuk taraf kesalahan 5 dengan dk 74. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang nyata kemampuan belajar awal dari kedua kelas.
Pada tahap kegiatan kedua, siswa diberikan pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan
model pembelajaran kooperatif dengan metode demonstrasi sedangkan untuk kelas kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran ceramah dan diskusi. Pada
awal pembelajaran kelas eksperimen, sebelum pembelajaran dimulai siswa diberikan tes awal, dengan tes akhir ini siswa diharapkan termotivasi untuk belajar
sehingga pada saat pembelajaran berlangsung siswa sudah paham materi yang diajarkan. Pada kegiatan inti guru memperagakan demonstrasi alat peraga.
Demonstrasi di sini digunakan untuk menarik perhatian siswa dan juga untuk memperjelas materi yang hanya bersifat konseptual menjadi konkret dan nyata
sehingga siswa lebih paham akan materi tersebut. Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha
sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar seperti yang dikemukakan oleh John Dewey sebagaimana dikutip oleh Hamalik 2001: 212, yakni prinsip belajar
sambil berbuat learning to doing. Prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan
secara aktif dan personal, dibandingkan dengan bila mereka melihat materikonsep saja. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah meningkat apabila guru menerima peranan nonintervensi. Metode
demonstrasi merupakan
metode penyajian
pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi
atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Menurut suparno 2007:142 lewat demonstrasi siswa dapat mengamati sesuatu yang nyata dan
bagaimana cara bekerjanya. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa
hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Sebelum demonstrasi dilakukan siswa diatur agar
berkelompok, kelompok di sini dibentuk dengan sistem heterogen. Kelompok terdiri dari 4-5 orang, kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif karena model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan seting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman
anggota kelompok. Kelompok-kelompok ini berguna sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya.
Setelah demonstrasi, siswa dituntun untuk mengerjakan LKS yang telah disediakan. LKS pada penelitian di sini dibuat agak berbeda sehingga siswa lebih
tertantang untuk mengerjakan LKS tersebut. Pada akhir pembelajaran siswa diberikan tes akhir, tes akhir ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh pembelajaran yang telah dilakukan. Pada kelas kontrol pembelajaran hanya dilakukan secara ceramah dan diskusi tidak disertai dengan adanya
demonstrasi alat peraga. Pada tahap kegiatan ketiga, siswa diberikan post test, post test di sini
digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Setelah pembelajaran dilakukan terlihat bahwa ada peningkatan hasil belajar antara kedua
kelas tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5, rata-rata kemampuan kedua kelas meningkat. Pada kelas eksperimen kemampuan rata-rata meningkat dari
sebesar 36,47 mencapai 71,09. Untuk kelas kontrol kemampuan rata-rata meningkat dari sebesar 40,34 mencapai 67,45. Melalui uji t pada Tabel 4.7
diperoleh t
hitung
sebesar 2,04 sedangkan t
tabel
sebesar 1,993. Karena t
hitung
lebih besar daripada t
tabel
maka Ho ditolak sehingga ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara kedua kelas, hal ini berarti pemahaman konsep pemantulan
cahaya siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk menguji adanya peningkatan hasil belajar digunakan uji gain
ternormalisasi. Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan faktor gain untuk kelas eksperimen diperoleh sebesar 0,54 sedangkan untuk kelas kontrol faktor gain
diperoleh sebesar 0,45. Dari uji gain tersebut didapatkan kriteria sedang untuk kelas eskperimen maupun kelas kontrol, hal ini berarti kedua kelas mengalami
peningkatan dengan kriteria sedang. Secara garis besar, apabila dilihat dari faktor gainnya terlihat bahwa faktor gain dari kelas eksperimen lebih besar dari kelas
kontrol. Namun hal ini belum cukup untuk membuktikan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan antara kedua kelas tersebut. Melalui uji signifikansi
gain ternormalisasi pada Tabel 4.9 diperoleh t
hitung
sebesar 2,193 dengan t
tabel
1,982, karena t
hitung
berada pada daerah penolakan Ho maka ada perbedaan peningkatan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol,
dimana peningkatan kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol. Terjadinya peningkatan hasil belajar baik pada kelas eksperimen maupun
kontrol, disebabkan karena adanya variasi pembelajaran yang dilakukan. Selain dengan menggunakan metode ceramah juga digunakan metode diskusi dan
demonstrasi. Dalam pembelajaran, siswa akan aktif berfikir dan berupaya mencari
jawaban yang sesuai untuk setiap permasalahan yang muncul. Sistem pembelajaran yang terjadi dapat menimbulkan ketertarikanminat dan motivasi
pada siswa dalam materi pemantulan cahaya dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pada pembelajaran kooperatif dengan metode demonstrasi siswa diarahkan bekerja sama dalam suatu kelas untuk berdiskusi dengan mengaitkan
permasalahan yang muncul dengan apa yang telah didemonstrasikan. Dengan adanya demonstrasi siswa secara tidak langsung akan menggunakan pengalaman
yang dia dapat sebagai suatu sarana yang dapat menghantarkan siswa agar lebih mudah memahami suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif dengan metode
demonstrasi dapat mengkongkritkan ide-ide atau gagasan yang bersifat konseptual sehingga mengurangi kesalahpahaman siswa dalam memahami materi
pembelajaran. Adanya demonstrasi dapat membangkitkan motivasi siswa karena percobaan yang dilakukan berkaitan dengan apa yang terjadi pada kehidupan
mereka sehingga proses pembelajaran menarik perhatian siswa. Motivasi dan ketertarikan tinggi ini berakibat pada kemauan belajar siswa, yang akhirnya
berpengaruh terhadap pemahaman konsep pemantulan cahaya pada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik 2001 : 161 bahwa motivasi berfungsi
mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Secara lebih lengkap Hamalik 2001 : 161 menjelaskan fungsi motivasi ada tiga
yaitu sebagai berikut : 1
Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa adanya motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
2 Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3
Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi diandaikan sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan. Dalam pelaksanakan penelitian tidak hanya kemampuan kognitif saja yang
dilihat, di dalam setiap pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol aktivitas tiap individu juga diamati. Pada setiap pertemuan aktivitas individu
diamati dan dicatat dalam lembar observasi. Pengamatan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dilakukan oleh guru pendamping penelitian. Untuk
mempermudah dalam pengambilan data, peneliti membuat penomoran bagi setiap siswa dari nomor 1
– 5. Penomoran ini telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya agar tidak terjadi kegaduhan dalam kelas. Penomoran ditentukan berdasarkan
kemampuan siswa, hal ini bertujuan memudahkan pengamat dalam mengambil data pada saat pembelajaran berlangsung.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, aktivitas dari kedua kelas tampak berbeda. Pembelajaran pertama pada kelas eksperimen aktivitas tiap individu
cenderung pasif mungkin dikarenakan model pembelajaran dan guru yang berbeda dengan biasanya. Pada pembelajaran kedua aktivitas individu meningkat tiap
siswa aktif dalam pembelajaran dimungkinkan karena siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan. Pada pembelajaran terakhir terdapat
beberapa kelompok yang aktivitas individunya kembali menurun, hal ini
dimungkinkan karena kelompok tersebut tidak membawa alat peraga berupa sendok sayur. Pada kelas kontrol aktivitas individu cenderung tidak mengalami
perubahan dari pertemuan pertama sampai terakhir. Berdasarkan data aktivitas lembar observasi menunjukkan adanya perbedaan aktivitas individu. Melalui uji
observasi aktivitas siswa pada Tabel 4.10 diperoleh kemampuan psikomotorik siswa pada kelas eksperimen mencapai 70,64 dalam kriteria baik sedangkan
kemampuan psikomotorik siswa pada kelas kontrol mencapai 61,84 dalam
kriteria cukup baik. Berarti kemampuan psikomotorik siswa pada kelas eksperimen lebih aktif daripada kelompok kontrol, tapi hanya diambil sampelnya
saja yaitu pada pertemuan kedua. Peningkatan aktivitas siswa tidak terlepas dengan adanya penggunaan
model pembelajaran kooperatif. Karena pada saat pengelompokkan siswa, peneliti dengan sengaja mengelompokkan siswa sesuai prestasi tiap individu
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang hampir sama sehingga pada saat diskusi kelompok tersebut tidak pasif seutuhnya. Sebab ada anak yang
berprestasi tinggi mampu mengajak siswa lain yang kurang dalam berprestasi menjadi aktif dalam pembelajaran. Ini sesuai pendapat lou, Abrami dan
d’Apollonia, sebagaimana dikutip Shimazoe dan Aldrich 2010:52-57 menyarankan bahwa kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari
individu yang berbeda tidak hanya berdasarkan tingkat kemampuannya. Di satu sisi, penggunaan metode demonstrasi yang menggunakan alat-alat peraga yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari juga berpengaruh pada keaktifan siswa untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini karena siswa tidak asing terhadap benda-
benda tersebut sehingga lebih memudahkan siswa dalam menggunakan alat dan mengkaitkannya dengan pembelajaran dibandingkan dengan kelas kontrol yang
tidak menggunakan alat peraga. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution 2004 : 98 bahwa dengan melakukan percobaan menggunakan alat peraga dapat
memberikan pemahaman yang lebih tepat dan jelas, serta hasil belajar siswa lebih permanen atau mantap. Hal ini juga sesuai dalam penelitian yang dilakukan oleh
Walter dan Walter 2010 : 43 – 46 bahwa pengalaman nyata yang diberikan
kepada peserta didik mampu digunakan untuk memahami dan mempelajari materi pelajaran. Di samping itu penggunaan LKS yang berbeda dari biasanya membuat
siswa lebih tertarik untuk mendiskusikan secara kelompok, walaupun harus dibimbing sedikit demi sedikit agar bisa mendiskusikannya secara lancar dan
secara kelompok. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pembelajaran ceramah dan diskusi, karena model
pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan keterampilan sosial siswa. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode demonstrasi lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan
pembelajaran ceramah dan diskusi.
59
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Pemahaman konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode demostrasi dalam pembelajaran pemantulan cahaya
pada kelas VIII SMP 2 Kaliwungu Kudus lebih baik daripada pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran ceramah dan diskusi. Hal ini didasarkan
pada peningkatan hasil belajar kognitif dan psikomotorik siswa dengan model pembelajaran kooperatif dengan metode demostrasi dalam pembelajaran
pemantulan cahaya pada kelas VIII SMP 2 Kaliwungu Kudus lebih besar daripada pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran ceramah dan diskusi.
5.2 SARAN
Ada beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini antara lain.
1. Dalam pembelajaran pokok bahasan cahaya, guru sebaiknya menggunakan metode demonstrasi sehingga siswa lebih mudah memahami materi
pembelajaran karena siswa mempunyai pengalaman langsung terhadap kehidupan nyata.
2. Kepada peneliti lain sebaiknya menyiapkan alat-alat peraga sendiri dan dapat mengelola waktu dengan baik hal ini dikarenakan pembelajaran
dengan metode demonstrasi membutuhkan waktu yang tidak singkat.