1 Paradigma dan Pendekatan Penelitian

individu sebagai pelaku. Ketiga, realitas sosial dilihat dari sudut pandang subjek penelitian tineliti. Kebenaran mengenai realitas sosial dalam penelitian kualitatif didasarkan pada pandangan ”orang dalam” atau subjek penelitian, bukan dari hasil kesimpulan peneliti. Oleh karena itu, penelitian kualitatif mengharuskan peneliti mampu membangun hubungan yang baik dengan subjek penelitian agar dapat mengindentifikasi diri sebagai bagian dari subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar interpretasi terhadap realitas sosial yang hendak diteliti sesuai dengan pandangan tineliti. Selain asumsi dasar, penelitian kualitatif juga memiliki beberapa sifat dasar yang berbeda dengan penelitian kuantitatif positivisme Denzin dan Lincoln, 1994 dan Guba dan Lincoln, 1994. Pertama, penelitian kualitatif bersifat induktif, yaitu data yang bersifat khusus digunakan untuk membangun konsep, wawasan, dan pengertian baru yang bersifat lebih umum. Kedua, naturalistik yang artinya peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap setting penelitian. Realitas sosial dipahami secara alami sesuai dengan konteksnya. Ketiga, subjektif yaitu adanya proses interaksi yang kuat atau keterlibatan dua arah antara peneliti dan tineliti. Keempat, holistik yaitu realitas sosial dan manusia pelakuaktor dilihat secara menyeluruh pada segala aspek atau dimensinya dalam konteks historisnya. Kelima, humanistik yaitu memahami manusia sebagai subjek penelitian secara utuh. Keenam, aposteriori yaitu peneliti tidak membangun pandangan, keyakinan atau hipotesis terlebih dahulu sebelum kelapangan. Ketujuh, fleksibel yaitu adanya peluang dan kemungkinan untuk melakukan perubahan selama proses penelitian sesuai dengan konteks di lapang. Kedelapan, validitas yaitu menekankan pada kesesuaian antara data dengan apa yang terjadi di lapang perkatan atau perbuatan tineliti.

3. 2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada kepentingan mendapatkan konstekstualitas dari kosntruksi pemaknaan yang terbentuk di antara dua lokasi yang memiliki karakterisitik sosio-kultural yang unik. Analisis terhadap komunitas penggemar burung difokuskan pada analisis tingkat komunitas, yaitu pada kelompok-kelompok komunitas yang terbentuk di tingkat lokal serta organisasi yang menaungi kelompok-kelompok komunitas tersebut. Pembatasan analisis pada tingkatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan pemahaman konstruksi pemaknaan pada agregat individu-individu yang terdapat dalam komunitas penggemar burung, tidak pada ranah individu-individu penggemar. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kajian ini merupakan telaah psiko-sosial dan sosiologis yang memperhatikan dimensi agregat individu dalam keterkaitannya satu dengan lainnya, serta dengan kekuatan-kekuatan yang berada di luar struktur sosial dari komunitas penggemar burung itu sendiri. Selain pembatasan ranah kajian, pembatasan lain dalam kajian ini adalah pada jenis komunitas penggemar burung yang menjadi fokus analisis yaitu pada komunitas penggemar burung berkicau kicau mania. Penetapan fokus analisis pada komunitas penggemar burung berkicau dikarenakan saat ini burung berkicau merupakan jenis burung yang paling banyak digemari sebagai satwa peliharaan untuk kepentingan hobi memelihara burung. Melalui pertimbangan argumentasi di atas, yaitu kepentingan mendapatkan konstekstualitas dari konstruksi pemaknaan yang terbentuk di antara dua lokasi yang memiliki karakterisitik sosio-kultural yang unik, maka dalam penelitian ini ditetapkan daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah Surabaya dan Yogyakarta. Sebelumnya lokasi penelitian ditetapkan ditiga lokasi sekaligus yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Namun karena beberapa pertimbangan yang tidak memungkinkan, maka Bandung yang diasumsikan sebagai representasi setting sosio-kultural masyarakat Sunda tidak dilakukan. Pemilihan Surabaya dan Yogyakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, kedua daerah ini memiliki sejarah tradisi kebudayaan yang cenderung berbeda, di mana Yogyakarta sejak masa feodalisme hingga saat ini dikenal sebagai pusat kekuasaan politik kerajaan keraton di Jawa yang sangat kental dengan tradisi kerajaan karatonbangsawanpriyayi, sedangkan Surabaya sebaliknya, sejak masa feodalisme hingga saat ini dikenal sebagai daerah perdagangan atau pusat kegiatan ekonomi dengan dinamika akulturasi dan asimilasi yang cukup tinggi. Di sisi lain, Surabaya sejak dulu dikenal sebagai daerah yang tunduk pada kerajaan-kerajaan besar di Jawa, baik kerajaan Islam maupun Hindu-Budha. Kedua, di kedua lokasi tersebut realitas sosial mengenai kegemaran memelihara burung semakin menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Menurut temuan Jepson and Ladle 2005 Surabaya merupakan salah satu lokasi yang tertinggi masyarakatnya menjadikan burung sebagai satwa peliharaan selain satwa lainnya seperti ayam, kucing, anjing, dan ikan. Sementara itu mengenai pelaksanaan waktu penelitian, penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama selama dua bulan 2 bulan di Surabaya, tepatnya April – Juni 2006. Sedangkan tahap kedua dilakukan selama satu bulan 1 bulan di Yogyakata, tepatnya bulan Agustus 2007. Lamanya waktu penelitian disesuaikan dengan kebutuhan data yang harus didapatkan peneliti selama di lapangan. Seharunya di setiap tahapan penelitian, lama waktu yang diagendakan di awal adalah selama dua bulan di masing-masing lokasi penelitian, namun karena beberapa argumentasi pertimbangan tersebut didasarkan pada kebutuhan data yang diperlukan dalam proses penelitian.

3. 3 Metode Pengambilan, Jenis dan Analisis Data

Sesuai dengan pilihan pendekatan penelitian di atas, yaitu pendekatan kualitatif, maka metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan strategi pengambilan data dalam pendeketan kualitatif, yaitu indept interview wawancara mendalam, observasi lapang serta penelusuran dan analisis dokumen lihat Sitorus, 1998. Metode wawancara mendalam dilakukan pada responden yang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan pemeliharaan burung, baik dalam bentuk kelompok maupun individu daftar responden terlampir. Sementara wawancara – tidak mendalam – dilakukan pada informan kunci yang dapat memberikan informasi umum mengenai kegiatan hobi memelihara burung di lokasi penelitian. Observasi lapang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para penggemar burung di penelitian. Beberapa kegiatan yang menjadi objek pengamatan peneliti antara lain, kegiatan latihan burung, lomba atau kontes burung, pasar burung, dan pertemuan- pertemuan informal para penggemar burung di lokasi penelitian. Adapun penulusuran dan analisis dokumen dilakukan peneliti terhadap sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan kegiatan hobi memelihara burung, konteks sosio- kultural masyarakat lokasi penelitian.