4 Karakteristik Etnis dan Gender Komunitas Penggemar Burung

Tionghoa yang menjadi bagian dari komunitas penggemar burung berkicau sebagian besar berasal dari lapisan masyarakat dengan status sosial ekonomi tinggi. Mereka adalah para pengusaha lokal dan pemilik usaha perdagangan di Surabaya. Sedangkan etnis Jawa dan Madura berasal dari lapisan masyarakat yang beragam dari masyarakat kelas bawah hingga kelas atas. Di Yogkarta etnis Jawa mendominasi komunitas penggemar burung berkicau. Etnis lain yang menjadi bagian dari komunitas penggemar burung berkicau adalah etnis Cina, Sunda dan Melayu. Di Yogyakarta sangat jarang ditemukan komunitas penggemar burung berkicau yang berasal dari Madura. Keberadaan etnis Cina pada komunitas penggemar burung berkicau di Yogyakarta tidak sebanyak di Surabaya. Hal ini disebabkan karena komunitas Cina di Yogyakarta tidak sebanyak di Surabaya, di mana etnis Cina dikenal dengan kultur berdagangnya. Hal lainnya, etnis Cina yang terdapat di Yogyakarta sebagian besar justru tidak berasal dari lapisan masyarakat kelas atas melainkan seperti masyarakat kebanyakan atau dari lapisan menengah ke bawah. Meskipun terdapat juga beberapa penggemar dari etnis Cina yang berasal dari lapisan masyarakat kelas atas. Peran perempuan pada komunitas penggemar burung berkicau sebenarnya merupakan fenomena baru dan unik. Dalam konteks historis dan kekinian peran perempuan pada komunitas penggemar burung berkicau belum mendapatkan banyak perhatian. Kuatnya budaya patriarki pada masyarakat Jawa menempatkan perempuan hanya berada di ruang-ruang domestik kehidupan, yaitu rumahtangga. Keberadaan perempuan dalam ruang publik dimaknai sebagai fenomena yang “tabuh” tidak lazim meskipun dalam perkembangannya konstruksi sosial seperti ini semakin bergeser. Di Surabaya keterlibatan dalam komunitas penggemar burung berkicau berupa keterlibatan pasif, di mana perempuan tidak berposisi sebagai pelaku utama kegiatan yang berkaitan dengan burung. Sangat jarang atau bahkan tidak ditemukan perempuan yang menjadi komunitas penggemar tipe pehobi, pelomba maupun penangkar. Keberadaan perempuan dalam komunitas penggemar burung berkicau hanya sebatas menemani atau mendukung kegemaran pasangan mereka dalam memelihara burung. Pada event latihan burung di kawasan Kodam V Barwijaya misalnya, setiap latihan burung digelar, beberapa perempuan berada di sana mendampingi pasangan mereka. Tidak jarang mereka juga membawa serta anak-anak mereka. Kaum perempuan memberikan dukungan pada hobi suaminya dengan menemaninya mengikuti latihan burung. Bagi kaum perempuan hal tersebut menjadi semacam sarana refreshing atau hiburan keluarga. Begitu pula pada event lomba burung, kaum perempuan hanya memiliki posisi sebagai pendamping pasangan mereka yang memiliki hobi melombakan burungnya. Seperti halnya pada latihan burung, event lomba burung menjadi semacam sarana hiburan keluarga bagi kaum perempuan. Oleh karena itu, beberapa lomba yang diselenggarakan di Surabaya dan sekitarnya memanfaatkan kawasan wisata sebagai lokasi penyelenggaraan. Di Yogyakarta keterlibatan pasif perempuan mendampingi pasangan mereka dalam kegiatan latihan atau lomba burung tidak terlalu banyak terlihat seperti di Surabaya. Dalam event latihan dan lomba burung kebanyakan hanya kaum laki-laki yang hadir. Sangat jarang ditemukan keberadaan perempuan pada event latihan dan loma burung meskipun hanya sekedar menemani pasangan mereka. Keterlekatan hobi burung dengan kaum laki-laki di Yogyakarta lebih terlihat dan masih bertahan hingga saat ini. Namun demikian, terdapat kasus menarik di mana perempuan memiliki keterlibatan aktif sebagai bagian dari komunitas penggemar burung berkicau di Yogyakarta. Keterlibatannya tidak hanya sebagai pendamping pasangan mereka akan tetapi secara langsung menjadi bagian dalam paguyuban penggemar burung berkicau dan ikut serta dalam kegiatan latihan atau lomba burung. Berikut ini adalah kasus keterlibatan aktif perempuan dalam komunitas penggemar burung berkicau di Yogyakarta. Ibu I inisial: Penggemar Burung Berkicau dari Kalangan Perempuan Ibu I adalah pensiunan pegawai Bank Pemerintah di Yogyakarta. Beliau berasal dari etnis Melayu Padang. Ibu I sudah sekitar 30 tahun berada di Yogyakarta. Bagi beliau budaya Yogyakarta sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ibu I menggemari burung sebagai satwa peliharaan dikarenakan mendapatkan suasana tenang, nyaman dan tenteram ketika mendengarkan suara kicauan burung. Selain itu, warna dan gerak-gerik burung yang menarik juga menjadi daya tarik lain mengapa beliau menggemari burung. Beliau sudah cukup lama tertarik dan menggemari burung sebagai satwa peliharaan. Sejak muda beliau sudah menyukai burung. Dengan memelihara burung beliau mendapatkan sarana penyaluran hobi sekaligus sebagai media refreshing. Di saat memasuki masa pensiun, kegemaran ini menjadi semakin penting perannya sebagai pengganti kegiatan rutin keseharian ketika bekerja. Memelihara burung membuat beliau memiliki kesibukan yang sesuai dengan keinginannya. Beliau secara aktif menjadi bagian dari komunitas penggemar burung di Yogyakarta, baik dalam paguyuban atau birdclub maupun dalam kegiatan latihan dan lomba burung. Meskipun hobi memelihara burung lebih dilekatkan pada kalangan laki- laki, namun bagi ibu I hal tersebut tidak menjadi batasan untuk tetap menjadi bagian dari komunitas penggemar burung. Kegiatan merawat dan mengikutsertakan burung yang dimilikinya dalam kegiatan latihan dan lomba burung beliau lakukan sendiri. Hal ini menjadi sesuatu hal yang sangat berarti dalam kehidupan beliau sekarang pada saat masa pensiun. Tidak hanya itu saja, saat ini ibu I bahkan mulai menangkarkan beberapa jenis burung untuk kepentingan hobinya dan sebagian lagi untuk kepentingan bisnis. Pengelolaan kegiatan penangkaran beliau tangani langsung dengan dibantu oleh beberapa orang kepercayaannya beliau.

4. 5 Bentuk-Bentuk Paguyuban dan Organisasi pada Komunitas

Penggemar Burung Berkicau di Surabaya dan Yogyakarta 4.5.1 Organisasi Pelestari Burung Indonesia PBI: Organisasi Formal Komunitas Penggemar Burung. PBI saat ini menjadi satu-satunya wadah organisasi formal komunitas penggemar burung berkicau 6 di Indonesia. Keberadaan PBI sama halnya dengan organisasi penggemar lainnya seperti P3SI Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia pada komunitas penggemar perkutut dan PPMSI Persatuan Penggemar Merpati Sprint Seluruh Indonesia pada penggemar merpati balap. PBI berkedudukan di Pusat dan juga di beberapa daerah. PBI di tingkat daerah merupakan kepanjangan dari PBI di tingkat pusat dalam mensosialisasikan ketentuan dan kesepakatan yang dihasilkan dalam musyawarah anggota PBI kepada komunitas penggemar di tingkat daerah. Tujuan pembentukan PBI secara umum adalah membentuk wadah organisasi bagi para penggemar burung berkicau di Indonesia dalam mengakomodir aspirasi dan kepentingan komunitas penggemar burung di daerah. Dalam jangka panjang, sesuai dengan namanya, keberadaan PBI diharapkan mampu melakukan upaya pelestarian terhadap jenis burung di Indonesia, utamanya pada jenis burung yang keberadaan populasinya semakin terancam di alam. Kegiatan PBI diantaranya adalah melakukan musyawarah kerja di tingkat pusat maupun daerah untuk merumuskan kebijakan organisasi. Musyawarah kerja anggota menjadi ruang publik untuk berinteraksi dan berkomunikasinya perwakilan PBI daerah dalam merumuskan kebijakan organisasi. PBI dalam periode satu tahun kepengurusan merencanakan agenda penyelenggaran event lomba burung di tingkat daerah dengan skala nasional. Penyelenggaraan event lomba diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi benturan waktu antar daerah yang 6 Komunitas penggemar burung berkicau lebih dikenal dengan istilah “kicau mania”. Simbolisasi nama seperti berkembang pada setiap komunitas penggemar burung lainnya, seperti “kung mania” untuk komunitas penggemar burung perkutut. saling berdekatan lokasinya sehingga dapat diikuti oleh sebagian besar penggemar burung di derah tersebut. Penyelenggaraan lomba di bawah koordinasi PBI memiliki beberapa ketentuan, seperti misalnya juri bersertifikasi dan diharuskannya ada satu kelas yang melombakan burung bersertifikasi PBI kelas ring. Kegiatan lain PBI adalah melakukan pelatihan terhadap juri lomba dari berbagi daerah. Kegiatan ini dilakukan agar juri tersebut memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam event lomba. Atau dengan kata lain, PBI menyelenggarakan kegiatan sertifikasi juri lomba berdasarkan kelas juri, misalnya juri nasional atau juri lokal daerah. PBI juga memiliki kegiatan melakukan sertifikasi terhadap jenis burung yang didapatkan dari hasil penangkaran. Sertifikasi dilakukan jika penangkar melakukan teregistrasi ke PBI dan memiliki hak paten atas sertifikasi burung tersebut beserta anaknya. Kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas menunjukkan peran PBI sebagai organisasi yang memiliki fungsi kontrol terhadap kegiatan komunitas penggemar burung berkicau di Indonesia. Selain kegiatan yang bersifat permanen seperti disebutkan di atas, PBI juga melakukan kegiatan insidentil dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi komunitas penggemar burung di tingkat daerah. Salah satu kasus adalah memperjuangkan hak komunitas penggemar dalam kasus pembersihan unggas dan burung karena terjadinya wabah flu burung 7 . Dalam konteks ini PBI menyuarakan kepentingan komunitas penggemar, bahwa burung-burung yang dipelihara oleh penggemar burung tidak dengan serta merta harus dimusnahkan. Karena dari sisi perawatan dan kebersihan burung-burung tersebut sangat terjamin kebersihannya dan memiliki peluang yang sangat kecil untuk terserang wabah flu burung. Hal ini dilakukan karena pemusnahan burung dinilai sebagai jalan yang kurang efektif dan cenderung menyebabkan konflik. Kegiatan pemusnahan secara massal jenis burung dan unggas juga dinilai merugikan komunitas penggemar burung, karena harga burung yang dimusnahkan tidak sesuai dengan pengganti yang diukur berdasarkan harga pasar unggas. 7 Bagian ini didapatkan peneliti dalam wawancara dengan Sekretaris Jenderal organisasi PBI yaitu Ibu Emi yang juga sebagai pengelola wisata taman burung di TMII Jakarta. Di Surabaya dan Yogyakarta PBI yang terbentuk merupakan PBI daerah. Kepengurusan di tingkat daerah adalah kepengurusan daerah yang memiliki garis koordinasi dengan PBI Pusat. Seperti dijelaskan sebelumnya PBI di tingkat daerah merupakan ”kepanjangan tangan” dari PBI pusat. PBI daerah menjadi penghubung ketentuan atau kebijakan organisasi yang dirumuskan di tingkat pusat kepada komunitas penggemar burung di tingkat grassroot. Dengan kata lain, PBI di tingkat daerah tidak otonom karena masih menjadi kepanjangan tangan dari PBI Pusat. Hingga saat ini kegiatan PBI di tingkat daerah tidak jauh berbeda dengan PBI Pusat. PBI daerah menjadi kontrol sistem terhadap kegiatan-kegiatan lomba burung yang diselenggarakan di tingkat daerah, baik oleh birdclub maupun event organizer. Setiap lomba yang diselenggarakan di daerah ketentuannya harus berada dalam kontrol PBI agar pelaksanaan lomba dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian terdapat beberapa fenomena di mana event loma tidak dikoordinasikan dengan PBI, khususnya lomba yang memiliki skala relatif kecil, yaitu hanya di tingkat jaringan antar birdclub. PBI daerah Surabaya dan Yogyakarta beranggotakan komunitas penggemar burung yang tergabung dalam birdclub. Terdapat juga anggota PBI Surabaya dan Yogyakarta yang bersifat perorangan, namun keberadaannya relatif kecil. Komunitas yang tergabung dari PBI karena berasal dari birdclub maka sebagian besar bahkan bisa dikatakan keseluruhan merupakan komunitas penggemar burung tipe pehobi sekaligus pelomba. Artinya, secara tidak langsung sebenarnya PBI menjadi representasi dari komunitas penggemar burung tipe pehobi sekaligus pelomba.