1. 3. Burung sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Psiko-Sosial Refreshing
Surabaya akan didapati kaum perempuan beserta anak-anak mereka mendampingi suaminya yang menggemari hobi memelihara burung. Mereka hanya sekedar
melihat-lihat saja para suami mereka melakukan hobinya. Keberadaan mereka tidak dalam rangka mendapatkan kepuasan psikologis karena mendegarkan suara
burung akan tetapi lebih pada kepuasan karena suasana latihan yang selalu ramai dengan orang-orang.
Kondisi yang sama pada komunitas penggemar burung di Surabaya juga terjadi pada penyelenggaraan kegiatan lomba burung. Lokasi kegiatan lomba
burung di Surabaya biasanya diselenggarakan di lokasi-lokasi yang memiliki daya tarik untuk hiburan atau refreshing. Lokasi yang dipilih biasanya adalah lapangan
yang menjadi kawasan wisata atau refreshing masyarakat kebanyakan. Lokasi yang paling cukup sering dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan
lomba burung oleh komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya adalah kawasan wisata Chandrawilwatikta di Pandaan-Pasuruan. Kawasan ini dikenal
sebagai kawasan yang menarik untuk kegiatan wisata alam karena berdekatan dengan kawasan wisata Tretes dan Trawas Mojokerto. Penyelenggaraan lomba di
lokasi ini biasanya sekalian dimanfaatkan oleh keluarga para penggemar burung untuk melakukan kegiatan liburan atau refreshing. Oleh karena itu, pada saat
penyelenggaraan lomba biasanya akan didapati para perempuan beserta keluarganya menggelar tikar dan beristirahat sambil menyantap makanan yang
mereka bawa. Secara tidak langsung kegiatan lomba burung di Surabaya berkembang menjadi kegiatan refreshing bagi sebagian keluarga para penggemar
burung.
5. 1. 4. Burung sebagai Komoditas Ekonomi: Kepentingan Pasar dan Perdagangan Burung pada Komunitas Penggemar Burung Berkicau
Salah satu konstruksi pemaknaan yang berkembang cukup pesat dikalangan komunitas penggemar burung berkicau, baik di Surabaya maupun
Yogyakarta adalah pemaknaan komersial terhadap burung. Burung tidak lagi hanya dimaknai sebagai satwa peliharaan untuk kepentingan kultural atau
psikologis semata. Akan tetapi burung dimaknai juga dalam konteks sebagai komoditas ekonomi yang memiliki potensi keuntungan cukup menjanjikan.
Berkembangnya pemaknaan ekonomi terhadap burung dikalangan penggemar burung berkicau di satu sisi dapat dipandang dalam konteks keterkaitannya
dengan semakin berkembangnya kegemaran kegiatan memelihara burung di masyarakat yang pada akhirnya memberikan implikasi terhadap semakin
tingginya permintaan terhadap jenis burung tertentu, serta semakin maraknya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hobi memelihara burung seperti latihan
dan lomba burung. Sementara itu, dari sisi yang berbeda pemaknaan ekonomi terhadap burung dapat dipandang dalam konteks terdapatnya kekuatan-kekuatan
tertentu di luar komunitas penggemar burung berkicau yang membentuk kecenderungan terbentuknya perdagangan burung secara legal. Hal ini berkaitan
dengan terbentuknya pangarusutamaan kegiatan penangkaran burung sebagai bentuk legalitas untuk melakukan kegiatan perdagangan burung.
Di tingkat komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya maupun Yogyakarta kedua pandangan di atas sebenarnya saling berkaitan satu sama lain.
Kepentingan ekonomi terhadap burung merupakan resultan adanya kepentingan yang dikonstruksi di tingkat internal komunitas penggemar burung itu sendiri
serta adanya kekuatan dari luar yang semakin menguatkan. Konteks pemaknaan burung sebagai komoditas ekonomi pada komunitas penggemar burung di
Surabaya dan Yogyakarta dapat dipandang dari dua hal. Pertama, pemanfaatan burung secara ekonomi untuk kepentingan pemenuhan sumber nafkah, baik
sumber nafkah utama maupun alternatif. Kedua, pemanfaatan burung untuk kepentingan ekonomi bisnis.
Sebagai sumber penghasilan, saat ini pemanfaatan burung masih dijadikan sebagai sumber nafkah alternatif. Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan hal
ini adalah memperdagangkan burung di tingkat penggemar burung itu sendiri. Kegiatan perdagangan burung berkembang menjadi kegiatan yang cukup
menjanjikan karena memiliki potensi keuntungan cukup besar. Hal ini disebabkan cukup tingginya nilai jual jenis burung tertentu di tingkat penggemar burung.
Nilai jual burung di tingkat penggemar burung tidak ditentukan oleh faktor ekonomi yang rasional seperti halnya barang-barang ekonomi seperti biasanya
11
, akan tetapi ditentukan oleh konstruksi pemaknaan yang melekat pada burung
11
Faktor ekonomi yang rasional dalam konteks ini adalah pandangan ilmu ekonomi yang menjelaskan bahwa harga nilai jualbeli ditentukan oleh perimintaan dan penawaran.
tersebut. Nilai jual burung biasanya ditentukan oleh pelekatan prestise tertentu pada burung tersebut, seperti pelekatan prestise juara pada burung. Burung yang
dikenal sebagai kategori burung juara pada kegiatan lomba burung maka secara otomatis akan meningkatkan nilai jualnya. Burung dengan nama ”combat”
misalnya, burung ini ditawar dengan kisaran harga mencapai Rp. 15 juta, suatu kisaran harga yang cukup fantastis untuk ukuran komoditas seperti burung
berkicau. Tingginya nilai penawaran yang diberikan kepada burung ini disebabkan burung tersebut dikenal di kalangan penggemar burung sebagai
burung juara. Pada saat di tawar dengan kisaran harga tersebut di atas, ”combat”
baru menjuari kegiatan lomba yang berskala lokal. Pemanfaatan burung sebagai alternatif sumber nafkah ruamhtangga saat
ini mulai dilirik oleh sejumlah penggemar burung di Surabaya dan Yogyakarta. Penggemar yang menjadikan burung sebagai komoditas perdagangan berasal dari
komunitas penggemar burung yang beragam. Namun demikian, sebagian besar yang melakukan ini adalah para penggemar yang berasal dari kalangan menengah
ke bawah. Hal ini dimaksudkan dari kegiatan memperdagangkan burung, maka tingkat penghasilan rumahtangganya dapat bertambah. Berikut ini adalah contoh
kasus penggemar yang menjadikan burung sebagai alternatif penghasilan rumahtangga
Pak I dan A: Kasus Penggemar di Yogyakarta Pak I adalah seorang pekerja di sektor informal. Beliau memiliki majikan yang memiliki hobi memelihara
burung sekaligus mengikuti kegiatan-kegiatan latihan dan lomba burung. Majikan Pak I mempercayakan burung-burung yang dimilikinya untuk dirawat oleh Pak I di rumah majikannya tersebut. Dari kegiatan
merawat burung yang dimiliki oleh majikannya tersebut Pak I mendapatkan penghasilan tambahan. Memelihara burung bagi Pak I bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Sejak muda beliau sudah memiliki
kegemaran memelihara burung. Pak I memiliki beberapa jenis burung berkicau di rumahnya. Burung-burung yang dimiliki Pak I tidak hanya diperuntukkan bagi kepentingan hobi saja, akan tetapi juga perdagangkan
jika ada penggemar lain yang tertarik dengan burung Pak I. Menurut Pak I dari hasil kegiatannnya memperdagangkan burung kepada penggemar lainnya, hasilnya cukup baik, paling tidak bisa menambah
penghasilan rumah tangganya. Keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ini cukup menjanjikan meskipun tidak terjadi secara terus menerus dan dapat diprediksi Pak I 40, salah satu penggemar burung berkicau
di Yogyakarta. Pak Ar 35 tahun merupakan seorang penggemar burung yang juga menjadi pedagang perantara burung
untuk lomba. Pekerjaan utama Pak Ar adalah satpam di sebuah perusahaan kecil. Penghasilan dari pekerjaannya sebagai satpam dinilai cukup namun sangat terbatas. Kegemaran Pak Ar memelihara burung
pada awalnya hanya karena hobi melihat keindahan suara, warna dan tingkah laku burung. Dalam perkembangannya seiring dengan semakin maraknya kegemaran hobi memelihara burung, Pak Ar melihat
potensi ekonomi yang cukup menjanjikan. Dia akhirnya menjadikan hobinya memelihara burung sekaligus sebagai mata pencaharian samping untuk rumahtangga. Pak Ar mencari anakan burung dari daerah di luar
Yogyakarta terakhir dia mendapatkan anakan anis merah dari Bali yang kemudian dia jual kepada penggemar di Yogyakarta. Transaksi penjual tidak secara langsung dilakukan begitu Pak Ar mendapatkan
anakan burung dari daerah lain. Pak Ar mengikut sertakan burung yang dimilikinya pada kegiatan latihan dan lomba burung di mana komunitas penggemar berkumpul. Jika burung yang dia miliki mendapatkan
perhatian dari penggemar lain, misalnya jadi salah satu burung yang dianggap juara dalam latihan burung, maka harga jual burung tersebut bisa naik. Burung kenari yang telah dijual Pak Ar misalnya, dia
membelinya dengan harga Rp. 150.000. Ketika diikutsertakan dalam latihan burung di kawasan Pasar Giwangan burung tersebut mendapatkan juara ketiga. Saat itu juga burung tersebut diminati oleh penggemar
burung lainnya dan dibeli dengan harga Rp. 350.000. Hal seperti ini bagi Pak Ar yang hanya berprofesi sebagai satpam sangat penting untuk menambah pendapatan rumahtangga.
Bentuk lain dari pemanfaatan burung sebagai sumber nafkah alternatif adalah dengan mengembangkan kegiatan penangkaran burung. Untuk kegiatan
ini, sebagian besar pelakunya tidak berasal dari kalangan penggemar kelas menengah ke bawah, seperti pada analogi perdagangan burung sebelumnya, akan
tetapi juga melibatkan kalangan penggemar burung kelas atas. Kegiatan penangkaran dikembangkan hanya pada satu jenis burung saja. Hal ini dilakukan
agar penangkar tersebut dikenal memiliki keahlian pada jenis burung tersebut sehingga mudah dikenal di tingkat penggemar burung lainnya. Burung yang
dihasilkan dari kegiatan penangkaran biasanya memiliki harga jual yang cukup tinggi, apalagi jika berasal dari indukan dikenal sebagai burung juara. Kegiatan
penangkaran menjadi salah satu wacana yang dimunculkan untuk melegalkan perdagangan burung, karena kegiatan penangkaran burung dianggap sebagai
bentuk konservasi secara eks-situ jenis burung tertentu
12
. Berikut ini adalah contoh kasus penggemar yang mengembangkan kegiatan penangkaran burung
Pak S: Kasus Penggemar Burung di Surabaya Pak S adalah salah satu penangkar burung di Surabaya. Kegiatan menangkar atau menternakkan burung
diawali dari kegemaran beliau sebagai penggemar burung. Sejak usia muda, ketika beliau masih aktif di TNI AL, Pak S sudah menggemari burung sebagai satwa peliharaan. Setiap melakukan perjalanan tugas ke
beberapa daerah di luar Jawa, Pak S senantiasa menyempatkan diri untuk mencari jenis burung lokal daerah tersebut untuk dipelihara.
Hobi memelihara burung ini terus berlnjut hingga saat ini. Hobi memelihara burung bagi Pak S dijadikan sebagai pengisi waktu luang ketika libur atau sepulang dari kerja. Dengan mendengarkan suara burung dan
menikmati keindahan warna serta gerak-geriknya, Pak S merasakan kepuasan psikologis berupa keindahan dan ketenangan. Dengan kata lain, burung dijadikan Pak S sebagai media refreshing selama beliau tidak
melakukan aktivitas kerja atau selama berada di rumah. Saat ini hobi memelihara burung yang dimiliki Pak S tidak lagi hanya untuk kepentingan refreshing semata, akan tetapi kegemaran memelihara burung
dikembangkan menjadi usaha penangkaran burung secara kecil-kecilan di rumah. Pak S memanfaatkan halaman belakang rumahnya sebagai sarana usaha penangkaran burungnya. Jenis burung yang dipelihara
dan diternakkan adalah burung kenari, salah satu jenis burung berkicau dan berwarna menarik yang mulai banyak digemari dikalangan komunitas penggemar burung berkicau berkicau di beberapa daerah. Kegiatan
penangkaran burung ini dilakukan Pak S sebagai sampingan saja untuk sumber penghasilan rumahtangga serta sebagai pengisi waktu luang beliau di rumah setelah memasuki masa pensiun. Sebagai usaha
sampingan, penangkaran burung yang dimiliki oleh Pak S tidak terlalu banyak, hanya sekitar 50-an ekor burung kenari yang dia tangkarkan. Kegiatan ini dilakukan Pak S dengan dibantu oleh istrinya yang
berprofesi sebagai ibu rumahtangga.
Sementara itu, pemanfaatan burung untuk kepentingan ekonomi bisnis dalam konteks ini dipresentasikan oleh kegiatan yang berkaitan dengan
penggemar burung, yaitu latihan burung dan lomba burung. Kegiatan latihan dan lomba burung berkembang menjadi kegiatan bisnis yang cukup menjanjikan.
Potensi bisnis pada latihan dan lomba burung berasal dari semakin meningkatnya komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya dan Yogyakarta. Kedua
kegiatan ini hingga saat ini menjadi kegiatan yang paling populer diikuti oleh kalangan penggemar burung di dearah tersebut. Tingginya tingkat keikutsertaan
penggemar burung berkicau dalam kedua kegiatan tersebut memberikan implikasi terhadap potensi keuntungan dari kegiatan tersebut yang cukup tinggi
13
. Di
12
Di tingkat penggemar burung berkicau berkembangnya kegiatan penangkaran tidak terlalu banyak menimbulkan perdebatan. Wacana perdebatan mengenai kegiatan penangkaran terjadi di
tingkat N GO’s yang berkaitan dengan konservasi satwa. Terdapat kalangan NGO’s yang
membolehkan dan mendukung kegiatan perdagangan karena dimaknai sebagai bentuk pelestarian terhadap jenis burung tertentu secara eks-situ, serta mengurangi kegiatan perburuan burung secara
langsung dari alam. Sementara itu, di sisi lain terdapat kalangan NGO’s yang menolak pandangan ini karena dianggap melegitimasi kegiatan yang sebenarnya akan memberikan dampak negatif
terhadap pelestarian satwa. Bagi mereka satwa seharunya berada di habitatnya tidak diekosistem yang direkayasa, apalagi diperuntukkan bagi kepentingan pasar perdagangan.
13
Berdasarkan pengamatan peneliti selama di lapangan tingkat keikutsertaan penggemar pada setiap pelaksaan latihan dan lomba burung mencapai kisaran ± 100 burungkegiatan. Untuk eventt
lomba burung tingkat keikutsertaannya bisa melebihi kisaran 100, apalagi pada eventt lomba
Surabaya kecenderungan pemanfaatan kedua kegiatan ini untuk kepentingan bisnis cukup terlihat yaitu dari tingginya biaya pendaftaran yang dibebankan
kepada penggemar yang ikut serta dan pelibatan sponsorship dari perusahaan yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan langsung dengan komunitas
penggemar burung berkicau. Di daerah ini bahkan keberadaan kedua kegiatan tersebut melahirkan sejumlah kegiatan organizer yang mengkhususkan diri
menyelenggarkan kegiatan-kegiatan tersebut.
5. 1. 5. Burung sebagai Obyek Konservasi: Tekanan Kekuatan di Luar Komunitas Penggemar Burung
Pemaknaan yang menempatkan burung sebagai satwa yang harus dilestarikan berkembang seiring dengan semakin maraknya kegiatan perburuan
burung di alam untuk kepentingan perdagangan yang berdampak pada semakin terancamnya beberapa jenis burung tertentu di alam. Konstruksi pemaknaan ini
sebelumnya lebih banyak berkembang di kalangan NGO’s yang konsern terhadap gerakan pelestarian satwa atau tumbuhan, baik yang secara khusus menfokuskan
pada jenis satwa yang spesifik atau satwa secara umum. Namun demikian, dalam perkembangannya konstruksi pemaknaan ini juga berkembang di tingkat
komunitas penggemar burung, meskipun masih terbatas. Jika ditelaah proses terbentuknya konstruksi pemaknaan di tingkat komunitas penggemar burung yang
memaknai burung sebagai satwa yang harus dilestarikan maka pada dasanya keberadaan gerakan NGO’s sangat penting. Kampanye dan jejaring sosial yang
dibangun oleh NGO’s adalah faktor yang mendorong terbentuknya konstruksi pemaknaan di tingkat komunitas penggemar burung. NGO’s menjadikan
komunitas penggemar burung sebagai salah satu jejaring sosial yang dibangun untuk kepentingan menumbuh kembangkan konstruksi pemaknaan konservasi
terhadap burung. Hal ini menjadi sesuatu hal yang penting dilakukan karena akan memberikan keberlanjutan terhadap keberadaan jenis burung tertentu di masa
mendatang di satu sisi dan mempertahankan keberadaan hobi atau apapun yang berkaitan dengan burung di sisi lain.
burung yang memiliki skala nasional, di mana penggemar yang menjadi peserta berasal dari bebarapa daerah di Indonesia
Upaya pelestarian terhadap jenis burung berkicau menjadi sesuatu hal yang tidak lagi dapat ditawar-tawar untuk dilakukan. Hal ini berkaitan dengan
semakin maraknya kegiatan perburuan burung di alam untuk kepentingan perdagangan burung jenis ini. Salah satu bentuk upaya pelestarian terhadap jenis
burung ini adalah dengan melakukan pembatasan dan bahkan pelarangan sama sekali nantinya terhadap burung berkicau yang berasal dari proses penangkapan di
alam dalam kegiatan lomba burung yang berada di bawah koordinasi PBI. Pembatasan dan pelarangan tidak dimaksudkan untuk melakukan dominasi
terhadap kepentingan hobi di tingkat penggemar kebanyakan, akan tetapi lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk tetap mempertahankan keberadaan jenis
burung di alam sekaligus meningkatkan populasi burung melalui penangkaran sehingga keberlanjutan hobi memelihara burung pada penggemar burung berkicau
tetap dapat terjaga. Di sisi lain, pertimbangan pembatasan dan pelarangan terhadap jenis burung hasil tangkapan di alam merupakan bentuk komitmen
Indonesia dalam menjalani ratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan terhadap satwa yang terancam keberadaannya di alam. Berikut ini adalah tabel
mengenai jadwal pembatasan dan pelarangan jenis burung dari alam pada kegiatan lomba burung yang diselenggarakan oleh PBI.
Tabel 4. Jadwal Pengurangan Burung Lokal yang Boleh Dilombakan per Janurai 2008
No Jenis Burung
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015
1 Cucak Rawa
x x
x x
x x
x x
x 2
Anis Kembang x
x x
x x
x x
x x
3 Murray Batu
x x
x x
x x
x 4
Kacer x
x x
x x
x 5
Cucak Hijau x
x x
x x
6 Tledekan
x x
x 7
Anis Merah x
x 8
Cendet x
9 Branjangan
x x
x x
x x
x x
x
Jumlah Lokal yang Dihapus 3
3 4
5 6
6 7
8 9
Sumber: Agrobis Burung, No. 383 – Minggu I Agustus 2007
Ketentuan pembatasan dan pelarangan terhadap burung yang berasal dari hasil tangkapan di alam sebenarnya sudah mulai disosialisasikan kepada
penggemar di tingkat grassroot secara bertahap melalui ketentuan adanya keharusan untuk melombakan jenis burung ber
sertifikasi atau ber’ring’ pada setiap kegiatan lomba yang diselenggarakan oleh PBI. Hal ini dimaksudkan agar
nantinya jika terdapat pembatasan terhadap jenis burung tertentu di tingkat grassroot penggemar burung tidak terjadi resistensi yang dapat memicu terjadinya
konflik horizontal antar komunitas penggemar burung berkicau. Namun demikian, harus diakui bahwa ketentuan ini masih mendapatkan penolakan di tingkat
grassroot penggemar burung berkicau yang belum memiliki kesadaran terhadap pentingnya upaya pelestarian burung. Dalam pandangan penggemar di tingkat
grassroot keberadaan kegiatan yang berkaitan dengan burung sebagai bagian dari hobi mereka hendaknya tidak diatur-atur oleh ketentuan yang mengikat dan
cenderung membatasi. Hal ini terjadi karena masih terdapatnya pragmatisme kepentingan lain di tingkat komunitas penggemar burung, yaitu kepentingan
pragmatis mendapatkan keuntungan ekonomi dengan menjadikan hobi dan kepentingan psikologis lainnya sebagai kamuflase semata.