5 Pragmatisme Ekonomi dan Eksistensi Kultural: Kasus Komunitas

membentuk nilai ekonomi burung menjadi semakin baik. Hal ini ditandai dengan adanya sertifikasi terhadap burung-burung yang menjadi pemenang dalam kegiatan tersebut, sehingga burung yang menang menjadi dikenal oleh kalangan komunitas penggemar burung lainnya. Pragmatisme ekonomi pada komunitas penggemar burung di Surabaya ditandai juga dengan berkembang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hobi atau kegemaran memelihara burung sebagai kegiatan bisnis. Kegiatan latihan dan lomba burung adalah dua kegiatan yang paling sering dilaksanakan dan memiliki potensi bisnis paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Lokasi latihan burung dan lomba burung di Surabaya berkembang menjadi ladang bisnis yang memiliki potensi keuntungan ekonomi menjanjikan. Dengan memanfaatkan ketergantungan aktor penggemar burung terhadap kedua kegiatan tersebut, kegiatan latihan dan lomba burung dioragnisir sedemikian rupa oleh kepentingan kelompok tertentu event organizer, baik dari kalangan penggemar burung maupun dari luar kalangan penggemar burung untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi dari kedua kegiatan tersebut didapatkan dari besarnya biaya pendaftaran yang dibebankan pada penggemar burung yang berpartisipasi serta keterlibatan pihak industri sebagai sponsor kegiatan. Keberadaan pihak industri dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan burung adalah untuk kepentingan menjadikan kegiatan tesebut sebagai media pemasaran yang potensial. Hal ini disebabkan afiliasi komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya yang lebih banyak berasal dari kalangan masyarakat kelas menengah dan atas. Sementara itu, untuk kasus komunitas penggemar burung di Yogyakarta cukup berbeda dengan kondisi komunitas penggemar burung di Surabaya. Di Yogyakarta kegemaran memelihara burung masih dimaknai sebagai bagian dari kegiatan keseharian yang dapat dijadikan sebagai sarana hiburan dan hobi disela- sela rutinitas kerja sehari-hari. Komunitas penggemar burung di Yogyakarta berasal dari kalangan yang beragam, baik masyarakat kelas atas, menengah maupun bawah. Sebagian besar, komunitas penggemar burung di daerah ini berasal dari kalangan kelas menengah. Posisi strategis dalam komunitas penggemar burung, baik di tingkat organisasi maupun kelompok paguyuban berafiliasi dengan kalangan kelas menengah dan atas yang tidak berasal dari aktor-aktor pelaku ekonomi. Posisi strategis di tingkat komunitas justru lebih banyak berafiliasi dengan kalangan bangsawan lokal dan pejabat pemerintah atau swasta. Artinya, nilai-nilai ketokohan di tingkat komunitas penggemar burung masih didasarkan pada nilai-nilai ketokohan yang mengakar dalam masyarakat. Nilai-nilai kultural dalam memaknai burung di tingkat komunitas penggemar burung di Yogykarta dalam beberapa hal masih dipertahankan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam konteks pemaknaan terhadap burung saja, akan tetapi juga berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan burung. Kegiatan latihan burung misalnya, di daerah ini latihan burung menjadi sarana interaksi sosial antar aktor penggemar burung. Mereka saling bertukar informasi satu sama lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan burung ataupun di luar hal tersebut. Selain itu, kegiatan latihan burung tetap dipertahankan sebagai sarana kegiatan bersama dalam menikmati keindahan suara, warna dan gerak-gerik burung. Keikutsertaan penggemar burung dalam kegiatan ini tidak ditekan dengan biaya pendaftaran yang tinggi seperti halnya di Surabaya. Dana yang didapatkan dari peserta latihan dipergunakan untuk kepentingan perawatan lokasi latihan burung. Dari sisi ini terlihat fasilitas untuk kegiatan latihan burung yang terdapat di Yogyakarta relatif lebih terawat dan baik jika dibandingkan dengan di Surabaya, dengan biaya yang dibebankan kepada penggemar burung yang ikut serta justru lebih murah. Hal yang sama juga direpresentasikan oleh kegiatan lomba burung untuk skala lokal. Kegiatan lomba burung di daerah ini lebih mengedepankan tujuan kegiatan bersama dalam menikmati keindahan suara, warna dan gerak-gerik burung. Keterlibatan industri besar, baik yang berkaitan dengan burung ataupun tidak berkaitan dengan burung, tidak terlalu banyak terjadi di daerah ini. Keberadaan pakan burung atau industri sangkar burung hanya berupa industri rumahtangga yang digeluti oleh masyarakat di sekitar Yogyakarta. Prestise ekonomi dalam kegiatan latihan burung dan lomba burung untuk kepentingan meningkatkan nilai jual burung yang menjadi juara tidak terlalu banyak mendapatkan parhatian dikalangan komunitas penggemar burung di Yogyakarta. Kegiatan latihan burung dan lomba burung tidak dijadikan sebagai media yang dapat dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan tersebut. Transaksi ekonomi yang berupa perdagangan burung lebih banyak dilakukan secara personal di tingat aktor penggemar burung. Dibandingkan prestise ekonomi, prestise sosial berupa kenyamanan dan kepuasan dalam menikmati keindahan burung yang dipelihara dihadapan komunitas penggemar burung lainnya lebih dikedepankan dalam sistem nilai yang dikonstruksi di tingkat komunitas penggemar burung di daerah ini. Kondisi ini menunjukkan bahwa komunitas penggemar burung di Yogyakarta berupaya mempertahankan entitas kultural sebagai basis dasar pemaknaan terhadap kegemaran memelihara burung, seperti halnya nilai-nilai yang berkembang dalam tradisi mereka. Burung dimaknai sebagai bagian dari entitas kultural yang harus tetap dipertahankan ditengah-tengah berkembangnya tekanan komoditisasi dan komersialisasi terhadap burung dan kegiatan yang berkaitan dengan burung. Hal ini senada dengan pernyataan dari salah seorang aktor penggemar burung di Yogyakarta Bapak HD. Menurut beliau memelihara burung merupakan tradisi bagi kalangan masyarakat Yogyakarta. Burung dapat dijadikan sebagai sarana untuk menghilangkan kepenatan, dan media refreshing dengan menikmati keindahan suara, warna dan gerak-gerik burung yang menarik. Kenikmatan memelihara burung tidak pada nilai jual yang dimiliki oleh burung tersebut akan tetapi pada kepuasan psikologis dapat menikmati keindahan suara, warna dan gerak-gerik burung, di mana di saat yang sama juga bisa berinteraksi dengan sesama penggemar burung lain yang memiliki kegemaran yang sama.

6. 7 Pendekatan Konfrontatif dan Adaptasi terhadap Komunitas

Penggemar Burung: Internalisasi Pemaknaan Baru dalam Komunitas Kepentingan konservasi terhadap burung saat ini menjadi salah satu agenda besar yang dikonstruksikan di tingkat komunitas penggemar burung sebagai bentuk respon terhadap perkembangan konfigurasi kepentingan di tingkat komunitas penggemar burung itu sendiri dan tekanan dari luar komunitas. Terdapat dua kekuatan besar di luar komunitas penggemar burung yang memiliki kepentingan terhadap upaya konservasi terhadap burung berkicau dengan menjadikan komunitas penggemar burung sebagai basis gerakannya. Pertama, adalah kepentingan NGO’s yang bersifat konfrontatif dengan eksistensi yang terbentuk di tingkat komunitas penggemar burung. Kelompok yang pertama ini menentang secara frontal kepentingan apapun yang berada dibalik kegiatan memelihara burung, baik itu kepentingan sosio-kultural yang sudah mentradisi, kepentingan ekonomi maupun kepentingan psiko-sosial. Konservasi terhadap burung secara total harus dilakukan di alam dengan jalan tidak melakukan aktivitas apapun yang menempatkan burung untuk disangkarkan, termasuk di dalamnya menentang kepentingan konservasi eks-situ dalam bentuk kebun binatang dan sejenisnya. Kelompok ini memandang bahwa legalitas konservasi eks-situ terhadap satwa, termasuk di dalamnya burung merupakan sesuatu hal yang sifatnya pragmatis. Dalam pandangan mereka kegiatan ini hanya akan melegalkan perburuan terhadap burung dan perdagangan terhadap burung sebagai faktor utama penyebab terjadinya kelangkaan jenis burung tertentu di alam. Kedua , adalah kelompok kepentingan NGO’s yang lebih bersifat lunak dalam menyikapi keberadaan kepentingan dan eksistensi komunitas penggemar burung. Dalam pandangan kelompok ini kegiatan memelihara burung di kalangan komunitas tertentu, termasuk masyarakat Jawa sudah menjadi bagian dari tradisi kultural mereka yang tidak mungkin untuk dicerabut secara frontal. Pelarangan terhadap kegiatan penggandaan burung untuk kepentingan apapun akan melahirkan resistensi di tingkat komunitas penggemar burung. Hal ini disebabkan kepentingan yang bermain di tingkat komunitas penggemar burung tidak hanya dalam konteks pragamatisme ekonomi seperti pandangan kelompok pertama, akan tetapi juga terdapat kepentingan kultural entitas masyarakat tertentu yang secara tradisi menempatkan burung sebagai salah satu satwa peliharaan. Kelompok kedua ini lebih menekankan pada pendekatan yang bersifat adaptif dengan menjadikan komunitas penggemar burung sebagai basis dasar gerakan konservasi burung tanpa harus menggerus eksistensi komunitas penggemar burung yang sudah sejak lama terbentuk. Pendekatan seperti ini dinilai memiliki implikasi yang lebih baik dan cenderung dapat diterima tidak menimbulkan konflik dan resistensi di tingkat komunitas penggemar burung. Salah satu bentuk kegiatan yang dijadikan sebagai alternatif solusi terhadap kepentingan konservasi tanpa menghilangkan eksistensi komunitas penggemar burung itu sendiri adalah melalui kegiatan penangkaran burung. Penangkaran burung untuk kepentingan sertifikasi burung dilakukan karena dalam kegiatan ini kepentingan konservasi, ekonomi dan sosio-kultural dapat diadaptasi sekaligus. Penagkaran burung berkicau dapat mencakup kepentingan konservasi karena dari kegiatan penangkaran keberadaan burung di alam dapat dipertahankan serta populasi jenis burung tertentu dapat dikembangkan melalui kegiatan ini. Dari sisi kepentingan ekonomi, penangkaran burung dapat dijadikan sebagai alternatif bisnis komersial yang menguntungkan, karena dalam kenyataannya jenis burung yang dihasilkan dari kegiatan ini lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan jenis burung yang didapatkan langsung dari kegiatan perburuan di alam. Sedangkan kepentingan sosio-kultural dapat tetap dipertahankan karena dengan penangkaran keberadaan komunitas burung tetap bisa dijaga dan kegiatan memelihara burung atas dasar kepentingan apapun tetap bisa dipertahankan. Keberadaan penangkaran sebagai langkah alternatif yang bisa dijadikan solusi permasalahan untuk mengadaptasi kepentingan-kepentingan yang berkembang di tingkat komunitas penggemar burung hingga saat ini masih melibatkan sedikit aktor penggemar burung. Kegiatan penangkaran burung berkicau pun hingga saat ini masih didasarkan atas manfaat ekonomi yang didapatkan dari kegiatan tersebut. Implikasi konservasi dan sosio-kultural yang terdapat dalam kegiatan penangkaran burung masih belum terinternalisasi secara baik di tingkat komunitas penggemar burung, utamanya dikalangan grassroot komunitas penggemar burung. Padahal keberadaan komunitas penggemar burung di tingkat grassroot merupakan basis dasar eksistensi dari komunitas penggemar burung itu sendiri. Proses internalisasi terhadap kalangan komunitas penggemar burung di tingkat grassroot masih berhadapan dengan pragmatisme ekonomi kalangan aktor penggemar burung, di mana terdapat kepentingan aktor-aktor tertentu yang menikmati keuntungan ekonomi tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa konstruksi di tingkat komunitas penggemar burung pada dasarnya memiliki keterlekatan dengan kepentingan- kepentingan yang bermain di tingkat komunitas. Kepentingan-kepentingan tersebut menjadi basis dasar orientasi tindakan yang diarahkan oleh konstruksi sosial di tingkat komunitas dalam kaitannya dengan pemaknaan terhadap burung