Komunitas Penggemar Penangkar
Interaksi Sosial antar Aktor pada
Konstruksi Sosial Pemaknaan
Pemaknaan Ekonomi- Komersial
Pemaknaan Konservasi
Pemaknaan Sosio- Kultural
Konfigurasi Kepentingan
Aktor
Gerakan NGO’s Tekanan Internasional
Internal Komunitas: Setting Sosio Kultural
Komunitas Penggemar Pehobi
Komunitas Penggemar Pehobi sekaligus Pelomba
Gambar 1. Kerangka Teoritis
BAB IV Tipologi Komunitas Penggemar Burung Berkicau
di Surabaya dan Yogyakarta
4. 1 Komunitas Penggemar Burung Berkicau Perorangan: Komunitas
Pehobi, Pelomba, dan Penangkar
Secara tipologis komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya dan Yogyakarta dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu komunitas
penggemar burung berkicau yang bersifat perorangan dan komunitas penggemar burung berkicau yang berbentuk paguyuban atau kelompok. Perbedaan mendasar
diantara kedua komunitas tersebut adalah pada komunitas perorangan hobi memelihara burung menjadi sebuah pilihan kegiatan diantara kegiatan-kegiatan
rutin sehari-hari, seperti bekerja. Kegiatan memelihara burung dilakukan sendiri di rumah, di sela-sela waktu senggang setelah bekerja atau pada waktu libur kerja.
Tujuan memelihara burung pada kelompok tipe ini tidak selalu diperuntukkan pada kegiatan atau event-event yang mempertemukan sesama penggemar burung,
seperti event latihan dan juga lomba burung. Meskipun demikian, terdapat juga komunitas penggemar burung berkicau perorangan yang rutin mengikuti event
latihan dan lomba burung. Komunitas penggemar burung berkicau perorangan sendiri dapat dibagi
lagi menjadi tiga tipologi yaitu pehobi, pehobi dan pelomba serta penangkar atau peternak burung. Komunitas perorangan pehobi menjadikan kegiatan memelihara
burung sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Memelihara burung dimaknai sebagai bentuk penyaluran hobi, di mana burung dalam konteks ini
dimaknai sebagai media kepuasan psikologis, simbol ketenangan, keindahan dan ketenteraman. Pemaknaan tersebut didapatkan dari merawat, mendengarkan, dan
memperhatikan mengamati tingkah laku burung yang dimiliki. Bagi komunitas perorangan tipe pehobi sekaligus pelomba, hobi
memelihara burung tidak hanya sebagai simbol kepuasan psikologis dengan menikmati keindahan suara dan tingkah laku burung yang mereka miliki.
Kepuasan psikologis memelihara burung mereka dalam pandangan mereka tidak cukup didapatkan hanya dari kegiatan menikmati keindahan suara, warna dan
tingkah laku burung di rumah, akan tetapi lebih dari sekedar itu, bagi komunitas pelomba kepuasan psikologis akan jauh lebih terasa manakala burung yang
mereka miliki mampu menunjukkan kelebihannya dalam event-event yang mempertemukan sesama penggemar burung, yaitu event latihan dan lomba
burung. Atau dengan kata lain, komunitas pelomba lebih mengorientasikan hobi memelihara burung pada tujuan-tujuan mendapatkan pretise atau pengakuan dari
komunitas penggemar lainnya, dibandingkan hanya sekedar menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung mereka. Di Surabaya, komunitas pehobi
sekaligus pelomba lebih banyak direpresentasikan oleh komunitas penggemar yang tergabung dalam paguyuban atau kelompok penggemar burung
dibandingkan dengan komunitas penggemar perorangan. Hal ini berkaitan interpretasi pemaknaan terhadap burung untuk kepentingan lomba yang banyak
berkembang pada komunitas di paguyuban daripada di komunitas perorangan. Komunitas penangkar burung, sebenarnya merupakan perkembangan lebih
lanjut dari kedua tipe sebelumnya yaitu pehobi dan pelomba. Komunitas penggemar tipe penangkar memulai kegiatan penangkaran burung dari hobi
mereka memelihara burung. Sebagian dari mereka dalam posisinya sebagai komunitas penangkar tidak jarang yang juga menjadi komunitas pelomba maupun
pehobi saja. Komunitas penangkar ini mempunyai spesifikasi pada jenis burung yang mereka tangkarkan, misalnya penangkar spesialis cucak hijau. Hal ini
dilakukan untuk menempatkan mereka sebagai penggemar atau orang yang dianggap punya keahlian menangkarkan jenis burung tertentu, sehingga
trademark atau pemaknaan di tingkat komunitas penggemar lainnya akan mendapatkan prestise tersendiri. Di samping itu, terdapat juga komunitas
penangkar yang tidak mengawali kegiatannya dari hobi memelihara burung. Akan tetapi, kegiatan penangkaran dilakukan semata-mata karena melihat potensi
ekonomi yang cukup besar pada usaha penangkaran burung. Keberadaan komunitas penggemar tipe penangkar burung jumlahnya
masih terbatas ditemukan di Surabaya. Hal ini disebabkan usaha penangkaran burung tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan modal semata, akan tetapi juga
menuntut pengetahuan, ketelatenan dan yang paling penting adalah ketersediaan waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Penangkar burung lebih merasa yakin
jika langsung mengurus pemeliharaan burung tangkarannya dibandingkan mempercayakannya kepada orang lain. Keterjaminan terhadap kualitas burung
yang ditangkarkan menjadi alasan mendasar kenapa dibutuhkan campur tangan langsung pemilik dalam kegiatan penangkaran. Oleh karena itu dari beberapa
penangkar burung sudah tidak aktif lagi bekerja atau sudah memasuki masa pensiun masa tua.
Pak S : Penangkar Burung di Surabaya Pak S adalah salah satu penangkar burung di Surabaya. Kegiatan menangkar atau menternakkan
burung diawali dari kegemaran beliau sebagai penggemar burung. Sejak usia muda, ketika beliau masih aktif di TNI AL, Pak S sudah menggemari burung sebagai satwa peliharaan. Setiap
melakukan perjalanan tugas ke beberapa daerah di luar Jawa, Pak S senantiasa menyempatkan diri untuk mencari jenis burung lokal daerah tersebut untuk dipelihara.
Hobi memelihara burung ini terus berlanjut hingga saat ini. Hobi memelihara burung bagi Pak S dijadikan sebagai pengisi waktu luang ketika libur atau sepulang dari kerja. Dengan
mendengarkan suara burung dan menikmati keindahan warna serta gerak-geriknya, Pak S merasakan kepuasan psikologis berupa keindahan dan ketenangan. Dengan kata lain, burung
dijadikan Pak S sebagai media refreshing selama beliau tidak melakukan aktivitas kerja atau selama berada di rumah. Saat ini hobi memelihara burung yang dimiliki Pak S tidak lagi hanya
untuk kepentingan refreshing semata, akan tetapi kegemaran memelihara burung dikembangkan menjadi usaha penangkaran burung secara kecil-kecilan di rumah. Pak S memanfaatkan halaman
belakang rumahnya sebagai sarana usaha penangkaran burungnya. Jenis burung yang dipelihara dan diternakkan adalah burung kenari, salah satu jenis burung berkicau dan berwarna menarik
yang mulai banyak digemari dikalangan komunitas penggemar burung berkicau berkicau di beberapa daerah. Kegiatan penangkaran burung ini dilakukan Pak S sebagai sampingan saja
untuk sumber penghasilan rumahtangga serta sebagai pengisi waktu luang beliau di rumah setelah memasuki masa pensiun. Sebagai usaha sampingan, penangkaran burung yang dimiliki
oleh Pak S tidak terlalu banyak, hanya sekitar 50-an ekor burung kenari yang dia tangkarkan. Kegiatan ini dilakukan Pak S dengan dibantu oleh istrinya yang berprofesi sebagai ibu
rumahtangga.
Sementara itu untuk daerah Yogyakarta, gambaran mengenai komunitas penggemar burung berkicau yang bersifat perorangan tidak jauh berbeda dengan
kondisi di Surabaya. Di Yogyakarta terdapat juga komunitas perorangan tipe pehobi saja, pehobi sekaligus pelomba dan penangkar. Komunitas pehobi dilihat
dari jumlahnya cukup banyak, jika dibandingkan dengan tipe pehobi sekaligus pelomba atau penangkar. Di Yogyakarta hobi memelihara burung dimaknai
sebagai bagian dari simbol entitas kultural. Burung dijadikan sebagai representasi dari ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman. Burung dijadikan sebagai bagian
dari kehidupan mereka dalam mengisi waktu senggang dengan menikmati keindahan suara, warna dan tingkah lakunya. Dengan memelihara burung mereka
mendapatkan kepuasan psikologis berupa ketenangan dan suasana rileks setelah melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari.