1 Komunitas Penggemar Burung Berkicau Perorangan: Komunitas

jika langsung mengurus pemeliharaan burung tangkarannya dibandingkan mempercayakannya kepada orang lain. Keterjaminan terhadap kualitas burung yang ditangkarkan menjadi alasan mendasar kenapa dibutuhkan campur tangan langsung pemilik dalam kegiatan penangkaran. Oleh karena itu dari beberapa penangkar burung sudah tidak aktif lagi bekerja atau sudah memasuki masa pensiun masa tua. Pak S : Penangkar Burung di Surabaya Pak S adalah salah satu penangkar burung di Surabaya. Kegiatan menangkar atau menternakkan burung diawali dari kegemaran beliau sebagai penggemar burung. Sejak usia muda, ketika beliau masih aktif di TNI AL, Pak S sudah menggemari burung sebagai satwa peliharaan. Setiap melakukan perjalanan tugas ke beberapa daerah di luar Jawa, Pak S senantiasa menyempatkan diri untuk mencari jenis burung lokal daerah tersebut untuk dipelihara. Hobi memelihara burung ini terus berlanjut hingga saat ini. Hobi memelihara burung bagi Pak S dijadikan sebagai pengisi waktu luang ketika libur atau sepulang dari kerja. Dengan mendengarkan suara burung dan menikmati keindahan warna serta gerak-geriknya, Pak S merasakan kepuasan psikologis berupa keindahan dan ketenangan. Dengan kata lain, burung dijadikan Pak S sebagai media refreshing selama beliau tidak melakukan aktivitas kerja atau selama berada di rumah. Saat ini hobi memelihara burung yang dimiliki Pak S tidak lagi hanya untuk kepentingan refreshing semata, akan tetapi kegemaran memelihara burung dikembangkan menjadi usaha penangkaran burung secara kecil-kecilan di rumah. Pak S memanfaatkan halaman belakang rumahnya sebagai sarana usaha penangkaran burungnya. Jenis burung yang dipelihara dan diternakkan adalah burung kenari, salah satu jenis burung berkicau dan berwarna menarik yang mulai banyak digemari dikalangan komunitas penggemar burung berkicau berkicau di beberapa daerah. Kegiatan penangkaran burung ini dilakukan Pak S sebagai sampingan saja untuk sumber penghasilan rumahtangga serta sebagai pengisi waktu luang beliau di rumah setelah memasuki masa pensiun. Sebagai usaha sampingan, penangkaran burung yang dimiliki oleh Pak S tidak terlalu banyak, hanya sekitar 50-an ekor burung kenari yang dia tangkarkan. Kegiatan ini dilakukan Pak S dengan dibantu oleh istrinya yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga. Sementara itu untuk daerah Yogyakarta, gambaran mengenai komunitas penggemar burung berkicau yang bersifat perorangan tidak jauh berbeda dengan kondisi di Surabaya. Di Yogyakarta terdapat juga komunitas perorangan tipe pehobi saja, pehobi sekaligus pelomba dan penangkar. Komunitas pehobi dilihat dari jumlahnya cukup banyak, jika dibandingkan dengan tipe pehobi sekaligus pelomba atau penangkar. Di Yogyakarta hobi memelihara burung dimaknai sebagai bagian dari simbol entitas kultural. Burung dijadikan sebagai representasi dari ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman. Burung dijadikan sebagai bagian dari kehidupan mereka dalam mengisi waktu senggang dengan menikmati keindahan suara, warna dan tingkah lakunya. Dengan memelihara burung mereka mendapatkan kepuasan psikologis berupa ketenangan dan suasana rileks setelah melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Perbedaan kondisi komunitas pehobi antara Surabaya dan Yogyakarta adalah bahwa di Yogyakarta hobi memelihara burung berkicau bersaing dengan hobi memelihara perkutut. Di Yogyakarta hobi memelihara perkutut masih mendapatkan tempat yang sama dengan hobi memelihara burung berkicau. Jenis burung perkutut disenangi oleh kalangan komunitas yang berumur tua dan sebagian kalangan keturunan priyayi. Bertahannya perkutut sebagai salah satu jenis burung yang digemari di Yogyakarta tidak terlepas dari konteks historis keraton Yogyakarta, di mana burung menjadi salah satu simbol entitas kultural dan status sosial dalam masyarakat. Bagi masyarakat keraton memelihara burung merupakan bagian dari kesempurnaan hidup. Terdapat lima hal yang menjadi representasi kesempurnaan hidup pada masyarakat Jawa, yaitu harta, tahta, wanita, turangga, dan kukila. Burung adalah representasi dari kukila. Pada zaman kerajaan atau masyarakat dengan tradisi keraton yang kuat burung yang dipelihara adalah perkutut. Hal ini disebabkan perkutut dimaknai sebagai simbol dari ketenangan dan ketentaraman. Pernyataan Pak H 55 tahun ketika menggambarkan tentang hobi memelihara burung dikalangan masyarakat kebanyakan Yogyakarta adalah menurut beliau burung perkutut dulunya merupakan burung yang paling banyak digemari sebelum maraknya kegemaran memelihara burung berkicau. Memelihara perkutut menjadi simbol kultural masyarakat Yogyakarta Jawa karena merupakan bagian dari kesempurnaan hidup. Bahkan dalam masyarakat memelihara perkutut dapat dijadikan sebagai simbol status sosial, yaitu dengan melihat kualitas suara burung dan sangkarnya. Burung perkutut yang mempunyai kualitas baik akan disangkari dengan kandang yang baik. Dan biasanya burung perkutut dengan kualitas baik hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja, yaitu kalangan masyarakat kelas atas kalangan priyayi atau bangsawan keraton dan sebagian kecil dari kelas menengah. Pak H sendiri lebih suka memelihara perkutut karena menurut beliau suara dari perkutut dapat memberikan ketenangan ketika mendengarnya. Apalagi sekarang beliau sudah tidak bekerja lagi atau pensiun, suara burung menjadi teman setia dalam keseharian beliau di rumah selain aktivitas lainnya. Komunitas pehobi sekaligus pelomba di Yogyakarta memiliki posisi yang relatif sama antara penggemar yang tergabung dalam paguyuban dengan penggemar yang bersifat perorangan. Kondisi ini berbeda dengan di Surabaya, di mana komunitas pehobi sekaligus pelomba dipresentasikan oleh penggemar di paguyuban. Di Yogyakarta keberadaan paguyuban penggemar burung tidak sesemarak di Surabaya. Oleh karena itu, event-event yang menjadi tempat bertemunya komunitas penggemar burung berkicau, yaitu event latihan burung dan lomba burung banyak diikuti oleh kalangan komunitas perorangan. Untuk event lomba burung, penggemar burung yang berpartisipasi mengikuti event lomba burung di Yogyakarta justru sebagian besar berasal dari daerah lain di sekitar Yogyakarta, seperti Semarang, Banjarnegara, Klaten, bahkan Surabaya. Komunitas penangkar di Yogyakarta tidak banyak berbeda dengan di Surabaya. Secara kuantitas jumlah mereka masih sangat terbatas, hanya beberapa penggemar saja yang memilih menangkarkan burung untuk kepentingan hobinya sendiri atau untuk diperjualbelikan. Di Yogyakarta, penangkar burung juga memiliki spesifikasi jenis burung yang ditangkarkan, misalnya anis merah. Kegiatan penangkaran burung dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan rumahtangga yang utama maupun alternatif. Hingga saat ini pengelolaan penangkaran di Yogyakarta masih berada pada level relatif kecil yang dilakukan secara perorangan. Model pengelolaan, pengetahuan dan informasi dilakukan melalui sistem jaringan diantara mereka dalam hubungan pertemanan dan juga keluarga. Pak I: Penangkar Burung di Yogyakarta Pak I merupakan salah satu penggemar burung yang mengembangkan kegiatan penangkaran burung di Surabaya. Jenis burung yang ditangkarkan adalah kenari. Hal ini dilakukan sebagai kegiatan sampingan beliau selain pekerjaan utama sebagai karyawan pekerja. Kegiatan menangkarkan burung dijadikan Pak I sebagai alternatif mata pencaharian bagi keluarganya. Penangkaran burung dinilai sebagai salah satu kegiatan yang cukup potensial untuk dikembangkan seiring dengan semakin maraknya kegiatan yang berkaitan dengan burung berkicau, yaitu lomba burung. Penangkaran burung yang dimiliki Pak I masih tidak terlalu besar, hanya sekitar 20 burung yang beliau tangkarkan. Hasil penangkaran biasanya beliau jual kepada penggemar burung lainnya di Yogyakarta. Pengetahuan mengenai penangkaran burung didapatkan secara otodidak dari informasi komunitas penggemar lainnya. Proses pembelajaran mengenai pengetahuan tentang menangkar burung didapatkan dalam kegiatan-kegiatan berkumpulnya para komunitas penggemar burung di Yogyakarta, baik dalam kegiatan rutin birdclub maupun kegiatan rutin latihan burung. Dari kegiatan ini Pak I mendapatkan dua hal sekaligus, yaitu pertama penyaluran hobinya menggemari burung dan keuntungan ekonomi dari kegiatan tersebut. Dengan adanya trend atau kecenderungan yang mengarah pada pengembangan penangkaran di tingkat komunitas penggemar burung, Pak I semakin yakin untuk terus mengembangkan kegiatan penangkarannya sebagai salah satu altenatif sumber nafkah bagi keluarganya. Sebagian dari komunitas penangkar ada yang menjadi pehobi sekaligus pelomba. Event lomba burung menjadi media yang efektif pemasaran burung dari hasil penangkaran yang dilakukan. Yang didapatkan dari event lomba oleh seorang penangkar burung tidak hanya prestise ekonomi dalam bentuk harga jual tinggi burung yang dimilikinya, akan tetapi juga prestise sosial dalam bentuk pengakuan tentang pengetahuannya dalam menangkarkan burung sekaligus juga prestise dalam bentuk keseganan dalam setiap event lomba burung yang diikuti.

4. 2 Komunitas Paguyuban Kelompok Penggemar Burung Berkicau:

Komunitas Penggemar Pehobi Sekaligus Pelomba. Salah satu tanda semakin meningkatnya perkembangan hobi memelihara burung di Jawa adalah semakin maraknya bermunculan komunitas penggemar yang berbentuk paguyuban atau kelompok penggemar burung. Paguyuban atau kelompok penggemar burung di daerah Jawa lebih dikenal dengan nama birdclub. Birdclub adalah lembaga informal yang dibentuk oleh komunitas penggemar burung berkicau sebagai wadah tempat berkumpulnya para penggemar burung. Berdasarkan latar belakang pembentukannya, birdclub dapat dibedakan ke dalam birdclub yang berbasiskan kedekatan teritorial satu kampung, desa atau kecamatan dan kabupaten, birdclub yang berbasiskan pada hubungan pertemanan saling kenal satu sama lain karena satu profesi atau sekedar teman biasa, atau gabungan dari keduanya. Di Surabaya perkembangan birdclub sebagai wadah perkumpulan komunitas penggemar burung berkicau sangat marak. Perkembangan birdclub tidak hanya ditemui di Surabaya saja, akan tetapi juga di daerah sekitar Surabaya seperti Sidoarjo, Malang, Pasuruan, Madura, Probolinggo dan Kediri. Saat ini birdclub menjadi satu-satunya wadah organisasi penggemar burung di Surabaya pada tingkat grassroot. Birdclub adalah cikal bakal pembentuk organisasi lain komunitas penggemar burung berkicau pada tingkat yang lebih tinggi. Birdclub di Surabaya merupakan representasi dari komunitas penggemar tipe pehobi sekaligus pelomba. Mereka menjadikan birdclub sebagai wadah berkumpul untuk mengkuti kegiatan-kegiatan seperti latihan atau event lomba burung. Birdclub menjadi entitas kelompok pehobi sekaligus pelomba sebagai satu kesatuan kepentingan. Dalam birdclub komunitas penggemar mengedepankan nilai-nilai kebersamaan yang didasarkan pada kepentingan yang sama. Di Surabaya, nilai-nilai kebersamaan yang terbentuk pada birdclub cenderung mengarah pada kepentingan untuk sekedar mendapatkan prestise kelompok, yaitu berupa pengakuan terhadap eksistensi paguyuban di tengah- tengah paguyuban lainnya. Birdclub yang mempunyai “nama besar” dan disegani dalam event-event berkumpulnya komunitas penggemar burung berkicau, baik sekedar hanya latihan atau lomba burung merupakan bentuk pengakuan terhadap eksistensi sebuah birdclub yang diharapkan oleh penggemar dalam birdclub. Pengakuan seperti ini yang dimaksudkan dengan prestise sosial pada sebuah birdclub dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi penggemar dalam birdclub. Kepentingan lain para pelomba dalam sebuah birdclub adalah kepentingan ekonomi bisnis yaitu berupa nilai jual burung. Nilai jual burung menjadi salah satu kepentingan yang dalam perkembangannya cukup signifikan sebagai orientasi kepentingan para penggemar tipe pehobi sekaligus pelomba burung dalam sebuah birdclub. Di Surabaya fenomena seperti sangat terlihat sekali, di mana birdclub dijadikan sebagai wadah untuk bisa mengikuti event-event lomba burung di tingkat lokal maupun yang berskala nasional. Kaitan event lomba tersebut dengan kepentingan ekonomi penggemar burung adalah bahwa event lomba menjadi ruang bagi para penggemar tipe pehobi sekaligus pelomba untuk mendapatkan pengakuan terhadap burung-burung mereka dari komunitas penggemar lainnya dalam event lomba tersebut. Semakin sering seekor burung menjado sorotan atau perhatian dalam sebuah event lomba, apalagi bisa masuk dalam jajaran burung yang mendapatkan predikat juara dalam lomba maka harga burung tersebut akan tinggi. Pertambahan harga untuk seekor burung yang mempunyai “nama besar” dalam sebuah lomba burung bisa sangat fantastis dan irasional untuk ukuran transaksi perdagangan yang rasional. Kisaran harga yang ditawarkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tidak hanya prestise ekonomi dalam bentuk nilai jual fantastis yang dikejar oleh penggemar tipe pehobi sekaligus pelomba dalam birdclub. Melalui “nama besar” yang didapatkan oleh burung yang dimiliki, penggemar pemiliknya juga akan mendapatkan prestise sosial status sosial dalam bentuk pengakuan sebagai orang yang mempunyai kemampuan lebih dalam memelihara burung. Contoh kasus burung yang diberi nama “Juventus”. Burung tersebut memiliki nama yang cukup populer karena seringnya memenangi beberapa event lomba burung di Surabaya dan kota lain di sekitarnya. Selain harga jualnya yang sangat fantastis mencapai kisaran puluhan juta, pemilik burung tersebut juga menjadi pusat perhatian beberapa penggemar lain dalam sebuah event lomba. Ada yang sekedar hanya bertanya atau berdiskusi tentang rahasia keberhasilan burung yang dipeliharanya. Di Yogyakarta, kondisi komunitas penggemar yang tergabung dalam paguyuban atau kelompok penggemar burung dalam beberapa hal memiliki perbedaan dengan kondisi di Surabaya. Komunitas penggemar yang tergabung dalam bentuk birdclub di Yogyakarta tidak sesemarak yang terdapat di Surabaya. Kondisi ini dapat dilihat pada event lomba burung yang diselenggarakan di Yogyakarta yang justru lebih banyak diikuti oleh komunitas paguyuban penggemar burung dari daerah di luar Yogyakarta. Komunitas penggemar burung berkicau yang tergabung dalam paguyuban di Yogyakata merupakan komunitas penggemar tipe pehobi dan pelomba. Artinya, entitas penggemar dalam paguyuban penggemar burung hanya menjadi representasi dari para penggemar burung yang punya hobi memelihara burung dan mengikuti event-event lomba burung. Perbedaan antara komunitas pelomba dalam birdclub antara di Yogyakarta dan Surabaya adalah pada orientasi yang berkembang dalam birdclub tersebut yang menjadi nilai-nilai kepentingan bersama. Pemaknaan terhadap kebersamaan di dalam birdclub didasarkan pada kepentingan bersama menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung, baik pada event latihan atau lomba burung. Kecenderungan untuk mendapatkan pengakuan terhadap eksistensi birdclub melalui pencitraan “nama besar” birdclub tidak terlalu tampak pada komunitas penggemar pelomba di Yogyakarta. Kegiatan mengikuti lomba burung dimaknai sebagai kegiatan menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung yang dianggap menarik. Upaya pencitraan untuk mendapatkan nama besar yang direpresentasikan oleh tindakan-tindakan yang mengarahkan perhatian penggemar lain terhadap birdclub tersebut tidak terlalu tampak terlihat. Salah satunya dapat ditunjukkan dengan adanya kesepakatan di tingkat birdclub yang terdapat di Yogyakarta, bahwa dalam event latihan atau lomba burung, para penggemar diharapkan tidak mengeluarkan suara teriakan yang diikuti oleh gerakan tangan