burung di Surabaya dan kota lain di sekitarnya. Selain harga jualnya yang sangat fantastis mencapai kisaran puluhan juta, pemilik burung tersebut juga menjadi
pusat perhatian beberapa penggemar lain dalam sebuah event lomba. Ada yang sekedar hanya bertanya atau berdiskusi tentang rahasia keberhasilan burung yang
dipeliharanya. Di Yogyakarta, kondisi komunitas penggemar yang tergabung dalam
paguyuban atau kelompok penggemar burung dalam beberapa hal memiliki perbedaan dengan kondisi di Surabaya. Komunitas penggemar yang tergabung
dalam bentuk birdclub di Yogyakarta tidak sesemarak yang terdapat di Surabaya. Kondisi ini dapat dilihat pada event lomba burung yang diselenggarakan di
Yogyakarta yang justru lebih banyak diikuti oleh komunitas paguyuban penggemar burung dari daerah di luar Yogyakarta. Komunitas penggemar burung
berkicau yang tergabung dalam paguyuban di Yogyakata merupakan komunitas penggemar tipe pehobi dan pelomba. Artinya, entitas penggemar dalam
paguyuban penggemar burung hanya menjadi representasi dari para penggemar burung yang punya hobi memelihara burung dan mengikuti event-event lomba
burung. Perbedaan antara komunitas pelomba dalam birdclub antara di Yogyakarta
dan Surabaya adalah pada orientasi yang berkembang dalam birdclub tersebut yang menjadi nilai-nilai kepentingan bersama. Pemaknaan terhadap kebersamaan
di dalam birdclub didasarkan pada kepentingan bersama menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung, baik pada event latihan atau lomba burung.
Kecenderungan untuk mendapatkan pengakuan terhadap eksistensi birdclub melalui pencitraan “nama besar” birdclub tidak terlalu tampak pada komunitas
penggemar pelomba di Yogyakarta. Kegiatan mengikuti lomba burung dimaknai sebagai kegiatan menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung yang
dianggap menarik. Upaya pencitraan untuk mendapatkan nama besar yang direpresentasikan oleh tindakan-tindakan yang mengarahkan perhatian penggemar
lain terhadap birdclub tersebut tidak terlalu tampak terlihat. Salah satunya dapat ditunjukkan dengan adanya kesepakatan di tingkat birdclub yang terdapat di
Yogyakarta, bahwa dalam event latihan atau lomba burung, para penggemar diharapkan tidak mengeluarkan suara teriakan yang diikuti oleh gerakan tangan
sebagai bentuk dukungan sekaligus penarik perhatian terhadap burung yang dilatih atau dilombakan. Bagi komunitas pelomba di birdclub yang terdapat di
Yogyakarta, event latihan atau lomba burung menjadi bentuk lain menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung dalam bentuk yang berbeda,
yaitu dilakukan secara bersama-sama. Perkembangan nilai yang demikian itu, pada akhirnya menjadikan
birdclub sebagai wadah berkumpul para komunitas penggemar burung berkicau karena kepentingan yang sama yaitu kepuasan psikologis dalam menikmati
keindahan suara, warna dan tingkah laku burung. Kepentingan lain yang bersifat ekonomi, seperti yang berkembang pada birdclub di Surabaya, tidak terlalu
tampak meskipun tidak sama sekali ada. Paling tidak di Yogyakarta konteks menikmati keindahan suara, warna dan tingkah laku burung dijadikan sebagai
nilai dasar para penggemar burung yang tergabung dalam birdclub.
4. 3 Karakteristik Sosial Ekonomi Komunitas Penggemar Burung
Berkicau di Surabaya dan Yogyakarta
Komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya dan Yogyakarta terdiri dari lapisan masyarakat yang cukup beragam atau bersifat multi-strata.
Komunitas penggemar burung tidak hanya melibatkan kalangan masyarakat kelas atas yang memiliki kemampuan ekonomi untuk mendapatkan burung dan
memeliharanya, akan tetapi melibatkan juga kalangan masyarakat dari kelas menengah dan bawah. Kalangan kelas atas direpresentasikan oleh para penggemar
yang berprofesi sebagai pejabat pemerintah maupun swasta, pengusaha dan kaum niagawan pedagang besar. Sementara itu, untuk kalangan komunitas penggemar
burung berkicau dar kelas menengah dan bawah direpresentasikan oleh para penggemar yang berprofesi sebagai PNS, pedagang kecil, karyawan swasta dan
pabrik, buruh, supir dan pekerja di sektor informal. Di Surabaya dan Yogyakarta, afiliasi komunitas penggemar burung
berkicau dari kelas atas memiliki perbedaan satu sama lain. Di Surabaya komunitas penggemar kelas atas lebih banyak direpresentasikan oleh kalangan
pengusaha lokal serta niagawan besar pedagang besar. Keberadaan mereka sebagai bagian dari komunitas penggemar burung berkicau tidak terlepas dari
setting sosio-kultural Surabaya yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Kalangan pengusaha dan pedagang besar cukup berkembang di Surabaya. Sementara itu, di
Yogyakarta komunitas penggemar burung berkicau kelas atas lebih banyak berafiliasi dengan pejabat pemerintah atau swasta. Keberadaan pengusaha lokal
dan pedagang tidak terlalu tampak pada komunitas penggemar burung berkicau di daerah ini. Kondisi ini berkaitan dengan setting sosio-kultural Yogyakarta yang
bukan merupakan daerah pusat kegiatan ekonomi seperti halnya di Surabaya. Di Surabaya maupun Yogyakarta penggemar kelas atas biasanya merupakan elit di
tingkat kelompok komunitas penggemar burung atau organisasi penggemar burung. Mereka ditempatkan sebagai tokoh yang memimpin komunitas
penggemar burung di tingkat yang lebih bawah. Berikut ini adalah contoh kasus penggemar burung yang berasal dari masyarakat lapisan atas di Surabaya.
Pak Kr: Penggemar Burung Masyarakat Kelas Atas di Surabaya Pak Kr merupakan salah satu bagian dari komunitas penggemar burung berkicau di Surabaya. Beliau
adalah seorang pengusaha lokal yang memiliki aktivitas cukup sibuk. Aktivitas usaha Pak Kr tidak hanya di Surabaya saja, akan tetapi juga di Jakarta. Memelihara burung merupakan bagian dari hobi Pak Kr. Burung
dijadikan sebagai sarana mendapatkan suasana refreshing pada saat libur atau weekend di rumah. Tidak hanya itu saja, suasana refreshing juga dipatkan pada saat mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan burung, seperti latihan dan lomba burung. Pak Kr memiliki beberapa jenis burung berkicau. Pak Kr tidak merawat burung-burung berkicau yang dimilikinya sendirian. Pak Kr mempercayakan perawatan
burung-burung berkicaunya kepada orang yang sudah beliau percaya untuk bertanggungjawab terhadap urusan tersebut, yaitu orang yang memang sudah biasa diberi kepercayaan oleh Pak Kr untuk membantu
dalam pekerjaan beliau di rumah. Hal ini dilakukan karena Pak Kr tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat sendiri burung-burungnya, karena kesibukan beliau bekerja. Orang yang diberi kepercayaan oleh
Pak Kr biasanya selalu diikutkan dalam kegiatan latihan dan lomba burung, yaitu untuk memberikan isyarat- isyarat tertentu pada burung yang sedang belatih atau berlomba.
Pak Ag: Penggemar Burung Masyarakat Kelas Atas di Yogyakarta Pak Ag adalah seorang pejabat pemerintah di Yogyakarta. Beliau adalah orang Jawa asli yang gemar
memelihara burung. Kegemaran memelihara burung merupakan sesuatu hal yang bersifat turun temurun dalam tradisi keluarga beliau, karena sebelumnya orang tua beliau juga menggemari burung sebagai satwa
peliharaan. Perbedaan antara beliau dengan orang tuanya adalah pada jenis burung yang dipelihara, di mana orang tuanya menggemari perkutut.
Bagi Pak Ag memelihara burung memberikan ketenangan dan kesenangan tersendiri bagi beliau di sela-sela kesibukan beliau dengan pekerjaan sehari-hari. Suara burung memberikan sejumlah inspirasi ketenangan
dan ketentaraman. Pak Ag menjadikan burung sebagai sarana hiburan untuk mendapatkan ketenangan selama libur di rumah atau selama mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan burung. Meskipun
burung yang beliau miliki termasuk jenis burung yang berkelas karena sering mendapatkan gelar juara dalam beberapa kegiatan lomba burung, namun motivasi utama dalam menggemari burung tetap adalah
untuk kepentingan hobi dan mempertahankan tradisi. Kepentingan ekonomi dari kegiatan ini tidak terlalu mendapatkan perhatian serius dari Pak Ag meskipun terdapat kecenderungan adanya kepentingan ekonomi
yang bermain di tingkat komunitas penggemar burung di beberapa daerah termasuk Yogyakarta
Keberadaan komunitas penggemar burung berkicau dari kalangan masyarakat kelas atas di Surabaya cenderung lebih banyak jumlahnya jika
dibandingkan dengan di Yogyakarta. Di Surabaya, kegiatan yang berkaitan
dengan komunitas penggemar burung, seperti latihan burung dan lomba burung selalu dipadati oleh penggemar yang membawa mobil pribadi. Perbandingan
antara komunitas penggemar yang menggunakan mobil pribadi dengan yang tidak menggunakan cenderung lebih banyak yang menggunakan mobil pribadi.
Sedangkan kondisi di Yogyakarta cenderung berbeda dengan di Surabaya. Kegiatan yang berkaitan dengan komunitas penggemar burung berkicau lebih
banyak didominasi oleh sepeda motor. Hal ini tidak hanya terjadi pada kegiatan- kegiatan yang bersifat lokal akan tetapi juga pada kegiatan yang mempertemukan
komunitas penggemar burung berkicau dari daerah di sekitar Yogyakarta. Komunitas penggemar burung berkicau dari kalangan masyarakat kelas
menengah dan bawah di Surabaya dan Yogyakarta memiliki kondisi yang hampir sama. Secara kuantitas komunitas penggemar burung berkicau dari kelas ini
merupakan yang paling mendominasi. Kepentingan memelihara burung pada komunitas penggemar ini bisa berupa kepentingan psiko-sosial sebagai hobi dan
refreshing mengisi waktu luang, namun bisa juga sebagai salah satu alternatif sumber nafkah. Di antara mereka terdapat sebagian besar yang memelihara sendiri
burung yang mereka miliki, namun ada juga yang hanya menjadi perawat atau pemelihara burung-burung berkicau majikan mereka. Penggemar burung berkicau
dari kalangan masyarakat kelas menengah dan bawah merupakan komunitas penggemar kebanyakan. Di dalam paguyuban dan organisasi penggemar burung
berkicau mereka berada pada posisi sebagai anggota. Sangat jarang ditemukan ”orang yang ditokohkan” atau dijadikan sebagai ketua pemimpin dalam
paguyuban dan organisasi penggemar burung yang berasal dari kalangan penggemar ini.
4. 4 Karakteristik Etnis dan Gender Komunitas Penggemar Burung
Berkicau di Surabaya dan Yogyakarta: Multi-Etnis, Multi- Kulturalisme dan Keterlibatan Perempuan
Seperti halnya pandangan tentang burung yang hanya dikaitkan dengan lapisan masyarakat yang berasal dari status sosial ekonomi menengah dan tinggi
pada masa lalu, pandangan tentang etnis dan gender dalam komunitas penggemar burung berkicau hanya dilekatkan pada etnis Jawa dan laki-laki. Pandangan ini