Tabel 8 Hasil optimasi sistem KCKT pada pemisahan siklamat dalam model pangan
Parameter Hasil
Kriteria
e
k’ k’ ≤ 3
a
0.5 ≥ k’ ≥ 20 Resolusi R
R Σ 2
b
R Σ 2 Tekanan P
1064 lbin2
c
P ≥ 2000 lbin2 Faktor asimetrik
memenuhi syarat
d
0.9 ≥ f.asym ≥ 1.5 a
Tabel 7 kolom 3
b
Tabel 7 kolom 2
c
Konversi dari 75 kgfcm
2
d
Pengamatan secara visual
e
Harris 1999
3. Pengembangan Metode Ekstraksi
Prosedur ekstraksi cair-cair pada siklamat fase cairan, densitas dianggap ≤ 1.00 gml menggunakan pelarut organik eter densitas 0.71
gml. Hal ini dengan pertimbangan bahwa pada metode ekstraksi cair-cair terjadi kontak langsung antara 2 fase yang berlainan, sehingga untuk
optimasi ekstraksi digunakan solven yang immiscible dengan air dan densitasnya lebih kecil sehingga dapat membentuk lapisan terpisah yang
jelas. Solven lain yang tergolong immiscible dan densitasnya lebih kecil dari air adalah toluen 0.87 gml dan heksan 0.65 gml Snyder
Kirkland, 1999; sedangkan solven yang berdensitas lebih tinggi dari air adalah kloroform 1.40 gml, diklorometan 1.31 gml dan karbon
tetraklorida 1.59 gml. Selain itu, salah satu faktor penentu tercapainya ekstraksi
maksimum adalah kesesuaian polaritas P’ antara solven dan solut Snyder Kirkland, 1999. Komponen non polar umumnya menggunakan
solven dengan P’ rendah seperti heksan P’=0.1, toluen P’=2.4, atau eter P’=2.8; sedangkan komponen polar dapat menggunakan aseton P’=5.1,
asetonitril P’=5.8, atau metanol P’=5.1. Pada ekstraksi siklamat polar ini digunakan solven non polar yaitu eter. Meskipun sepintas bertentangan,
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menurunkan pH larutan sampel untuk mencegah disosiasi siklamat dan memperbesar distribusi siklamat ke
fase organik sehingga diperoleh tingkat ekstraksi yang maksimum. Dalam fase cairan, siklamat asam lemah akan terionisasi
sebagian. Adanya penambahan larutan H
2
SO
4
10 menyebabkan terjadi
peningkatan [H
+
] efek ion senama sehingga kesetimbangan bergeser ke arah kiri, yang berarti terjadi penekanan proses ionisasi Lampiran 4.
Bentuk molekul siklamat dalam fase cairan adalah HS
aq
yang relatif tidak polar, dan selama ekstraksi dapat berpindah ke fase organik dengan bentuk
HS
org
. Selanjutnya siklamat akan terpolimerisasi menjadi [HS
org
]
2
. Mekanismenya adalah sebagai berikut:
HS
aq
HS
org
[HS
org
]
2
fase cair fase organik
Percobaan pengembangan metode ekstraksi dilakukan pada model pangan sebelum diterapkan pada produk pangan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui efektivitas metode yang dikembangkan. Model pangan adalah pangan contoh yang sengaja dibuat dan ditambahkan dengan siklamat
konsentrasi tertentu. Efektivitas atau efisiensi ekstraksi dapat ditentukan dengan melihat tingkat penemuan kembali atau persen terekstrak E,
yaitu perbandingan konsentrasi siklamat hasil analisis dengan konsentrasi siklamat awal Prasetyaningtias, 2003. Perhitungan kadar siklamat pada
model pangan disajikan pada Tabel 9, sedangkan Tabel 10 merupakan ringkasan pengamatan terhadap parameter ekstraksi.
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai D hampir sama dengan K
D
. Nilai K
D
menunjukkan kecenderungan senyawa siklamat untuk terdistribusi ke dalam fase organik; sedangkan D merupakan ukuran
perbandingan distribusi siklamat dalam fase cairan dan fase organik. Besaran nilai D yang mendekati K
D
D ≤ K
D
mengindikasikan bahwa dalam proses ekstraksi terjadi perpindahandistribusi hampir semua
molekulbentuk siklamat dari fase cairan ke dalam fase organik. Ini berarti dalam fase cairan siklamat tidak mengalami disosiasipengionan, dan hal
tersebut dapat terjadi jika proses ekstraksi dilakukan pada pH rendah 1–2 Nur Adijuwana, 1989.
Tabel 9 Perhitungan kadar siklamat dalam model pangan Parameter
Minuman Ringan
Puding Agar
Roti 1. Berat model pangan
1
0.250 0.200
0.250 2. Penambahan Na-siklamat
mg 251.00
320.00 504.20
3. Konsentrasi siklamat pada model pangan
[S]
FM
mgkg
1004.00 1600.00 2016.80
4. Peak area rata-rata y
2
95261 137510
190286 5. Penimbangan sampel untuk
ekstraksi g B 12.9891
13.4262 13.5201
6. Pengenceran e 50
50 50
7. Persamaan kurva kalibrasi Lampiran 5 6
3
y = 386.86x – 514.91 8. Kadar siklamat hitung x
4
247.573 356.783 493.204
9. Kadar siklamat sampel
[S]
E 5
953.00 1328.68 1823.96
1 kg untuk pangan padat dan semi padat; liter untuk pangan cair 2 data lengkap tidak ditampilkan
3 hasil analisis KCKT terhadap larutan baku kerja Tabel 5 4 x = {y – -514.91} 386.86
5
x e B Tabel 10 Penentuan efisiensi ekstraksi siklamat pada model pangan
Parameter Minuman
Ringan Puding Agar
Roti 1.
[S]
E
Tabel 9, no 9
1
953.00 1328.68
1823.96 2.
[S]
O
[S]
FM
– [S]
E 1
51.00 271.32
192.00 3.
pH
larutan sampel kertas pH berwarna ungu pH ≤ 1
4.
[H
+
]
siklamat
2
2.803 x 10
-5
3.546 x 10
-5
3.981 x 10
-5
5.
V
E
ml 50
50 50
6.
V
O
ml 50
50 50
7. K
D 3
18.69 4.89
9.50 8. K
a
asam siklamat
2
3.162 x 10
-7
9. D
4
18.50 4.84
9.41 10. E
5
94.92 83.04
90.47
1 mgkg untuk pangan padat dan semi padat; mgl untuk pangan cair 2 berdasar contoh perhitungan di Lampiran 4
3 [S]
E
[S]
O
4 K
D
{1+K
a
[H
+
]} 5 {[S]
E
V
E
[S]
E
V
E
+ [S]
O
V
O
} x 100
Untuk parameter E pada masing-masing model pangan terlihat bahwa efisiensi ekstraksi pudingagar paling rendah dan kurang memenuhi
kriteria 95–105. Ini berarti kemungkinan proses ekstraksi masih kurang optimal untuk diterapkan pada pangan jenis pudingagar. Harris 1999
menyatakan jika kondisi ekstraksi menunjukkan recoverypenemuan kembali yang belum memadai walaupun sudah menggunakan polaritas dan
pH yang sesuai, kadar penemuan kembali dapat ditingkatkan dengan penggunaaan volume solven yang lebih besar atau penerapan teknik
succesive continuous extraction. Akan tetapi bila dibandingkan hasil penelitian lain, efisiensi
ekstraksi yang diperoleh sudah cukup memadai. Breithaupt 2004 yang mengekstrak karotenoid secara ekstraksi cair-cair menghasilkan tingkat
penemuan kembali 94-100. Roch et al. 1995 pada ekstraksi aflatoksin dari kacang tanah dengan metode ekstraksi cair-cair memperoleh tingkat
penemuan kembali berkisar 74.1–82.1. Adapun Hanine et al. 1995 yang mengekstrak acotinic acid dari industri gula menggunakan ekstraksi
cair-cair menghasilkan tingkat penemuan kembali lebih dari 98. Secara teoritis, proses ekstraksi yang dilakukan secara multi-step
extraction volume pengekstrak 3x25 ml terbukti lebih efektif daripada single-step extraction volume pengekstrak 1x75 ml Handley, 1999;
Harris, 1999, sesuai persamaan [A
aq
]
n
= {V
aq
V
org
K + V
aq n
} [A
aq
]o .....7 atau
V
1
n q
n
= ---------------- .....8
V
2
+ KV
2
Jika diamati dari sistem pangannya, terlihat juga dari Tabel 10 bahwa nilai D dan E sistem pangan ½ padat pudingagar lebih kecil
dibanding sistem pangan padat roti. Padahal umum diketahui bahwa sistem pangan padat lebih kompleks dibanding pangan cair maupun
pangan ½ padat, dan pangan ½ padat lebih kompleks dibanding pangan cair; sehingga jika diterapkan suatu proses pemisahan atau ekstraksi,
kemungkinan akan lebih mudah atau lebih besar hasilnya pada sistem pangan ½ padat dibanding sistem pangan padat. Adanya perbedaan hasil
ini diduga disebabkan faktor sifat matriks pangan yaitu: Dickinson Stainsby, 1982; Sikorsky, 2002
• aktivitas air a
w
• net electrical charge dari rantai samping dan ionisasi gugus akhir
• interaksi kimia interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen, ikatan ion, dan
ikatan kovalen
B. KAJIAN PAPARAN SIKLAMAT 1. Analisis Data Konsumsi