Pengukuran Kadar Siklamat Pangan Anak Sekolah Dasar

frekuensi konsumsi, permen keras merupakan pangan yang paling sering dikonsumsi yaitu 0.669 kali per hari atau kira-kira 20 kali sebulan.

2. Pengukuran Kadar Siklamat Pangan Anak Sekolah Dasar

Data konsentrasi pada kajian paparan dengan metode TDS umumnya dinyatakan berdasar analisis terhadap sampel komposit dengan pertimbangan meminimalkan jumlah sampel yang dianalisis WHO, 1985. Meskipun demikian, penggunaan sampel komposit mempunyai keuntungan dalam hal kemampuannya menentukan perkiraan asupan hanya dengan menganalisis sejumlah kecil sampel. Penentuan konsentrasi siklamat pada sampel pangan anak sekolah dasar dilakukan berdasarkan metode hasil pengembangan. Hasil pengukuran siklamat pada sampel komposit menunjukkan kisaran konsentrasi antara 5.06 mgkg komposit Kudapan Ketan hingga 8,882.71 mgkg komposit Minuman Santan Lampiran 11, dengan limit deteksi LOD 2.75 mgkg dan limit kuantifikasi LOQ 9.17 mgkg Lampiran 13 dan 14. Nilai konsentrasi ini diperoleh dari hasil uji kuantitatif sampel komposit setelah memperhitungkan dengan tingkat recovery penemuan kembali yang dihasilkan dari penelitian bagian pertama Tabel 10. Hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan laporan penelitian lain pengukuran siklamat pada sampel pangan dengan KCKT yang menunjukkan tingkat penemuan kembali berkisar 88–101 dan LOD antara 0.4–5.0 mglt Hauck Kobler, 1990; Ruter Raczek, 1992; Li Yin, 1999: Choi et al., 2000. Di Indonesia, pemakaian siklamat masih banyak terjadi penyalahgunaan, baik tujuan penggunaannya maupun tingkat pemakaiannya. Dalam standar pemanis buatan SK Kepala Badan POM No: HK.00.05.5.1.45472004, maksimum penambahan siklamat pada produk pangan diatur berkisar 250–3,000 mgkg; sehingga dengan adanya metode kuantifikasi ini dapat dimanfaatkan dalam monitoring penggunaan siklamat sesuai standar tersebut. Berdasar perbandingan dengan standar diketahui bahwa tiga kelompok pangan menunjukkan konsentrasi siklamat di atas ambang batas yang diijinkan yaitu komposit minuman coklat 1,601.50 mgkg dibanding standar 500 mgkg, komposit minuman ringan 6,483.17 mgkg dibanding standar 1,000 mgkg, serta komposit minuman santan 8,882.71 mgkg dibanding standar 250 mgkg. Pada proses pengkompositan terdapat satu kelemahan mendasar yaitu adanya dilution efect. Sampel komposit terdiri dari beberapa jenis pangan yang dicampur dengan proporsi tertentu. Pangan dengan konsentrasi siklamat tinggi tetapi proporsinya kecil, ketika dicampur dengan pangan yang mengandung siklamat rendah tetapi proporsinya tinggi maka konsentrasinya menjadi lebih kecil. Hal ini mengakibatkan jika diukur tidak terdeteksi dibawah LOD karena terdapat faktor pengenceran WHO, 1985. Kendala lain dari proses pengkompositan adalah ketidakmampuan suatu set sampel komposit untuk merepresentasikan variasi diet dari segmen yang berbeda pada suatu populasi, misalnya perbedaan kelompok umur, etnik, dan lain-lain WHO, 1985. Data yang diperoleh dari suatu set sampel komposit dibatasi hanya untuk memperhitungkan asupan dari segmen populasi yang diwakili oleh sampel diet tersebut. Jadi dalam kasus kajian paparan ini, model pengkompositan pangan anak sekolah dasar di Surabaya hanya dapat digunakan untuk memperkirakan paparan pada populasi tersebut yaitu kelompok anak-anak usia 6–12 tahun. Adapun jika diperlukan untuk program TDS Nasional, harus disusun skemarancangan sampel komposit yang berbeda-beda sesuai target populasi.

3. Perkiraan Paparan Siklamat berdasar Kelompok Pangan