80
Gambar  25    SDS  PAGE  antigen  yang  diekstraksi glycine.  1  adalah  standar
protein,  2  antigen whole  cell  ATCC  Campylobacter  jejuni,  3
antigen flagella  C.  jejuni  isolat  C1  asal  Sukabumi,  4  Antigen
flagella Campylobacter jejuni ATCC
Antigen  lain  yang  diperoleh  baik  pada  isolat  C1  maupun  standar  ATCC  C. jejuni  adalah  protein  yang  memiliki  besar  molekul  40  kDa  dan  60  kDa.  Namun
demikian  terdapat  beberapa  perbedaan  protein  yang  dihasilkan  menggunakan ekstraksi glycine pada isolat C1 dan standar. Isolat C1 memiliki protein yang besar
molekulnya 41 kDa yang tidak muncul pada isolat standar, sedangkan isolat standar memiliki protein dengan berat molekul 58 kDa yang tidak muncul pada isolat C1.
Antigen  outer  membrane  protein  OMP  dapat  diperoleh  menggunakan ekstraksi sarcosinate Blaser et al. 1984, besaran protein yang diperoleh adalah 92.5
kDa,  flagellin  57-63  kDa,  porin  protein  43-45  kDa  yang  imunogeniknya  rendah, serta  beberapa  protein  minor  29-31  kDa  yang  bersifat  imunogenik  Logan  Trust
1982;    Rautelin    Kosonen  1983.  Protein  OMP  yang  memiliki  berat  molekul  41 kDa dan 45 kDa merupakan mayor protein  50 pada permukaan  Campylobacter
jejuni  Blaser  et  al.  1984.  Hasil  penelitian  ekstraksi  sarcosinate  dapat  dilihat  pada Gambar 26, bahwa protein  antigen  yang diperoleh dari isolat  C. jejuni lapang C1
memiliki  besar  molekul  41  kDa  dan  60  kDa,  sedangkan  isolat  standar  C.  jejuni ATCC memiliki besar molekul 37 kDa dan 60 kDa. Kedua isolat  tersebut  yaitu  C.
jejuni  standart  dan  lapang  tidak  terdapat  protein  besar  molekul  30  kDa  yang merupakan protein imunogenik Blaser et al. 1984.
1           2           3           4 kDa
60 40
30
81
Gambar  26  Antigen  flagella  yang  diekstraksi  sarcosinate.  1  standar  protein  2 antigen C. jejuni isolat C1 asal Sukabumi 3 antigen C. jejuni ATCC
Antibodi
Hasil uji ELISA antibodi dari serum kelinci yang diimunisasi menggunakan antigen  C.  jejuni  whole  cell  dan  flagella  dapat  dilihat  pada  Gambar  27,  sedangkan
dari  serum  domba  dan  ayam  disajikan  pada  Gambar  28  dan  Gambar  29.  Nilai  OD dari  serum  kelinci,  domba,  dan  ayam  yang  diimunisasi  antigen  C.  jejuni  flagella
lebih tinggi daripada yang diimunisasi antigen whole cell.
Gambar  27  Hasil  uji  ELISA  antibodi  kelinci  yang  diimunisasi  antigen  C.  jejuni whole cell dan flagella
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9
1 2
3 4
5 6
7 flagela
whole cell
30 60
40
1         2          3
0          14          28        42           52        59         62
Hari ke Hari ke
OD
kDa
82
Gambar  28  Hasil  uji  ELISA  antibodi  domba  yang  diimunisasi  antigen  C.  jejuni whole cell dan flagella
Gambar 29 Hasil uji ELISA antibodi ayam yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell dan flagella
Respon antibodi kelinci, domba, dan ayam setelah diinfeksi antigen C. jejuni flagella  Gambar  30  dan  whole  cell  Gambar  31,  memperlihatkan  antibodi  dari
serum  ayam  memberikan  respon  antibodi  yang  lebih  baik  dibandingkan  serum kelinci dan domba.
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7
1 2
3 4
5 6
7 flagela
whole cell
0.5 1
1.5 2
2.5
1 2
3 4
5 6
7 flagela
whole cell
0        14          28        42        52        59       62
Hari ke
0        14           28         42          52         59         62
Hari ke OD
OD
83
Gambar 30    Hasil uji ELISA antibodi kelinci, domba, dan ayam yang diimunisasi antigen flagella C. jejuni isolat C1 asal Sukabumi
Gambar 31  Hasil uji ELISA antibodi kelinci, domba, dan ayam yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell
0.5 1
1.5 2
2.5
1 2
3 4
5 6
7 ayam
kelinci domba
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8 2
1 2
3 4
5 6
7 ayam
kelinci domba
0         14        28          42        52        59       62
Hari ke
0             14            28          42            52        59        62
Hari ke OD
84
SIMPULAN
Kesimpulan penelitian adalah antigen Campylobacter jejuni asal isolat lokal C1  dan  standar  ATCC  yang  diekstraksi  glycine  memiliki  protein  31  kDa  yang
merupakan  protein  flagella  dan  bersifat  imunogenik.  Protein  tersebut  tidak  dapat ditemukan bila diekstraksi menggunakan sarcosinate.
Antibodi  yang  dihasilkan  dari  serum  ayam  memberikan  respon  yang  lebih baik  jika  dibandingkan  kelinci  dan  domba  terhadap  imunisasi  antigen  C.  jejuni
whole cell maupun flagella.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey  JS,  Fedorka-Cray  P,  Richardson  LJ,  Cox  NA,  Cox  JM.  2008.  Detection  of Campylobacter  from  broiler  carcass  rinse  samples  utilizing  the  TECRA
visual immunoassay VIA. J Rapid Automation Microbiol 16: 374-380. Blaser  MJ,  Duncan  DJ.  1984.  Human  serum  antibody  response  to  Campylobacter
jejuni  infection  as  measured  in  an  Enzyme-Linked  Immunosorbent  Assay. Infect and Immun 5: 292-298.
Bolton  FJ,  Hutchinson  DN,  Coates  D.  1984.  Blood-free  selective  medium  for isolation of Campylobacter jejuni from feces. J Clin Microbiol 19: 169-171.
Burgess  GW.  1995.  Prinsip  dasar  ELISA  dan  variasi  konfigurasinya.  Di  dalam: Teknologi  ELISA  dalam  Diagnosis  dan  Penelitian.  Artama  WT,  Moeljono
MPE, editor. Yogyakarta: Gajdah Mada University Press. hlm 50-69. De  Melo  M,  Pecheree  JC.  1990.  Identification  of  Campylobacter  jejuni  surface
proteins that bind to eucaryotic cells in vitro. Infect Immun 586: 1749-1756. Fermer C, Engvall EO. 1999. Specific PCR Identification and differentiation of the
thermophilic Campylobacters, Campylobacter jejuni, C. coli, C. lari, and C. upsaliensis. J Clin Microbiol 10: 3370-3373.
Gabriela  B, Malin  B. 2002.  Technological  Trends and  Needs in  Food Diagnostics. Technology Review 1322002. Helsinki: National Technology Agency.
Harlow  E,  Lane  DP.  1988.  Antibodies:  A  laboratory  manual.  New  York:  Cold Spring Harbor Laboratory, Cold Spring Harbor.
Harris  LA,  Logan  SM,  Guerry  P,  Trust  TJ.  1987.  Antigenic  variation  of Campylobacter flagella. J Bacteriol 16911: 5066-5071.
Inglis  GD,  Lisa  DK.  2003.  Use  of  PCR  for  Direct  Dtection  of  Campylobacter species in bovine feces. Appl Environ Microbiol 696: 3435-3447.
85 Kapperud  G,  Skjerve  E,  Bean  NH,  Ostroff  SM,  lassenJ.  1992.  Risk  factor  for
sporadic  Campylobacter    infection:  Results  of  a  case-control  study  in southeastern Norway. J Clin Microbiol 3012: 3117.
Karmali  MA,  Simor  AE,  Roscoe  M,  Fleming  PC,  Smith  SS,  Lane  J.  1986. Evaluation  of  a  blood  free,  charcoal-based,  selective  medium  for  the
isolation  of  Campylobacter  organism  from  feces.  J  Clin  Microbiol  23:456- 459.
Logan  SM,  Trust  TJ.  1982.  Outer  membrane  characteristics  of  Campylobacter jejuni. Infect Immunol 383: 898-906.
Nachamkin  I.  1999.  Campylobacter  and  Arcobacter.  Di  dalam:  Murray  PR,  Baron EJ,  Pfaller  MA,  Tenover  FC,    Yolken  RH,  editor.    Manual  of  Clinical
Microbiology, 7
th
Ed. Washington: American Society for Microbiology. hlm 716-725.
Newell  DG,    McBride  H,  Pearson  AD.  1984.  The  identification  of  outer  membran proteins  and  flagella  of  Campylobacter  jejuni.  J  Gen  Microbiol  130:1201-
1208. Penner  JL,  Hennessy  JN.  1980.  Passive  heaglutination  technique  for  serotyping
Campylobacter fetus subs. jejuni on the basis of soluble heat-stable antigens. J Clin Microbiol 12:732-737.
Penner JL, Hennessy JN, Congi RV. 1983. Serotyping of Campylobacter jejuni and Campylobacter  coli  on  the  basis  of  thermostable  antigen.  Eur  J  Clin
Microbiol 2: 378-383. Rashid  ST, Dakuna  I,  Louie H, Ng D, Vandamme P, Johnson W, Chan  VL. 2000.
Identification  of  Campylobacter  jejuni,  C.  coli,  C.  lari,  C.  upsaliensis, Arcobacter  butzleri,  dan  A.  butzleri-like  species  based  on  the  glyA  gene.  J
Clin Microbiol 4: 1488-1494.
Rautelin  A,  Kosonen  TV.  1983.  An  acid  extract  as  a  common  antigen  in Campylobacter  coli  and  Campylobacter  jejuni  strain.  J.  Clin  Microbiol  17:
700-701. Rautellin  H,  Jusufovic  J,  Hanninen  ML.  1999.  Idenification  of  hippurate-negative
thermophilic Campylobacter sp. Diag Microbiol Infect Dis 35:9-12. Ritter G, Sheila RF, Leonard C, Yuji N, Edward MB, Elisabeth S, Lloyd JO. 1996.
Induction  of  antibodies  reactive  with  GM2  ganglioside  after  immunization with  lipopolysaccharides from  Campylobacter jejuni. Int J Cancer  66:  184-
190.
Skirrow MB. 1977. Campylobacter enteritis: a”new” disease. Br Med J 2: 9-11.
Strid  MA,  Engberg  J,  Larsen  LB,  Begtrup  K,  Molbak  K,  Krogfelt  KA.  2001. Antibody  response  to  Campylobacter  infection  Determined  by  an  Enzyme-
Linked  Immunosorbent  Assay:  2-year follow-up study of 210 patients.  Clin and Diag Lab Immunol 3: 314-319.
86 Tomas J,  Zdenka S, Katerina D, Jarmila P. 2005. Two rapid  diagnostic procedures
for the identification of Campylobacter jejunicoli in food matrix. J Food Sci 23: 121-125.
Wenman  WM,    Chai  J,  Louie  TJ,  Goudreau  C,  Lior  H,  Newel  DG,  Pearson  AD, Taylor DE. 1985. Antigenic analysis of Campylobacter flagellar protein and
other proteins. J Clin Microbiol 211: 108-112. Wicker  C,  Giordano  M,  Rougier  S,  Sorin  ML,  Arbault  P.  2001.  Campylobacter
detection  in  food  using  an  ELISA-based  methods.  Int  J  Med  Microbiol 29131: 1-12.
87
7. KAJIAN RISIKO CAMPYLOBACTER SP. PADA
AYAM PANGGANG
ABSTRAK
Campylobacter  sp.  adalah  mikroorganisme  penyebab  campylobacteriosis pada manusia. Penanganan yang kurang baik pada karkas ayam dan mengkonsumsi
daging  ayam  yang  terkontaminasi  dapat  meningkatkan  faktor  risiko.  Tujuan  dari penelitian  ini  adalah  melakukan  analisa  kuantitaf  dari  risiko  mengkonsumsi  ayam
panggang  apabila  terjadi  salah  penanganan.  Biasanya  manusia  yang  terinfeksi  oleh Campylobacter sp. tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas. Adanya kontaminasi
C. jejuni dan C. coli  pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di beberapa daerah di Indonesia telah dilaporkan. FDA juga melaporkan bahwa 20-
100 daging ayam yang dijual di pasar telah terkontaminasi Campylobacter sp. dan hanya  sekitar  500  sel  bakteri  sudah  dapat  menyebabkan  infeksi  pada  manusia.
Meskipun  kasus  kejadian  infeksi  jarang  terjadi  berkisar  antara  15  dari  100  000 orang  terinfeksi  setiap  tahunnya  namun  infeksi  Camoylobacter  sp.  merupakan
bahaya atau “hazard” dalam kehidupan manusia, karena diperkirakan menyebabkan kematian 100 orang setiap tahun akibat campylobacteriosis. Konsumsi daging ayam
yang  terkontaminasi  dengan  proses  pemasangan  yang  tidak  sempurna  merupakan sumber  infeksi  yang  utama.  Proses  pemanggangan  yang  digunakan  pada  penelitian
ini menggunakan suhu dan waktu komersial yaitu 150
o
C selama 30 menit. Simulasi penambahan kultur Campylobacter sp. 10
6
cfuml sebelum dilakukan pemanggangan dilakukan  untuk  mengetahui  angka  reduksi  Campylobacter  sp.    Model  probabilitas
digunakan  untuk  memperkirakan  variabilitas  data  yang  digunakan  pada  penelitian ini  adalah  Model  beta  poisson.  Hasil  yang  diperoleh  adalah  terjadi  penurunan
jumlah  mikroorganisme  sebanyak  2  log  cfugram  dan  peluang  sakit  bagi  manusia yang  mengkonsumsi  daging  ayam  yang  dipanggang  seperti  pada  simulasi  yang
dilakukan berkisar antara 4 dari 1 000 manusia. Kata kunci : Campylobacter sp. kontaminasi, ayam panggang
ABSTRACT
Campylobacter  sp.  is  an  organism  that  cause  an  infectious  disease  called Campylobacteriosis.  Handling  and  consumption  of  chicken  has  been  identified  as
important  risk  factor.  The  purpose  of  this  research  was  to  quantitative  analyse  of the  risk  of  thermophilic  Campylobacter  sp.  in  roasted  chicken  when  mishandling
cunsume.  However  some  people  may  not  experience  any  symptoms  at  all. Contamination  Campylobacter  jejuni  and  Campylobacter  coli  in  poultry  carcasses
that sold in  retail and swalayan has been reported. According to the FDA, 20-100 of  retail  chickens  are  contaminated  with  Campylobacter  sp.,  and  as  little  as  500
bacteria can cause infection. While cases are rare approximately 15 out of 100.000 people become infected each year, it can be life threatening. It is estimated that 100
people  may  die  every  year  from  Campylobacter.  Roasting    process  which  used commercial setting of time and temperature are 30 minutes and 150
o
C. Simulation by adding  of 10
6
cfuml Campylobacter sp. prior to roasting conducted to determine
88 the  rate  of  reduction  of  Campylobacter  sp.  A  probability  model  describing
variability but  not  uncertainty was developed in  beta-poisson model.   The result is microorganism  reduction  2  log  cfugram  and  the  output  of  the  model  was  the
probability of illness per handling if the roasted chicken mishandled is  4 for 1 000 humans.
Key words: Campylobacter sp., contamination, roasted chicken
PENDAHULUAN
Bahan pangan asal ternak susu, daging, dan telur merupakan sumber protein dan  setiap  tahun  kebutuhannya  semakin  meningkat.    Saat  ini  tuntutan  masyarakat
akan kualitas bahan pangan yang akan dikonsumsi juga semakin meningkat. Bahan pangan  asal  ternak  yang  kaya  protein  merupakan  bahan  yang  mudah  rusak    dan
mudah  terkontaminasi  oleh  cemaran  mikroba  baik  yang  bersifat  patogen  maupun nonpatogen. Kontaminasi oleh mikroba pada bahan pangan menyebabkan penurunan
kualitas  bahan  pangan.  Untuk  melindungi  konsumen  di  Indonesia  terhadap  adanya kontaminasi  mikroba  patogen  pada  bahan  pangan  asal  ternak  telah  dicantumkan
dalam SNI No. 01-6366-2000 mengenai batas maksimum cemaran mikroba patogen yang  direkomendasikan  dapat  diterima  dalam  bahan  makanan  asal  ternak  adalah
negatif.  Usaha  meningkatkan  kualitas  dan  keamanan  pangan  terutama  produk peternakan  seperti  susu,  daging,  dan  telur  perlu  dilakukan  untuk  mengurangi
kejadian foodborne disease. Salah satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan  adalah  dengan  melakukan  uji  keberadaan  mikroba  patogen  seperti
Campylobacter  jejuni  pada  bahan  pangan  asal  ternak.    Dengan  demikian  bahan pangan  asal  ternak  yang  terkontaminasi  oleh  C.  jejuni  dapat  segera  dideteksi  dan
kontaminasi  C.  jejuni  pada  produk  yang  tidak  terkontaminasi  dan    kejadian kontaminasi silang dapat dihindari.
Bakteri  Campylobacter  sp.  adalah  agen  foodborne  disease  penyebab  utama gastroenteritis akut pada manusia di seluruh dunia.  Infeksi Campylobacter sp. juga
dapat menyebabkan enteritis dan keguguran pada sapi.  C. jejuni dan C. coli adalah bakteri enterik  yang patogen pada manusia dan hewan. Saat ini  campylobacteriosis
merupakan  agen  zoonosis  yang  cukup  penting  bagi  negara-negara  industri  dan berkembang. Campylobacter jejuni umumnya ditemukan pada feses sapi perah, sapi
potong, kambing, domba, bebek, karkas ayam, daging kambing serta air Nielsen et al. 1997.
89 Kejadian infeksi Campylobacter sp. pada hewan sangat bervariasi, meskipun
infeksi  yang  terjadi  pada  peternakan  ayam  memegang  peranan  penting  dalam penyebaran atau kontaminasi C. jejuni. Sehingga usaha mengurangi kejadian infeksi
pada ayam merupakan usaha yang penting dalam memperbaiki sistem produksi dan usaha  mengeliminasi  atau  mengurangi  kejadian  kontaminasi  agen  infeksi  C.  jejuni
sangat  berperan  pada  kesehatan  masyarakat.  Hasil  studi  case  control  menyatakan bahwa  sumber  utama  infeksi  disebabkan  karena  mengkonsumsi  daging  ayam,
daging sapi, dan susu yang terkontaminasi. Kejadian  infeksi  Campylobacter  sp.  pada  manusia  biasanya  disebabkan
karena  ingesti  makanan  yang  terkontaminasi  Kusumaningrum  2003.  Penularan infeksi  secara  person  to  person  dapat  terjadi  karena  penderita  campylobacteriosis
menyiapkan  makanan  sehingga  menyebabkan  kontaminasi  pada  makanan.  Sumber kontaminasi  yang  utama  adalah  karena  mengkonsumsi  daging  ayam,  susu,  dan
kontak dengan hewan peliharaan. Mengkonsumsi daging  ayam  yang tidak dimasak sempurna merupakan penyebab utama kejadian campylobacteriosis Kapperud et al.
1992; Gregory et al. 1997; Anonim 2007. Masyarakat di Indonesia banyak memilih mengkonsumsi  daging  ayam  karena  selain  mengandung  protein  yang  cukup  tinggi
dan  harganya  lebih  terjangkau,  daging  ayam  memiliki  rasa  yang  lezat.  Sehingga perlu  dilakukan  identifikasi  faktor  resiko  menderita  campylobacteriosis  apabila
mengkonsumsi  daging  ayam.  Berdasar  uraian  pada  latar  belakang  tersebut  maka perlu dilakukan kajian risiko  menderita campylobacteriosis apabila mengkonsumsi
daging  ayam.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengkaji  risiko  terjangkit Campylobacter sp. melalui konsumsi daging ayam panggang.
BAHAN DAN METODE
Secara  keseluruhan  garis  besar  penelitian  ini  meliputi  penentuan  prevalensi dan  tingkat  cemaran  Campylobacter  sp.  pada  karkas  ayam  serta  penentuan  tingkat
laju  penurunan  cemaran  Campylobacter  sp.  pada  proses  pemanggangan  secara simulasi  untuk  menentukan  risiko  paparan  Campylobacter  sp.  dan  menentukan
peluang infeksi Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi ayam yang dipanggang.
90
Prevalensi dan Tingkat Cemaran Campylobacter sp. pada Karkas Ayam
Data  prevalensi  yang  digunakan  diperoleh  penelusuran  data  prevalensi sekunder  dan  tingkat  cemaran  Campylobacter  sp.  dari  laporan  penelitian
sebelumnya.
Pengaruh Pemanggangan terhadap Reduksi Jumlah Koloni Persiapan kultur
Campylobacter sp.
Kultur  isolat  Campylobacter  sp.  yang  sudah  murni  diambil  1  ose  dan ditumbuhkan pada 10 ml media broth heart infusion BHI dan diinkubasikan pada
suhu 42
o
C dengan   kondisi  mikroaerofilik  5 O
2
, 10 CO
2
, 85 N
2
selama 48 jam. Kemudian dilakukan inokulasi kultur pada media agar selectiveCampylobacter
Blood  Free  Selective  Agar  Base  modified  CCDA-Preston  untuk  mengetahui kuantitas  cfuml  dan  diinkubasikan  pada  suhu  dan  waktu  seperti  diatas,  sebelum
diinokulasikan pada sampel karkas ayam.
Persiapan pemanggangan
Karkas ayam dicuci dengan aquadestdan dilakukan pasteurisasi pada suhu 80
o
C selama 15 menit dengan cara steam. Kultur Campylobacter yang telah diketahui kuantitasnya  diinokulasikan  pada  sampel  yang  telah  didingankan  hingga  mencapai
suhu  ruang.  Suhu  dan  waktu  pemanggangan  yang  digunakan  pada  penelitian  ini adalah  hasil  survei  beberapa    pedagang  ayam  panggang  oven  komersial,  yaitu  150
o
C selama 70 menit.
Penentuan faktor reduksi jumlah koloni
Penentuan  reduksi  Campylobacter  sp.  dilakukan  dengan  membandingkan jumlah  koloni  awal  yang  diinokulasikan  pada  sampel  ayam  yang  sudah
dipasteurisasi  dengan  setelah  dilakukan  pemanggangan.  Kultur  Campylobacter  sp. sebanyak  250  ml  konsentrasi  10
6
cfuml  diinokulasikan  pada  karkas  ayam  dan didiamkan  selama  15  menit.  Cara  menghitung  jumlah  koloni  sebelum  dan  sesudah
pemanggangan adalah Sampel sebanyak 25 gram karkas ayam dimasukkan ke dalam kantong  steril  yang  berisi  media  Nut  Broth  No  2  yang  telah  ditambah  growth
suplement OXOID SR 232E,  kemudian sebanyal 1 ml kultur  diinokulasikan pada
91 media  Campylobacter  Blood  Free  Selective  Agar  Base  modified  CCDA-Preston
yang  mengandung  CCDA  selective  suplement  OXOID  SR  155E,  kemudian diinkubasikan  kembali  pada  kondisi  mikroerofilik  5  O
2
,  10,  CO
2
,  85  N
2
selama 24-48 jam dan dilakukan penghitungan jumlah koloni.
Risiko Paparan Campylobacter sp.
Analisa  yang  digunakan  untuk  mengetahui  adanya  keterpaparan  patogen pada rantai makanan dimulai dari karkas ayam setelah keluar dari rumah potong dan
berakhir di dapur sehingga daging ayam sudah siap dikonsumsi. Pada kajian paparan dilakukan  evaluasi  terhadap  bahaya  akibat  kontaminasi  Campylobacter  sp.  yang
terdapat  pada  bahan  pangan  pada  saat  dikonsumsi.  Proses  ini  menggabungkan informasi keberadaan dan konsentrasi  Campylobacter sp. dalam bahan panganyang
dikonsumsi dan kemungkinan jumlahnya yang bervariasi. Informasi keberadaan dan konsentrasi  mikroorganisme  meliputi  jumlah  Campylobacter  sp.  pada  per  porsi
penyajian. Data pendukung untuk mengetahui risiko paparan Campylobacter sp. akibat
mengkonsumsi  daging  ayam  diperoleh  dari  penelitian  dan  survei  yang  sudah dilakukan  sebelumnya  sehingga  diperoleh  jumlah  kontaminasi  Campylobacter  sp.
yang  terdapat  dalam  satu  porsi  daging  ayam  yang  berpotensi  dan  terpapar  ketika dikonsumsi.
Peluang Infeksi
Hubungan antara termakannya sejumlah tertentu  mikroba dan kemungkinan terjadi akibatnya dapat dideskripsikan dengan Model dosis-response. Pada penelitian
ini  digunakan  Model  beta-poisson.  Peluang  terjadinya  infeksi  per  porsi  penyajian dapat dihitung secara :
Pi = [1- 1+Ceβ]
- α
Dimana Pi = peluang infeksi
Ce = jumlah mikroba yang tertelan α  dan  β  =    0.21  dan  59.95  adalah  parameter  spesifik  untuk
Campylobacter sp. WHO 2001
92
HASIL DAN PEMBAHASAN
Campylobacter  jejuni  dan  Campylobacter  coli  berperan  penting  sebagai bakteri gastrointestinal  yang patogen karena menyebabkan diare akut pada manusia
Blasser    Reller  1981.  Campylobacter  enteritis  merupakan  penyebab  utama terjadinya enteritis di banyak negara berkembang dan menyebabkan angka kematian
yang  tinggi pada anak-anak di negara yang sedang berkembang Allos 2001.
Identifikasi Bahaya
Bakteri patogen Campylobacter jejuni sebagai agen foodborne zoonosis secara umum  dapat  menyebabkan  gejala  gastroenteritis  pada  manusia.  Infeksi
Campylobacter  sp.  pada  ayam  menyebabkan  diare  Pisestyani  2010.  Diare  yang terjadi merupakan akibat kemampuan  C. jejuni  yang telah masuk ke dalam  saluran
pencernaan  melakukan  multiplikasi  dan  kolonisasi  pada  saluran  pencernaan  serta terjadinya invasi bakteri Sahin et al. 2003a; Sanyal et al. 2003.
Gambar  32  Hemoragi  pada  usus  ayam  kelompok  perlakuan  yang      diinfeksi  isolat lokal C. jejuni  Pisestyani  2010
Ayam  yang  semasa  hidup  di  peternakan  yang  terinfeksi  dapat  menyebabkan kontaminasi  pada  daging  yang  dihasilkan.  Hanninen  et  al.  2000  dan  Jacobs-
Reitsma 2000 melaporkan bahwa peternakan ayam yang terinfeksi Campylobacter sp.  akan  membawa  mikroorganisme  sampai  ayam  tersebut  dipotong,  sehingga
daging  ayam  merupakan  sumber  kontaminasi  Campylobacter  yang  utama.  Secara mikroskopis  infeksi  C.  jejuni  pada  usus  menimbulkan  perubahan  mikroskopik
93 berupa  edema,  pendarahan  dan  infiltrasi  sel  radang.  Hasil  penelitian  sebelumnya
melaporkan  terdapat  perubahan  makroskopis  usus    mengalami  hemoragi  pasca infeksi C. jejuni Gambar 32. Infeksi C. jejuni dapat menyebabkan pembengkakan
dan  nekrotik  hati  Dhillon  2006.  Campylobacter  spp.  yang  pada  awalnya menginfeksi usus sehingga akhirnya bakteri tersebut sampai ke organ hati dan limpa
serta organ interna lainnya melalui aliran darah. Infeksi  C. jejuni setelah kolonisasi di  usus  selanjutnya  secara  aktif    menginvasi  sel  intestinal  dan  bakteri  melakukan
ekstra  translokasi  sehingga  menembus  sel  epitel  dan  migrasi  ke  sistem  limpatik Sahin  2003. Pada penelitian sebelumnya hati kelompok ayam yang diinfeksi isolat
lokal  C1  C.  jejuni    terlihat  bengkak  dengan  perubahan  warna  pucat  dan  belang disertai adanya fokal nekrosis Gambar 33.
Gambar  33  Hati  pada  kelompok  ayam  perlakuan  diinfeksi  isolat  lokal  terlihat membengkak  disertai  adanya  perubahan  warna  pucat  dan  belang
disertai fokal nekrosis Pisestyani 2010 Proses  penyiapan  daging  ayam  yang  meliputi  proses  penyembelihan,
pendinginan,  proses  penyimpanan  sebelum  sampai  konsumen,  dan  proses pemasakan  sangat  mempengaruhi  jumlah  kontaminan  dan  kualitas  daging  ayam
yang  dihasilkan.    Daging  ayam  merupakan  sumber  kontaminasi  yang  terbanyak dapat  menularkan  Campylobacter  sp.  pada  manusia  Studahl    Andersson  2000.
Menurut  Pearson  dan  Healing  1992  mendeteksi  adanya  kontaminasi Campylobacter  pada  karkas  ayam    mempunyai  peran  penting  untuk  menentukan
sumber  kontaminasi  yang  berhubungan  dengan  konsumsi  daging  ayam  yang dimasak  kurang  sempurna.  Pada  Tabel  8  dapat  dilihat  prevalensi  kontaminasi
94 Campylobacter  sp.  pada  karkas  ayam  yang  merupakan  hasil  penelitian  beberapa
penelitian  sebelumnya.  Dari  data  sekunder  hasil  penelitian  sebelumnya,  prevalensi kontaminasi  Campylobacter  sp.  bervariasi  antara  16  sampai  88  dengan  rataan
49.4.  Apabila  digunakan  data  sekunder  hasil  penelitian  di  Indonesia  maka  rataan prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. yang diisolasi secra konvensional adalah
23.7 . Sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Blackburn dan Clure 2003 yang menyatakan  hasil  survei  tentang  produk  unggas  yang  dijual  di  pasar  di  beberapa
negara  telah  dilaporkan  terkontaminasi  Campylobacter  dengan  tingkat  kontaminasi antara 3.7 sampai 93.6.
Tabel 8 Data prevalensi kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam
Jumlah Sampel
Positif Campylobacter sp.
Prevalensi Metode
Referensi 298
298 100
84 398
70 4200
115 59
124 76
30 350
11 3108
26 19.8
41.6 76
36 88
16 74
23
Konvensional PCR
Konvensional Konvensional
TECRA Konvensional
Campy-Cefex Konvensional
Andriani et al. 2012a Andriani et al. 2012c
Jamshidi et al. 2008 Nanang  2008
Bailey et al. 2003 Abdi 2007
Stern  Pretanik 2006 Poeloengan  Noor 2003
Karakterisasi Bahaya  dan Kajian Paparan
Hasil  survey  yang  telah  dilakukan  terhadap  kesukaan  responden mengkonsumsi  ayam  panggang  100  gram  setiap  porsi  sekali  makan  adalah  1.5
dari 400 responden menyukai ayam panggang dengan frekuensi mengkonsumsi yang terbanyak 2-3 kali dalam seminggu.
Data konsentrasi jumlah cemaran Campylobacter sp. yang digunakan dalam perhitungan  diperoleh  dari  beberapa  sumber  hasil  penelitian  sebelumnya.  Metode
yang  sama  juga  dilakukan  oleh  Rosenquist  et  al.  2003  dimana  apabila  data  tidak diperoleh dari hasil penelitian di dalam negeri maka dapat digunakan data dari hasil
penelitian  negara  lain.    Konsentrasi  bakteri  Campylobacter  sp.  pada  daging  ayam adalah lebih dari 10
5
cfu per karkas  Jorgensen et al. 2002; Stern  Pretanik 2006.