PRODUKSI ANTIBODI UNTUK PENGEMBANGAN METODE ELISA DETEKSI ANTIGEN

80 Gambar 25 SDS PAGE antigen yang diekstraksi glycine. 1 adalah standar protein, 2 antigen whole cell ATCC Campylobacter jejuni, 3 antigen flagella C. jejuni isolat C1 asal Sukabumi, 4 Antigen flagella Campylobacter jejuni ATCC Antigen lain yang diperoleh baik pada isolat C1 maupun standar ATCC C. jejuni adalah protein yang memiliki besar molekul 40 kDa dan 60 kDa. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan protein yang dihasilkan menggunakan ekstraksi glycine pada isolat C1 dan standar. Isolat C1 memiliki protein yang besar molekulnya 41 kDa yang tidak muncul pada isolat standar, sedangkan isolat standar memiliki protein dengan berat molekul 58 kDa yang tidak muncul pada isolat C1. Antigen outer membrane protein OMP dapat diperoleh menggunakan ekstraksi sarcosinate Blaser et al. 1984, besaran protein yang diperoleh adalah 92.5 kDa, flagellin 57-63 kDa, porin protein 43-45 kDa yang imunogeniknya rendah, serta beberapa protein minor 29-31 kDa yang bersifat imunogenik Logan Trust 1982; Rautelin Kosonen 1983. Protein OMP yang memiliki berat molekul 41 kDa dan 45 kDa merupakan mayor protein 50 pada permukaan Campylobacter jejuni Blaser et al. 1984. Hasil penelitian ekstraksi sarcosinate dapat dilihat pada Gambar 26, bahwa protein antigen yang diperoleh dari isolat C. jejuni lapang C1 memiliki besar molekul 41 kDa dan 60 kDa, sedangkan isolat standar C. jejuni ATCC memiliki besar molekul 37 kDa dan 60 kDa. Kedua isolat tersebut yaitu C. jejuni standart dan lapang tidak terdapat protein besar molekul 30 kDa yang merupakan protein imunogenik Blaser et al. 1984. 1 2 3 4 kDa 60 40 30 81 Gambar 26 Antigen flagella yang diekstraksi sarcosinate. 1 standar protein 2 antigen C. jejuni isolat C1 asal Sukabumi 3 antigen C. jejuni ATCC Antibodi Hasil uji ELISA antibodi dari serum kelinci yang diimunisasi menggunakan antigen C. jejuni whole cell dan flagella dapat dilihat pada Gambar 27, sedangkan dari serum domba dan ayam disajikan pada Gambar 28 dan Gambar 29. Nilai OD dari serum kelinci, domba, dan ayam yang diimunisasi antigen C. jejuni flagella lebih tinggi daripada yang diimunisasi antigen whole cell. Gambar 27 Hasil uji ELISA antibodi kelinci yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell dan flagella 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 2 3 4 5 6 7 flagela whole cell 30 60 40 1 2 3 0 14 28 42 52 59 62 Hari ke Hari ke OD kDa 82 Gambar 28 Hasil uji ELISA antibodi domba yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell dan flagella Gambar 29 Hasil uji ELISA antibodi ayam yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell dan flagella Respon antibodi kelinci, domba, dan ayam setelah diinfeksi antigen C. jejuni flagella Gambar 30 dan whole cell Gambar 31, memperlihatkan antibodi dari serum ayam memberikan respon antibodi yang lebih baik dibandingkan serum kelinci dan domba. 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 1 2 3 4 5 6 7 flagela whole cell 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 4 5 6 7 flagela whole cell 0 14 28 42 52 59 62 Hari ke 0 14 28 42 52 59 62 Hari ke OD OD 83 Gambar 30 Hasil uji ELISA antibodi kelinci, domba, dan ayam yang diimunisasi antigen flagella C. jejuni isolat C1 asal Sukabumi Gambar 31 Hasil uji ELISA antibodi kelinci, domba, dan ayam yang diimunisasi antigen C. jejuni whole cell 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 4 5 6 7 ayam kelinci domba 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 1 2 3 4 5 6 7 ayam kelinci domba 0 14 28 42 52 59 62 Hari ke 0 14 28 42 52 59 62 Hari ke OD 84 SIMPULAN Kesimpulan penelitian adalah antigen Campylobacter jejuni asal isolat lokal C1 dan standar ATCC yang diekstraksi glycine memiliki protein 31 kDa yang merupakan protein flagella dan bersifat imunogenik. Protein tersebut tidak dapat ditemukan bila diekstraksi menggunakan sarcosinate. Antibodi yang dihasilkan dari serum ayam memberikan respon yang lebih baik jika dibandingkan kelinci dan domba terhadap imunisasi antigen C. jejuni whole cell maupun flagella. DAFTAR PUSTAKA Bailey JS, Fedorka-Cray P, Richardson LJ, Cox NA, Cox JM. 2008. Detection of Campylobacter from broiler carcass rinse samples utilizing the TECRA visual immunoassay VIA. J Rapid Automation Microbiol 16: 374-380. Blaser MJ, Duncan DJ. 1984. Human serum antibody response to Campylobacter jejuni infection as measured in an Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Infect and Immun 5: 292-298. Bolton FJ, Hutchinson DN, Coates D. 1984. Blood-free selective medium for isolation of Campylobacter jejuni from feces. J Clin Microbiol 19: 169-171. Burgess GW. 1995. Prinsip dasar ELISA dan variasi konfigurasinya. Di dalam: Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Artama WT, Moeljono MPE, editor. Yogyakarta: Gajdah Mada University Press. hlm 50-69. De Melo M, Pecheree JC. 1990. Identification of Campylobacter jejuni surface proteins that bind to eucaryotic cells in vitro. Infect Immun 586: 1749-1756. Fermer C, Engvall EO. 1999. Specific PCR Identification and differentiation of the thermophilic Campylobacters, Campylobacter jejuni, C. coli, C. lari, and C. upsaliensis. J Clin Microbiol 10: 3370-3373. Gabriela B, Malin B. 2002. Technological Trends and Needs in Food Diagnostics. Technology Review 1322002. Helsinki: National Technology Agency. Harlow E, Lane DP. 1988. Antibodies: A laboratory manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory, Cold Spring Harbor. Harris LA, Logan SM, Guerry P, Trust TJ. 1987. Antigenic variation of Campylobacter flagella. J Bacteriol 16911: 5066-5071. Inglis GD, Lisa DK. 2003. Use of PCR for Direct Dtection of Campylobacter species in bovine feces. Appl Environ Microbiol 696: 3435-3447. 85 Kapperud G, Skjerve E, Bean NH, Ostroff SM, lassenJ. 1992. Risk factor for sporadic Campylobacter infection: Results of a case-control study in southeastern Norway. J Clin Microbiol 3012: 3117. Karmali MA, Simor AE, Roscoe M, Fleming PC, Smith SS, Lane J. 1986. Evaluation of a blood free, charcoal-based, selective medium for the isolation of Campylobacter organism from feces. J Clin Microbiol 23:456- 459. Logan SM, Trust TJ. 1982. Outer membrane characteristics of Campylobacter jejuni. Infect Immunol 383: 898-906. Nachamkin I. 1999. Campylobacter and Arcobacter. Di dalam: Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH, editor. Manual of Clinical Microbiology, 7 th Ed. Washington: American Society for Microbiology. hlm 716-725. Newell DG, McBride H, Pearson AD. 1984. The identification of outer membran proteins and flagella of Campylobacter jejuni. J Gen Microbiol 130:1201- 1208. Penner JL, Hennessy JN. 1980. Passive heaglutination technique for serotyping Campylobacter fetus subs. jejuni on the basis of soluble heat-stable antigens. J Clin Microbiol 12:732-737. Penner JL, Hennessy JN, Congi RV. 1983. Serotyping of Campylobacter jejuni and Campylobacter coli on the basis of thermostable antigen. Eur J Clin Microbiol 2: 378-383. Rashid ST, Dakuna I, Louie H, Ng D, Vandamme P, Johnson W, Chan VL. 2000. Identification of Campylobacter jejuni, C. coli, C. lari, C. upsaliensis, Arcobacter butzleri, dan A. butzleri-like species based on the glyA gene. J Clin Microbiol 4: 1488-1494. Rautelin A, Kosonen TV. 1983. An acid extract as a common antigen in Campylobacter coli and Campylobacter jejuni strain. J. Clin Microbiol 17: 700-701. Rautellin H, Jusufovic J, Hanninen ML. 1999. Idenification of hippurate-negative thermophilic Campylobacter sp. Diag Microbiol Infect Dis 35:9-12. Ritter G, Sheila RF, Leonard C, Yuji N, Edward MB, Elisabeth S, Lloyd JO. 1996. Induction of antibodies reactive with GM2 ganglioside after immunization with lipopolysaccharides from Campylobacter jejuni. Int J Cancer 66: 184- 190. Skirrow MB. 1977. Campylobacter enteritis: a”new” disease. Br Med J 2: 9-11. Strid MA, Engberg J, Larsen LB, Begtrup K, Molbak K, Krogfelt KA. 2001. Antibody response to Campylobacter infection Determined by an Enzyme- Linked Immunosorbent Assay: 2-year follow-up study of 210 patients. Clin and Diag Lab Immunol 3: 314-319. 86 Tomas J, Zdenka S, Katerina D, Jarmila P. 2005. Two rapid diagnostic procedures for the identification of Campylobacter jejunicoli in food matrix. J Food Sci 23: 121-125. Wenman WM, Chai J, Louie TJ, Goudreau C, Lior H, Newel DG, Pearson AD, Taylor DE. 1985. Antigenic analysis of Campylobacter flagellar protein and other proteins. J Clin Microbiol 211: 108-112. Wicker C, Giordano M, Rougier S, Sorin ML, Arbault P. 2001. Campylobacter detection in food using an ELISA-based methods. Int J Med Microbiol 29131: 1-12. 87

7. KAJIAN RISIKO CAMPYLOBACTER SP. PADA

AYAM PANGGANG ABSTRAK Campylobacter sp. adalah mikroorganisme penyebab campylobacteriosis pada manusia. Penanganan yang kurang baik pada karkas ayam dan mengkonsumsi daging ayam yang terkontaminasi dapat meningkatkan faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisa kuantitaf dari risiko mengkonsumsi ayam panggang apabila terjadi salah penanganan. Biasanya manusia yang terinfeksi oleh Campylobacter sp. tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas. Adanya kontaminasi C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di beberapa daerah di Indonesia telah dilaporkan. FDA juga melaporkan bahwa 20- 100 daging ayam yang dijual di pasar telah terkontaminasi Campylobacter sp. dan hanya sekitar 500 sel bakteri sudah dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Meskipun kasus kejadian infeksi jarang terjadi berkisar antara 15 dari 100 000 orang terinfeksi setiap tahunnya namun infeksi Camoylobacter sp. merupakan bahaya atau “hazard” dalam kehidupan manusia, karena diperkirakan menyebabkan kematian 100 orang setiap tahun akibat campylobacteriosis. Konsumsi daging ayam yang terkontaminasi dengan proses pemasangan yang tidak sempurna merupakan sumber infeksi yang utama. Proses pemanggangan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan suhu dan waktu komersial yaitu 150 o C selama 30 menit. Simulasi penambahan kultur Campylobacter sp. 10 6 cfuml sebelum dilakukan pemanggangan dilakukan untuk mengetahui angka reduksi Campylobacter sp. Model probabilitas digunakan untuk memperkirakan variabilitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah Model beta poisson. Hasil yang diperoleh adalah terjadi penurunan jumlah mikroorganisme sebanyak 2 log cfugram dan peluang sakit bagi manusia yang mengkonsumsi daging ayam yang dipanggang seperti pada simulasi yang dilakukan berkisar antara 4 dari 1 000 manusia. Kata kunci : Campylobacter sp. kontaminasi, ayam panggang ABSTRACT Campylobacter sp. is an organism that cause an infectious disease called Campylobacteriosis. Handling and consumption of chicken has been identified as important risk factor. The purpose of this research was to quantitative analyse of the risk of thermophilic Campylobacter sp. in roasted chicken when mishandling cunsume. However some people may not experience any symptoms at all. Contamination Campylobacter jejuni and Campylobacter coli in poultry carcasses that sold in retail and swalayan has been reported. According to the FDA, 20-100 of retail chickens are contaminated with Campylobacter sp., and as little as 500 bacteria can cause infection. While cases are rare approximately 15 out of 100.000 people become infected each year, it can be life threatening. It is estimated that 100 people may die every year from Campylobacter. Roasting process which used commercial setting of time and temperature are 30 minutes and 150 o C. Simulation by adding of 10 6 cfuml Campylobacter sp. prior to roasting conducted to determine 88 the rate of reduction of Campylobacter sp. A probability model describing variability but not uncertainty was developed in beta-poisson model. The result is microorganism reduction 2 log cfugram and the output of the model was the probability of illness per handling if the roasted chicken mishandled is 4 for 1 000 humans. Key words: Campylobacter sp., contamination, roasted chicken PENDAHULUAN Bahan pangan asal ternak susu, daging, dan telur merupakan sumber protein dan setiap tahun kebutuhannya semakin meningkat. Saat ini tuntutan masyarakat akan kualitas bahan pangan yang akan dikonsumsi juga semakin meningkat. Bahan pangan asal ternak yang kaya protein merupakan bahan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi oleh cemaran mikroba baik yang bersifat patogen maupun nonpatogen. Kontaminasi oleh mikroba pada bahan pangan menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan. Untuk melindungi konsumen di Indonesia terhadap adanya kontaminasi mikroba patogen pada bahan pangan asal ternak telah dicantumkan dalam SNI No. 01-6366-2000 mengenai batas maksimum cemaran mikroba patogen yang direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal ternak adalah negatif. Usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan terutama produk peternakan seperti susu, daging, dan telur perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian foodborne disease. Salah satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan adalah dengan melakukan uji keberadaan mikroba patogen seperti Campylobacter jejuni pada bahan pangan asal ternak. Dengan demikian bahan pangan asal ternak yang terkontaminasi oleh C. jejuni dapat segera dideteksi dan kontaminasi C. jejuni pada produk yang tidak terkontaminasi dan kejadian kontaminasi silang dapat dihindari. Bakteri Campylobacter sp. adalah agen foodborne disease penyebab utama gastroenteritis akut pada manusia di seluruh dunia. Infeksi Campylobacter sp. juga dapat menyebabkan enteritis dan keguguran pada sapi. C. jejuni dan C. coli adalah bakteri enterik yang patogen pada manusia dan hewan. Saat ini campylobacteriosis merupakan agen zoonosis yang cukup penting bagi negara-negara industri dan berkembang. Campylobacter jejuni umumnya ditemukan pada feses sapi perah, sapi potong, kambing, domba, bebek, karkas ayam, daging kambing serta air Nielsen et al. 1997. 89 Kejadian infeksi Campylobacter sp. pada hewan sangat bervariasi, meskipun infeksi yang terjadi pada peternakan ayam memegang peranan penting dalam penyebaran atau kontaminasi C. jejuni. Sehingga usaha mengurangi kejadian infeksi pada ayam merupakan usaha yang penting dalam memperbaiki sistem produksi dan usaha mengeliminasi atau mengurangi kejadian kontaminasi agen infeksi C. jejuni sangat berperan pada kesehatan masyarakat. Hasil studi case control menyatakan bahwa sumber utama infeksi disebabkan karena mengkonsumsi daging ayam, daging sapi, dan susu yang terkontaminasi. Kejadian infeksi Campylobacter sp. pada manusia biasanya disebabkan karena ingesti makanan yang terkontaminasi Kusumaningrum 2003. Penularan infeksi secara person to person dapat terjadi karena penderita campylobacteriosis menyiapkan makanan sehingga menyebabkan kontaminasi pada makanan. Sumber kontaminasi yang utama adalah karena mengkonsumsi daging ayam, susu, dan kontak dengan hewan peliharaan. Mengkonsumsi daging ayam yang tidak dimasak sempurna merupakan penyebab utama kejadian campylobacteriosis Kapperud et al. 1992; Gregory et al. 1997; Anonim 2007. Masyarakat di Indonesia banyak memilih mengkonsumsi daging ayam karena selain mengandung protein yang cukup tinggi dan harganya lebih terjangkau, daging ayam memiliki rasa yang lezat. Sehingga perlu dilakukan identifikasi faktor resiko menderita campylobacteriosis apabila mengkonsumsi daging ayam. Berdasar uraian pada latar belakang tersebut maka perlu dilakukan kajian risiko menderita campylobacteriosis apabila mengkonsumsi daging ayam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji risiko terjangkit Campylobacter sp. melalui konsumsi daging ayam panggang. BAHAN DAN METODE Secara keseluruhan garis besar penelitian ini meliputi penentuan prevalensi dan tingkat cemaran Campylobacter sp. pada karkas ayam serta penentuan tingkat laju penurunan cemaran Campylobacter sp. pada proses pemanggangan secara simulasi untuk menentukan risiko paparan Campylobacter sp. dan menentukan peluang infeksi Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi ayam yang dipanggang. 90 Prevalensi dan Tingkat Cemaran Campylobacter sp. pada Karkas Ayam Data prevalensi yang digunakan diperoleh penelusuran data prevalensi sekunder dan tingkat cemaran Campylobacter sp. dari laporan penelitian sebelumnya. Pengaruh Pemanggangan terhadap Reduksi Jumlah Koloni Persiapan kultur Campylobacter sp. Kultur isolat Campylobacter sp. yang sudah murni diambil 1 ose dan ditumbuhkan pada 10 ml media broth heart infusion BHI dan diinkubasikan pada suhu 42 o C dengan kondisi mikroaerofilik 5 O 2 , 10 CO 2 , 85 N 2 selama 48 jam. Kemudian dilakukan inokulasi kultur pada media agar selectiveCampylobacter Blood Free Selective Agar Base modified CCDA-Preston untuk mengetahui kuantitas cfuml dan diinkubasikan pada suhu dan waktu seperti diatas, sebelum diinokulasikan pada sampel karkas ayam. Persiapan pemanggangan Karkas ayam dicuci dengan aquadestdan dilakukan pasteurisasi pada suhu 80 o C selama 15 menit dengan cara steam. Kultur Campylobacter yang telah diketahui kuantitasnya diinokulasikan pada sampel yang telah didingankan hingga mencapai suhu ruang. Suhu dan waktu pemanggangan yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil survei beberapa pedagang ayam panggang oven komersial, yaitu 150 o C selama 70 menit. Penentuan faktor reduksi jumlah koloni Penentuan reduksi Campylobacter sp. dilakukan dengan membandingkan jumlah koloni awal yang diinokulasikan pada sampel ayam yang sudah dipasteurisasi dengan setelah dilakukan pemanggangan. Kultur Campylobacter sp. sebanyak 250 ml konsentrasi 10 6 cfuml diinokulasikan pada karkas ayam dan didiamkan selama 15 menit. Cara menghitung jumlah koloni sebelum dan sesudah pemanggangan adalah Sampel sebanyak 25 gram karkas ayam dimasukkan ke dalam kantong steril yang berisi media Nut Broth No 2 yang telah ditambah growth suplement OXOID SR 232E, kemudian sebanyal 1 ml kultur diinokulasikan pada 91 media Campylobacter Blood Free Selective Agar Base modified CCDA-Preston yang mengandung CCDA selective suplement OXOID SR 155E, kemudian diinkubasikan kembali pada kondisi mikroerofilik 5 O 2 , 10, CO 2 , 85 N 2 selama 24-48 jam dan dilakukan penghitungan jumlah koloni. Risiko Paparan Campylobacter sp. Analisa yang digunakan untuk mengetahui adanya keterpaparan patogen pada rantai makanan dimulai dari karkas ayam setelah keluar dari rumah potong dan berakhir di dapur sehingga daging ayam sudah siap dikonsumsi. Pada kajian paparan dilakukan evaluasi terhadap bahaya akibat kontaminasi Campylobacter sp. yang terdapat pada bahan pangan pada saat dikonsumsi. Proses ini menggabungkan informasi keberadaan dan konsentrasi Campylobacter sp. dalam bahan panganyang dikonsumsi dan kemungkinan jumlahnya yang bervariasi. Informasi keberadaan dan konsentrasi mikroorganisme meliputi jumlah Campylobacter sp. pada per porsi penyajian. Data pendukung untuk mengetahui risiko paparan Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi daging ayam diperoleh dari penelitian dan survei yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga diperoleh jumlah kontaminasi Campylobacter sp. yang terdapat dalam satu porsi daging ayam yang berpotensi dan terpapar ketika dikonsumsi. Peluang Infeksi Hubungan antara termakannya sejumlah tertentu mikroba dan kemungkinan terjadi akibatnya dapat dideskripsikan dengan Model dosis-response. Pada penelitian ini digunakan Model beta-poisson. Peluang terjadinya infeksi per porsi penyajian dapat dihitung secara : Pi = [1- 1+Ceβ] - α Dimana Pi = peluang infeksi Ce = jumlah mikroba yang tertelan α dan β = 0.21 dan 59.95 adalah parameter spesifik untuk Campylobacter sp. WHO 2001 92 HASIL DAN PEMBAHASAN Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli berperan penting sebagai bakteri gastrointestinal yang patogen karena menyebabkan diare akut pada manusia Blasser Reller 1981. Campylobacter enteritis merupakan penyebab utama terjadinya enteritis di banyak negara berkembang dan menyebabkan angka kematian yang tinggi pada anak-anak di negara yang sedang berkembang Allos 2001. Identifikasi Bahaya Bakteri patogen Campylobacter jejuni sebagai agen foodborne zoonosis secara umum dapat menyebabkan gejala gastroenteritis pada manusia. Infeksi Campylobacter sp. pada ayam menyebabkan diare Pisestyani 2010. Diare yang terjadi merupakan akibat kemampuan C. jejuni yang telah masuk ke dalam saluran pencernaan melakukan multiplikasi dan kolonisasi pada saluran pencernaan serta terjadinya invasi bakteri Sahin et al. 2003a; Sanyal et al. 2003. Gambar 32 Hemoragi pada usus ayam kelompok perlakuan yang diinfeksi isolat lokal C. jejuni Pisestyani 2010 Ayam yang semasa hidup di peternakan yang terinfeksi dapat menyebabkan kontaminasi pada daging yang dihasilkan. Hanninen et al. 2000 dan Jacobs- Reitsma 2000 melaporkan bahwa peternakan ayam yang terinfeksi Campylobacter sp. akan membawa mikroorganisme sampai ayam tersebut dipotong, sehingga daging ayam merupakan sumber kontaminasi Campylobacter yang utama. Secara mikroskopis infeksi C. jejuni pada usus menimbulkan perubahan mikroskopik 93 berupa edema, pendarahan dan infiltrasi sel radang. Hasil penelitian sebelumnya melaporkan terdapat perubahan makroskopis usus mengalami hemoragi pasca infeksi C. jejuni Gambar 32. Infeksi C. jejuni dapat menyebabkan pembengkakan dan nekrotik hati Dhillon 2006. Campylobacter spp. yang pada awalnya menginfeksi usus sehingga akhirnya bakteri tersebut sampai ke organ hati dan limpa serta organ interna lainnya melalui aliran darah. Infeksi C. jejuni setelah kolonisasi di usus selanjutnya secara aktif menginvasi sel intestinal dan bakteri melakukan ekstra translokasi sehingga menembus sel epitel dan migrasi ke sistem limpatik Sahin 2003. Pada penelitian sebelumnya hati kelompok ayam yang diinfeksi isolat lokal C1 C. jejuni terlihat bengkak dengan perubahan warna pucat dan belang disertai adanya fokal nekrosis Gambar 33. Gambar 33 Hati pada kelompok ayam perlakuan diinfeksi isolat lokal terlihat membengkak disertai adanya perubahan warna pucat dan belang disertai fokal nekrosis Pisestyani 2010 Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan, proses penyimpanan sebelum sampai konsumen, dan proses pemasakan sangat mempengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan. Daging ayam merupakan sumber kontaminasi yang terbanyak dapat menularkan Campylobacter sp. pada manusia Studahl Andersson 2000. Menurut Pearson dan Healing 1992 mendeteksi adanya kontaminasi Campylobacter pada karkas ayam mempunyai peran penting untuk menentukan sumber kontaminasi yang berhubungan dengan konsumsi daging ayam yang dimasak kurang sempurna. Pada Tabel 8 dapat dilihat prevalensi kontaminasi 94 Campylobacter sp. pada karkas ayam yang merupakan hasil penelitian beberapa penelitian sebelumnya. Dari data sekunder hasil penelitian sebelumnya, prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. bervariasi antara 16 sampai 88 dengan rataan 49.4. Apabila digunakan data sekunder hasil penelitian di Indonesia maka rataan prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. yang diisolasi secra konvensional adalah 23.7 . Sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Blackburn dan Clure 2003 yang menyatakan hasil survei tentang produk unggas yang dijual di pasar di beberapa negara telah dilaporkan terkontaminasi Campylobacter dengan tingkat kontaminasi antara 3.7 sampai 93.6. Tabel 8 Data prevalensi kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam Jumlah Sampel Positif Campylobacter sp. Prevalensi Metode Referensi 298 298 100 84 398 70 4200 115 59 124 76 30 350 11 3108 26 19.8 41.6 76 36 88 16 74 23 Konvensional PCR Konvensional Konvensional TECRA Konvensional Campy-Cefex Konvensional Andriani et al. 2012a Andriani et al. 2012c Jamshidi et al. 2008 Nanang 2008 Bailey et al. 2003 Abdi 2007 Stern Pretanik 2006 Poeloengan Noor 2003 Karakterisasi Bahaya dan Kajian Paparan Hasil survey yang telah dilakukan terhadap kesukaan responden mengkonsumsi ayam panggang 100 gram setiap porsi sekali makan adalah 1.5 dari 400 responden menyukai ayam panggang dengan frekuensi mengkonsumsi yang terbanyak 2-3 kali dalam seminggu. Data konsentrasi jumlah cemaran Campylobacter sp. yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari beberapa sumber hasil penelitian sebelumnya. Metode yang sama juga dilakukan oleh Rosenquist et al. 2003 dimana apabila data tidak diperoleh dari hasil penelitian di dalam negeri maka dapat digunakan data dari hasil penelitian negara lain. Konsentrasi bakteri Campylobacter sp. pada daging ayam adalah lebih dari 10 5 cfu per karkas Jorgensen et al. 2002; Stern Pretanik 2006.