23 menggunakan antibiotika namun bervariasinya pola resistensi terhadap antibiotika
menyebabkan sulitnya pengobatan pada peternakan ayam maupun manusia.
2.4.2. Karakterisasi bahaya
Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter sp. meskipun dapat sembuh sendiri self-limiting namun dilaporkan mortalitasnya mencapai 32 pada isolat
yang patogenitasnya sangat tinggi hasil isolasi dari ayam dan penderita memiliki sistem imun yang rendah Anonim 2005. Selain menyebabkan gastroenteritis C.
jejuni juga dapat menyebabkan penyakit sistemik seperti meningitis, bakteremia, localized extraintestinal infection, immuno reactive complications seperti Guillain-
Barre syndrome GBS dan reactive arthritis. Mengkonsumsi daging ayam yang terkontaminasi Campylobacter sp dapat menyebabkan kejadian foodborne
gastrointestinal disease. Dosis respon merupakan faktor penting yang berhubungan dengan virulensi mikroorganisme patogen terhadap kejadian infeksi pada manusia
sebagai host. Apabila tidak diperoleh data dosis respon yang sesuai maka kemampuan mikroorganisme patogen menginfeksi manusia dapat digunakan sebagai
faktor virulensi WHO 1999. Kemungkinan terjadinya penyakit pada manusia setelah mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi tergantung pada tiga
probabilitas yaitu: probabilitas mikroorganisme tertelan, mikroorganisme mampu bertahan dan menginfeksi host setelah ditelan, dan kemungkinan host menjadi sakit
setelah terinfeksi. Lingkungan, patogen dan host adalah meruapakan variabel yang berperan penting dalam probabilitas munculnya penyakit. Pengaruh lingkungan
termasuk makanan yang telah terkontaminasi dan kondisi ekosistem saluran pencernaan. Pengaruh patogen meliputi dosis, virulensi, dan kolonisasi pada saluran
pencernaan host. Pengaruh host meliputi status usia, kekebalan dan perut isi Coleman Marks 1998. Terdapat dua hipotesis yang dapat digunakan untuk
analisa hubungan dosis-respons terhadap mikroorganisme patogen sebagai kontaminan pada bahan pangan. Yang pertama didasarkan pada dosis infeksi
minimal, yang harus dicerna sebelum infeksi atau efek samping terjadi. Hipotesis kedua adalah bahwa sel patogen tunggal memiliki kemampuan untuk memulai
infeksi atau penyakit Haas 1983; Rubin 1987; Rubin Moxon 1984. Pada hipotesis kedua, tidak menggunkan jumlah ambang batas, dan meningkatnya
probabilitas infeksi disebabkan karena jumlah mikroorganisme patogen. Beberapa
24 peneliti telah menganalisa data yang tersedia menggunakan model tanpa jumlah
ambang batas untuk sejumlah patogen Haas, 1983; Teunis et al. 1996. Selain memiliki linearitas dosis rendah, maka FAOWHO 2003 merekomendasikan untuk
digunakan dalam menentukan karakterisasi bahaya sebagai model yang digunakan dalam penilaian risiko mikroba adalah model dosis respon exponensial dan Beta
Poisson. Model exponensial, diasumsikan bahwa semua organisme tertelan memiliki probabilitas yang sama menyebabkan infeksi r. Dosis tertelan diasumsikan
menggunakan Poisson dengan rataan N organisme per porsi Haas 1983. P
inf
= 1- exp -r × N Dimana :
P
inf
adalah probabilitas infeksi r adalah probabilitas satu sel menyebabkan infeksi
N adalah dosis
Model Beta Poisson menggunakan heterogenitas interaksi mikrorganisme dan host yaitu kemungkinan mikroorganisme menyebabkan infeksi pada host,
diasumsikan mengikuti distribusi Beta Haas 1983. Deng an asumsi β jauh lebih
besar daripada α dan 1, dengan rumus sebagai berikut:
P
inf
= 1- 1 + N β
- α
Dimana : P
inf
adalah probabilitas infeksi N adalah dosis mikroorganisme yang tertelan
α dan β adalah parameter dosis respon untuk Campylobacter sp.
Parameter dosis respon α = 0.21 dan β = 59.95 dapat digunakan untuk
mengetahui probabilitas infeksi yang disebabkan oleh satu mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme yang tertelan diperkirakan menggunakan distribusi Poisson, yang
mengasumsikan kontaminasi mikroorganisme pada karkas ayam dengan beberapa konsentrasi rataan didistribusikan secara acak. Probabilitas infeksi dari dosis
mikroorganisme yang tertelan diasumsikan secara binomial, dengan melakukan jumlah percobaan sama pada dosis yang tertelan dan probabilitas keberhasilan pada
setiap percobaan memiliki nilai yang sesuai dengan distribusi beta.
25
2.4.3. Kajian paparan
Analisa yang digunakan untuk mengetahui adanya keterpaparan patogen pada rantai makanan dimulai dari karkas ayam setelah keluar dari rumah potong dan
berakhir di dapur sehingga daging ayam sudah siap dikonsumsi. Pada kajian paparan dilakukan evaluasi terhadap bahaya akibat kontaminasi Campylobacter sp. yang
terdapat pada bahan pangan pada saat dikonsumsi. Proses ini menggabungkan informasi keberadaan dan konsentrasi Campylobacter sp. dalam bahan pangan yang
dikonsumsi dan kemungkinan jumlahnya yang bervariasi. Informasi keberadaan dan konsentrasi mikroorganisme meliputi jumlah Campylobacter sp. per porsi penyajian.
Gambar 4 Skema kajian risiko Campylobacter sp. dimulai dari peternakan ayam FAO 2002
2.4.4. Karakterisasi risiko
Tahapan karakterisasi risiko merupakan integrasi dari informasi yang dikumpulkan selama identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, dan tahapan kajian
paparan yang perkiraan terjadi peningkatan risiko akibat mengkonsumsi daging ayam akibat proses pemasakan yang tidak sempurna Gambar 4.
Pada tahapan ini digabungkan probablitas dan besarnya paparan Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi daging ayam terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi. Risiko yang dihasilkan dinyatakan sebagai risiko individu atau risiko per porsi ayam akibat pemasakan yang tidak sempurna Gambar 5.
Peternakan dan
Trasnportasi Rumah Potong
Penyiapan sebelum
dikonsumsi
RISIKO
Dosis Respon
n Prevalensi
Konsentrasi