11 Komponen permukaan sel bakteri sangat bervariasi dan berperan pada invasi
ke dalam sel. Namun peranan komponen protein sel bakteri Campylobacter sp. dalam proses patogenesis belum banyak diketahui Melo Pechere 1990. Bakteri
Gram negative yang bersifat patogen tersusun dari polysaccharide capsules, lipopolisaccharide LPS, dan outer membrane protein OMP Zollinger et al.
1979. Campylobacter jejuni tidak memiliki polysaccharide capsules, tetapi dilaporkan tersusun dari suatu protein microcapsule Rautellin Kosonen 1983.
Peranan LPS pada patogenesis bakteri Campylobacter sp. masih belum banyak dilaporkan Walker et al. 1986. OMP adalah salah satu komponen yang bersifat
antigenik Zollinger et al. 1979 tersusun mengelilingi sel. Sebagai bakteri patogen, komponen outer membrane berperan untuk perlekatan dan invasi ke dalam induk
semang, bertahan dari fagositosis oleh induk semang. Khususnya pada Campylobacter, outer membrane merupakan tempat penetrasi flagella Trust
Logan 1984. Pada sel bakteri tumbuh, OMP berfungsi untuk masuknya nutrisi dan keluarnya sisa produk Trust Logan 1984. Pertumbuhan bakteriCampylobacter
sp. selanjutnya menyebabkan perubahan bentuk sel dari vibroid atau spiral menjadi coccoid. Di dalam saluran pencernaan, OMP berfungsi untuk melindungi membran
sitoplasmik dari cairan empedu yang dapat melisiskan sel Trust Logan 1984. Proses invasi bakteri patogen mempunyai peran terhadap virulensi bakteri.
Campylobacter sp. bersifat motil, sehingga diperkirakan flagella mempunyai peran pada proses kolonisasi pada saluran pencernaan Lee et al. 1998. Flagellum
merupakan bagian mayor bakteri C. jejuni yang bersifat antigenik Harris et al. 1987; Logan Trust 1982. Protein flagella umumnya digunakan untuk
mendeferensiasi genus Campylobacter Mills et al. 1988.Tsang et al. 2001 melaporkan bahwa sekuen asam amino pada lokasi gen flagella flaA mempunyai
peran terhadap penyakit Guillain Bare Syndrome.
2.2. Campylobacteriosis pada Manusia
Mikroorganisme C. jejuni dan C. coli adalah bakteri patogen tetapi dapat juga bersifat komensal pada saluran pencernaan ayam. Pada manusia ke dua spesies
tersebut bersifat patogen Altekruse Linda 2003. Infeksi Campylobacter sp. pada manusia terjadi karena mencerna makanan yang terkontaminasi. Penularan infeksi
secara person to person dapat terjadi karena penderita campylobacteriosis
12 menyiapkan makanan sehingga menyebabkan kontaminasi pada makanan. Sumber
kontaminasi yang utama adalah karena mengkonsumsi daging ayam, susu, dan kontak dengan hewan peliharaan. Mengkonsumsi daging ayam yang tidak dimasak
sempurna merupakan penyebab utama kejadian campylobacteriosis Kapperud et al. 1992; Gregoryet al. 1997; Anonim 2007.
Gejala yang timbul akibat infeksi C. jejuni dapat bersifat ringan sampai berat yang disertai diare bercampur darah dengan demam dan kram perut. Masa
inkubasi berkisar antara 2 sampai 7 hari dan penyakit ini dapat bersifat self-limiting pada manusia yang memiliki sistem pertahanan tubuh yang baik. Variasi penyakit
dapat berupa infeksi tidak menunjukkan gejala spesifik atau asymptomatis sampai diare, bahkan inflamatory diarrhea, meningitis, bakteremia, localized extraintestinal
infection, immuno reactive complications seperti Guillain-Barre syndrome GBS dan reactive arthritis. GBS yaitu acute demyelinating polyneuropathy yang ditandai
dengan paralisa. Kejadian GBS di negara Amerika mayoritas disebabkan oleh C. jejuni serotipe O:19 Tsang et al.2001; Smith 2002 .
Hasil survey di Eropa dan Amerika Serikat, kasus campylobacteriosis lebih dari 1 per tahun. Pada tahun 1996, CDC melaporkan di Amerika kasus
campylobacteriosis sebanyak 46 Sean et al. 1999. Di Denmark, insiden campylobacteriosis mencapai 66 per 100 000 manusia pada tahun 2003. Sebanyak
90 kasus disebabkan oleh C. jejuni dan 5 disebabkan oleh C. coli. Daging ayam dan daging sapi dapat bertindak sebagai reservoir C. jejuni sedangkan C. coli banyak
ditemukan pada babi Boes et al. 2005. Campylobacteriosis merupakan infeksi bakteri yang dapat ditularkan melalui
makanan. Di negara yang sudah maju, campylobacteriosis terutama disebabkan oleh Campylobacter jejuni yang kemudian diikuti oleh Campylobacter coli sebagai
penyebab sekunder Anonim 2006. Pada tahun 1999 Centers for Disease Control and Prevention CDC melaporkan bahwa sebanyak 2.5 juta manusia per tahun di
Amerika Serikat menderita campylobacteriosis Mead et al. 1999. Pada tahun 1996 sampai 2001 meskipun terjadi penurunan angka kejadian campylobacteriosis tetapi
bakteri Campylobacter spp. merupakan penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui makanan Walz et al. 2001. Tjaniadi et al. 2003 melaporkan hasil
surveinya di beberapa provinsi di Indonesia dari tahun 1995 sampai 2000 sebanyak
13 2 812 bakteri patogen yang berhasil diisolasi dari beberapa pasien rawat inap
prevalensi 3.6 disebabkan oleh infeksi C. jejuni Tabel 2. Membuat laporan secara internasional mengenai kejadian penyakit yang
disebabkan oleh makanan tidak mudah. Jaringan Foodnet yang mencatat kejadian penyakit ditularkan melalui makanan di Amerika Serikat menyatakan bahwa
diantara 10 agen penyebab yang bersifat patogen yang menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan di Amerika adalah Salmonella, Campylobacter dan
Shigella. Ketiga agen tersebut merupakan penyebab utama sebagai agen food-borne disease IFT 2000.
Tabel 2 Bakteri patogen yang diisolasi dari pasien diare di beberapa provinsi di
Indonesia pada tahun 1995-2001 Tjaniadi et al. 2003
Bakteri patogen Angka kejadian
Shigella spp. Salmonella spp.
Vibrio parahaemolyticus Salmonella typhi
Campylobacter jejuni Vibrio cholera non-O1
Salmonella paratyphi A 27.3
17.7 7.3
3.9 3.6
2.4 0.7
Cliver 1997 melaporkan bahwa kejadian penyakit akibat mengkonsumsi makanan sebagian besar 67 disebabkan oleh virus, tetapi kemudian Mead et al.
1999 melaporkan bahwa sebanyak 13.8 juta kasus penyakit yang disebabkan oleh makanan, sebanyak 30 disebabkan oleh bakteri, dan sisanya sebanyak 3
disebabkan oleh parasit Orlandi et al. 2002. Mead et al. 1999 juga melaporkan bahwa sebanyak 60 kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri menyebabkan
penderita di rawat di rumah sakit. Bakteri Salmonella menyebabkan kematian sebanyak 31, kemudian diikuti oleh Listeria 28, Campylobacter 5, dan
Escherichia coli O157:H7 3. World Health Organization WHO melaporkan bahwa sekitar 2.1 juta setiap tahun, anak-anak di negara yang sudah maju menderita
penyakit yang ditularkan melalui makanan dan air Anonim 2002. Sumber
14 kontaminasi Campylobacter dapat berasal dari manusia Hald et al. 2000, lalat
Hald et al. 2004 dan air minum yang terkontaminasi Snelling et al. 2005.
2.2.1. Guillain-Barre Syndrome GBS
GBS adalah sindrom berupa acute demyelinating polyneuropathy, dimana terjadi kerusakan myelin di sekitar sel syaraf
Nachamkin 2002. Kejadian GBS
biasanya terjadi secara sporadis, jarang terjadi outbreak. Di negara US dan Jepang, beberapa kasus GBS berhubungan dengan infeksi strain C. jejuni serotipe O:19.
Flagella yang dikode oleh gen flaA dari C. jejuni berperan pada patogenesis GBS. Wanita hamil yang menderita GBS akibat infeksi C. jejuni kemungkinan
berpengaruh pada bayi yang berada dalam kandungan. GBS terjadi akibat adanya infeksi virus atau bakteri pada saluran pernafasan atas serta saluran gastrointestinal,
salah satunya diawali dengan enteritis yang disebabkan oleh C. jejuni. Pada penderita GBS sebanyak 28.6 pasien menunjukkan hasil positif C. jejuni pada
pemeriksaan feses dan serologis. Peneliti sebelumnya Nachamkin 2002 dan Takahashi et al. 2005 melaporkan kejadian GBS di negara Jepang disebabkan oleh
infeksi C. jejuni Heat Stable Penner serotypes HS19 dan HS4, dengan d
osis infeksi sangat rendah yaitu 500 sel Anonim 2005.
2.2.2 Reactive Arthritis ReA
Reactive arthritis ReA adalah sindrom dengan karakteristik ditandai inflamasi steril pada persendian. Bakteri enterobacter lain yang dapat menginduksi
ReA selain C. jejuni adalah Salmonella, Shigella, Yersinia. Di dalam cairan persendian yang terinfeksi meskipun tidak terdapat mikroorganisme penyebab
infeksi. Mekanisme antigen tersebut dapat mencapai membrane synovial belum diketahui dengan pasti.
2.2.3. Enteritis
Kejadian Campylobacter enteritis pada manusia bervariasi dari yang tidak menunjukkan gejala spesifik sampai yang berbahaya sehingga menyebabkan
kematian. Sebanyak 25-50 kejadian infeksi adalah bentuk asimptomatik. Hanya sekitar 10 kasus terinfeksi dirawat di rumah sakit. Dosis infeksi C. jejuni sangat
rendah. Dari suatu studi sebelumnya sebanyak 50 volunteers yang diinfeksi
15 menggunakan dosis 800 mikroorganisme dinyatakan positive stool specimen.
Infeksi oleh C. jejuni akan berlanjut bakteremia terutama pada manusia yang mengalami immunocompromised sehingga menyebabkan kematian. Insiden
bakteremia yang diinduksi oleh C. jejuni adalah 0.3 kasus per 1 000 pasien umur 1-4 tahun, dan 5.9 kasus per 1 000 pasien berumur lebih dari 65 tahun. Penderita
bakteremia mengalami demam, diare bercampur darah, pusing, menggigil, sakit perut. Gejala bakteremia berkisar 8 hari dan pasien akan sembuhsendiri.
Mekanisme patogenik C. jejuni menyebabkan enteritis telah dipelajari secara in vitro Konkel et al. 2001. Kerusakan yang terjadi adalah disebabkan adanya
cytotoxin atau invasi C. jejuni ke dalam sel epitel. Peranan motilitas, kolonisasi, produksi toksin, attachment, internalization dan translocation pada virulensi C.
jejuni telah diinvestigasi secara in vitro. Mekanisme C. jejuni menyebabkan infeksi secara umum adalah sebagai berikut: 1. Setelah ingesti bakteri melakukan
kolonisasi di intestinal. 2. Invasi bakteri pada sel intestinal akan menyebabkan kerusakan mukosa permukaan sel jejunum, ileum, dan colon. 3. Terjadi extra
intestinal translocation yaitu organisme menyeberang dan migrasi dari epitel intestinummelalui sistem limpatik menuju extra intestinal Konkel et al. 2001.
Pada Gambar 2 dapat dilihat diagram proses terjadinya infeksi pada manusia. Infeksi C. jejuni dimulai dari masuknya mikroorganisme ke dalam mulut kemudian
masuk ke dalam lambung dan selanjutnya masuk ke dalam intestinal. C. jejuni melakukan kolonisasi pada bagian jejunum dan ileum kemudian masuk ke bagian
colon manusia. Mikroorganisme yang terdapat di dalam lumen intestinal akan menembus bagian mukosa saluran intestinal melalui sel M, yang dikenal sebagai sel
epitel pada folikel saluran gastrointestinal yang memiliki kemampuan trancytosis baik mikroorganisme maupun makromolekul. Secara fungsional sel M berbeda
dengan absorbtive enterosit, dimana sel M tidak mendorong antigen ke dalam lumen, namun sel M berfungsi sebagai barier pada epitel yang ”terbuka”. Morfologi
sel M berbeda dengan enterosit, dimana sel M memiliki sedikit microvilli pada permukaan, tetapi memiliki filamen brush border, sehingga fungsi utama sel M
adalah sebagai perantara antigen atau mikroorganisme sehingga mencapai sel immune dari folikel limfoid untuk menginduksi respon imun.
Kemampuan motilitas dan kemotaksis dari C. jejuni memiliki peran penting dalam menimbulkan penyakit. Di dalam usus halus mikroorganisme mengalami
16 migrasi dari mukus ke daerah kripta. Secara in vitro dilaporkan bahwa C. jejuni
mampu menembus enterocytes melalui jalur paracellular atau transcellular. Kemungkinan keterlibatan proses adherence mengawali proses infeksi dan C. jejuni
secara spesifik melekat pada reseptor yang terdapat pada sel inang. Kemudian diikuti terjadinya intimate binding antara C. jejuni dan sel inang. Nekrosis pada vili
terjadi karena diakibatkan oleh toxin yang diproduksi oleh mikroorganisme. Cytolethal Distending Toxin CDT mampu menyebabkan atrophi pada vili dengan
cara melakukan proliferasi sel bakteri di dalam kripta.
Gambar 2 Virulensi C. jejuni menyebabkan enteritis. Panel atas: ilustrasi interaksi C. jejuni dan enterosit. Panel Bawah: ilustrasi perubahan morfologi
saluran intestinal inang yang terinfeksi C. jejuni
Penyakit enteritis akibat infeksi Campylobacter sp. pada manusia biasanya tidak memerlukan pengobatan antibiotika apabila infeksi bersifat ringan atau self-
limited Lastovica Penner 1983. Namun pada beberapa kasus infeksi dengan gejala klinis lebih berat, septichaemia, atau infeksi ekstra intestinal, penderita
immunosuppress diperlukan pengobatan menggunakan antibiotika Engberg et al.
17 2001; Luber et al. 2003. Infeksi Campylobacter pada manusia umumnya
menyebabkan gastroenteritis, tetapi setelah bakteri invasi dapat menyebabkan bakteremia, reactive arthritis, meningitis, dan Gullain-Barre Syndrome Altekruse
et al. 1999. Resistensi Campylobacter sp. terhadap antimikrobial sudah banyak di laporkan terutama di negara maju sehingga menyulitkan pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Campylobacter sp. Infeksi Campylobacter sp. pada ayam sebagai sumber kontaminasi dapat diatasi dengan pemberian antibiotika.
Sejak tahun 1980 fluoroquinolon sudah digunakan untuk mengobati enteritis yang disebabkan oleh Campylobacter sp. serta bakteri patogen lainnya. Antibiotika
lainnya yang
sering digunakan
untuk pengobatan
adalah tetracycline,
chloramphenicol, ampicillin, dan gentamicin Engberg et al. 2001. Menurut Caprioli et al. 2000 penggunaan antibiotika terutama di bidang veteriner perlu
ditanggapi secara bijaksana berhubungan dengan semakin banyak mikroorganisme yang resisten terhadap beberapa jenis antibiotika. Erythromycin dan golongan
fluoroquinolone adalah antibiotika yang umumnya digunakan untuk mengobati manusia
penderita campylobacteriosis,
sedangkan kejadian
resistensi fluoroquinolone pada manusia dan hewan banyak dilaporkan Endz et al. 1991; Ge
et al. 2002.
2.3. Kontaminasi Campylobacter sp.
2.3.1. Infeksi Campylobacter sp. pada peternakan ayam
Spesies bakteri Campylobacter adalah agen foodborne zoonosis yang dapat menginfeksi manusia maupun hewan, terutama unggas. Bakteri ini merupakan
penyebab campylobacteriosis yang masih menjadi masalah penting dalam bidang kesehatan masyarakat baik di tingkat peternakan, penjualan pasar maupun pada
tingkat makanan siap saji. Daging ayam merupakan sumber utama kontaminasi, karena saluran pencernaan unggas merupakan tempat predileksi Campylobacter
jejuni. Selama ini infeksi C. jejuni pada ayam tidak memperlihatkan gejala klinis yang khas, sehingga deteksi penyakit ini ditingkat peternakan cukup sulit. Kejadian
infeksi Campylobacter sp. pada ayam broiler di negara maju 5-90. Saat ini produksi pangan unggas dan konsumennya diperkirakan terus meningkat seiring
dengan tingginya kebutuhan sumber protein yang harganya relatif lebih murah.