KAJIAN RISIKO CAMPYLOBACTER SP. PADA

94 Campylobacter sp. pada karkas ayam yang merupakan hasil penelitian beberapa penelitian sebelumnya. Dari data sekunder hasil penelitian sebelumnya, prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. bervariasi antara 16 sampai 88 dengan rataan 49.4. Apabila digunakan data sekunder hasil penelitian di Indonesia maka rataan prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. yang diisolasi secra konvensional adalah 23.7 . Sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Blackburn dan Clure 2003 yang menyatakan hasil survei tentang produk unggas yang dijual di pasar di beberapa negara telah dilaporkan terkontaminasi Campylobacter dengan tingkat kontaminasi antara 3.7 sampai 93.6. Tabel 8 Data prevalensi kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam Jumlah Sampel Positif Campylobacter sp. Prevalensi Metode Referensi 298 298 100 84 398 70 4200 115 59 124 76 30 350 11 3108 26 19.8 41.6 76 36 88 16 74 23 Konvensional PCR Konvensional Konvensional TECRA Konvensional Campy-Cefex Konvensional Andriani et al. 2012a Andriani et al. 2012c Jamshidi et al. 2008 Nanang 2008 Bailey et al. 2003 Abdi 2007 Stern Pretanik 2006 Poeloengan Noor 2003 Karakterisasi Bahaya dan Kajian Paparan Hasil survey yang telah dilakukan terhadap kesukaan responden mengkonsumsi ayam panggang 100 gram setiap porsi sekali makan adalah 1.5 dari 400 responden menyukai ayam panggang dengan frekuensi mengkonsumsi yang terbanyak 2-3 kali dalam seminggu. Data konsentrasi jumlah cemaran Campylobacter sp. yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari beberapa sumber hasil penelitian sebelumnya. Metode yang sama juga dilakukan oleh Rosenquist et al. 2003 dimana apabila data tidak diperoleh dari hasil penelitian di dalam negeri maka dapat digunakan data dari hasil penelitian negara lain. Konsentrasi bakteri Campylobacter sp. pada daging ayam adalah lebih dari 10 5 cfu per karkas Jorgensen et al. 2002; Stern Pretanik 2006. 95 Menurut Luber dan Bartlet 2007 prevalensi daging ayam bagian dada terkontaminasi adalah 87 dengan jumlah bakteri 1.9x10 3 cfufillet. Data tingkat cemaran Campylobacter sp. pada karkas ayam dapat dilihat pada Tabel 9, diperoleh rataan cemaran Campylobacter sp. adalah 1.3 x 10 3 cfu per 100 gram karkas ayam. Tabel 9 Data jumlah cemaran Campylobacter sp. pada 100 gram karkas ayam Konsentrasi C. jejuni cfu100 gram Sumber 1.0 x 10 3 5.5 x 10 2 1.0 x 10 2 1.9 x 10 3 2.8 x 10 3 Altekruse et al. 1999 Jorgensen et al. 2002 Stern dan Pretanik 2006 Luber dan Bartlet 2007 EFSA 2008 Suhu dan waktu pemanggangan yang digunakan pada penalitian ini disesuaikan dengan kondisi suhu dan waktu pedagang ayam panggang oven komersial yaitu 150 o C selama 70 menit. Sampel dianalisis pada menit ke-30 dan 70. Konsentrasi Campylobacter jejuni pada karkas sebelum dilakukan pemanggangan adalah rata-rata 2.44 log cfugram. Setelah dilakukan pemanggangan terlihat penurunan jumlah koloni. Reduksi koloni C. jejuni dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Reduksi koloni C. jejuni pada karkas ayam setelah pemanggangan Widhiasmoro 2011 Ulangan Reduksi 1 2 3 4 5 6 7 10 2340 102380 102590 102680 102140 102470 102500 Perhitungan reduksi jumlah koloni Campylobacter sp. menggunakan asumsi bahwa koloni yang tersisa setelah pemanggangan adalah 10 cfugram, cara ini gunakan dalam perhitungan jika tidak ditemukan koloni yang tumbuh setelah pemanggangan. Reduksi koloni dihitung dengan membandingkan jumlah koloni 96 sebelum pemanggangan yaitu 2.44 log cfugram dan setelah pemanggangan. Rataan reduksi koloni C. jejuni yang diperoleh adalah 102431 0.004. Pemanggangan pada menit ke 30 menyebabkan penurunan jumlah koloni sekitar 2 log cfugram. Bakteri Campylobcater sp. termasuk kelompok termofilik tetapi tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemanasan yang tidak sempurna sehingga menyebabkan bahan pangan menjadi kurang matang undercooked dapat bertindak sebagai sumber penyebab campylobacteriosis EFSA 2008. Tabel 11 Perhitungan risiko paparan C. jejuni Variabel Proses Satuan Rumus Rataan P N R Cv U Ce Prevalensi kontaminasi pada karkas ayam Tingkat cemaran C. jejuni pada karkas ayam Faktor reduksi pemanggangan Tingkat cemaran pada ayam panggang Ukuran per porsi Dosis patogen per porsi ayam dipanggang cfu100 gram - P x N x R cfu100 gram gram Cv 100 gram cfu100 gram 23.7 1.3 x 10 3 0.004 1.23 100 1.23 Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemanasan pada suhu 150 o C selama 30 menit sudah mampu mereduksi Campylobacter sp. sekitar 2 log cfugram. Hal ini sesuai dengan pendapat Martinez-Roddriguez dan Mackey 2005 yang menyatakan bahwa C. jejuni adalah mikroorganisme yang rentan terhadap perubahan lingkungan seperti pemanasan, pegasaman, pembekuan, dan tekanan hidrostatik tinggi. Menurut Stern dan Line 2000 pemasakan daging giling yang mengandung 10 6 cfu Campylobacter jejuni menggunakan suhu internal 60 o C selama 10 menit menghasilkan tidak terdeteksinya bakteri setelah pemanasan. Campylobacter sp. sangat rentan pada perlakuan antimikroba, pengolahan dan faktor lingkungan, tetapi laporan kasus foodborne disease yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni terus meningkat Blackburn Clure 2003. Dosis infeksi pada ayam adalah 10 3 cfu sedangkan dosis infeksi manusia sangat rendah yaitu 900 97 sel bakteri Stern Pretanik 2006, sehingga proses pemasakan yang kurang sempurna dan kondisi sanitasi serta higiene kurang bagus selama proses pemasakan dan penyiapan bahan pangan sejak bahan mentah sampai menjadi produk siap saji dapat menyebabkan risiko terjadinya camylobacteriosis. Adanya kontaminasi paparan Campylobacter sp. pada karkas ayam dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen yang perlu dikaji secara kuantitatif serta dilakukan manajemen pengendalian risiko yang tepat untuk mengurangi kejadian penyakit dengan adanya data-data kajian risiko. Risiko paparan Campylobacter jejuni yang kemungkinan dikonsumsi oleh manusia setiap porsi dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil perhitungan adalah satu porsi ayam dipanggang 100 gram kemungkinan terdapat kontaminan 1.23 cfu Campylobacter sp. Kontaminasi pada daging ayam siap saji juga dapat berasal dari kontaminasi silang akibat penanganan setelah pemasakan, pada saat penyajian yang bersumber dari karkas ayam atau peralatan makan atau peralatan masak yang telah terkontaminasi. Penambahan bumbu rempah pada karkas saat proses pemasakan dapat mengurangi jumlah kontaminan Campylobacter sp. Gonzalez dan Hanninen 2011 melaporkan bahwa kombinasi bumbu dapat menyebabkan penurunan jumlah C. jejuni antara 1.09-1.66 log cfu selama tujuh hari penyimpanan pada suhu 4 o C. Peluang Infeksi Menentukan peluang infeksi Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi daging ayam dengan simulasi pemanggangan digunakan Model beta-poisson dapat dilihat pada Tabel 12. Nilai peluang infeksi dapat diartikan sebagai berapa banyak kemungkinan orang terinfeksi pada suatu populasi. Hasil perhitungan yang diperoleh adalah sebanyak 2 dari 1 000 orang mempunyai peluang terinfeksi Campylobacter jejuni akibat mengkonsumsi daging ayam yang telah dipanggang selama 30 menit pada suhu 150 o C, dengan asumsi jumlah kontaminasi pada karkas 2 log cfugram dan faktor reduksi 0.004. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan laporan dari Stern dan Robach 2003 bahwa di Islandia terjadi 116 kasus campylobacteriosis pada 100 000 orang. Di Denmark kasus campylobacteriosis diperkirakan sekitar 0.6 sampai 8.3 dari populasi atau sekitar 6-83 kasus per 1000 orang. Sedangkan di Belgia terdapat 0.71 kasus dan di Italia sekitar 1.8 populasi diperkirakan mengalami campylobacteriosis Uytendaele et al. 2006. 98 Namun demikian nilai peluang dari model ini dapat bervariasi karena adanya faktor virulensi mikroorganisme, kemampuan kolonisasinya setelah masuk saluran pencernaan manusia, serta status kekebalan tubuh manusia Coleman Marks 1998. Seperti yang dilaporkan oleh Rosenquist et al. 2003 bahwa manusia usia 18-19 tahun ternyata memiliki risiko infeksi Campylobacter sp. yang lebih besar dibandingkan kelompok usia lain. Sedangkan Buchanan et al. 2000 melaporkan bahwa model dosis respon juga dipengaruhi oleh faktor mikrobiologis, faktor inang, faktor matriks makanan, sumber data yang digunakan, serta model empiris yang digunakan. Tabel 12 Peluang terjadinya infeksi Campylobacter jejuni Variabel Satuan Rumus Rataan Ce Pi Dosis patogen per porsi ayam Peluang infeksi per porsi ayam model beta- poisson α=0.21; β=59.95 cfu100 gram [1- 1+Ceβ] - α 1.23 4 x 10 -3 SIMPULAN Hasil yang diperoleh pada penelitian adalah proses pemanggangan pada suhu 150 o C selama 30 menit dapat menurunkan jumlah Campylobacter sp. sebanyak 2 log cfugram pada simulasi jumlah awal mikroorganisme 2 log cfugram. Peluang risiko menderita campylobacteriosis adalah 4 dari 1 000 orang yang mengkonsumsi ayam panggang, ditentukan juga oleh kondisi kontaminasi karkas ayam sebelum diproses, virulensi mikroorganisme serta faktor kekebalan individu. DAFTAR PUSTAKA Abdi I. 2007. Isolasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam dan uji efektivitas klorin , asam asetat sebagai sanitaiser terhadap Campylobacter jejuni dengan metode suspension test [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Allos BM, Taylor DN. 1998. Campylobacter Infections. Di dalam: Evans AS, Brachman PS, editor. Bacterial Infections of Humans: Epidemiology and Control. Edisi ke-3. New York: Plenum Medical Book Company. hlm 169- 190. 99 Altekruse SF, Stern NJ, Fields PI, Swerdlow DL. 1999. Campylobacter jejuni an Emerging foodborne pathogen. J Emerg Infect Dis 5 1: 23-29. Andriani, Sudarwanto M, Setiyaningsih S, Kusumaningrum HD. 2012a. Prevalensi Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli pada karkas ayam dari pasar tradisional dan swalayan. J Teknol Ind Pangan. Dalam proses dipublikasi. Andriani, Sudarwanto M, Setiyaningsih S, Kusumaningrum HD. 2012c. Metode direct polymerase chain reaction DPCR untuk deteksi campylobacter sp. pada daging ayam. J Vet. Dalam proses dipublikasi. Anonim. 2007. Local meat, milk and raw salad carry high levels of Campylobacter. Daily Timer, Saturday-February 03, 2007. Pakistan. Bailey GD, Vanselow BA, Hornitzky MA, Hum SI, Eamens GJ, Gill PA, Walker KH, Cronin JP. 2003. A Study of the food-borne pathogens: Campylobacter, Listeria and Yersinia in faeces from slaughterage cattle and sheep in Austria. Commun Dis Intell 27: 249-257. Blackburn CW, Clure PJ. 2003. Campylobacter dan Areobacter. Di dalam: Foodborne Pathogens. Hazards, Risk Analysis and Control. New York: CRC Press. Blasser MJ, Reller LB. 1981. Campylobacter enteritis. N Engl J Med 305: 1444- 1452. Buchanan RL, Smith JL, Longa W. 2000. Microbial risk assessment: dose-response relations and risk characterization. Int J Food Microbiol 58:159-172. Coleman M, Marks H. 1998. Topics in dose-response modeling. J Food Prot 61: 1550-1559. Dhillon AS. 2006. Campylobacter jejuni infection in broiler chickens. Avian Dis 501: 55-58. [EFSA] European Food Safety Authorithy. 2008. Analysis of the baseline survey on the prevalence of campylobacter in broiler batches and Campylobacter and Salmonella on broiler carcasses in the EU. EFSA J 83: 1503. Gonzales M, Hanninen MI. 2011. Reduction of Campylobacter jejuni counts on chicken meat treated with different seasonings. Food Control 22: 1785-1789. Gregory E, Barnhart H, Dreesen DW, Stern NJ, dan Corn JL. 1997. Epidemiological study of Campylobacter spp. In broiler: source, time of colonization, and prevalence. Avian Dis 41 4: 890-894. Hanninen ML, Perko-Makela P, Pitkala A, Rautelin H. 2000. A three-year study of Campylobacter jejuni genotypes in humans with domestically acquired infection and in chicken samples from the Helsinki area. J Clin Microbiol 38: 1998-2000. Jacobs-Reitsma W. 2000. Campylobacter in the Food Supply. Di dalam: Nachamkin I, Blaser MJ, editor. Campylobacter. Washington DC: American Society for Microbiology. hlm 467-481. 100 Jamshidi A, Bassami MR, Farkhondeh T. 2008. Isolation and identification of Campylobacter coli from poultry carcasses by conventional and multiplex PCR methods in Mashhad, Iran. Iranian J Vet Res 92: 138-144. Jorgensen F, Bailey R, Williams S, Henderson P, Wareing DRA, Bolton J, Frost A, Ward L, Humphrey TJ. 2002. Prevalence and numbers of Salmonella and Campylobacter spp. on raw, whole chickens in relation to sampling methods. Int J Food Microbiol 76: 151-164. Kapperud G, Skjerve E, Bean NH, Ostroff SM, Lassen J. 1992. Risk factor for sporadic Campylobacter infection: Results of a case-control study in southeastern Norway. J Clin Microbiol 3012: 3117. Kusumaningrum HD. 2003. Behavior and cross-contamination of pathogenic bacteria in household kitchens - relevance to exposure assessment [Ph.D. thesis]. Wageningen, The Netherlands: Wageningen University. Luber P, Bartlet E. 2007. Enumeration of Campylobacter spp. on the surface and within chicken breast fillets. J Appl Microbiol 102: 313-318. Martinez-Rodriguez A, Mackey BM. 2005. Physiological changes in Campylobacter jejuni on entry into stationary phase. J Food M icrobiol 10: 1-8. Nanang MK. 2008. Penentuan prevalensi Campylobacter jejuni sampel potongan karkas ayam di wilayah Bogor dan Jakarta menggunakan metode modifikasi BAM 2001 [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Nielsen EM, Engberg J, Madsen M. 1997. Distribution of serotype of Campylobacter jejuni dan C. coli from Danish patients, poultry, cattle and swine. FEMS Immunol Med Microbiol 19 1: 47. Pearson AD, Healing TD. 1992. The surveillance and control of Campylobacter infection. Commun Dis Rev 2: 133-139. Pisestyani H. 2010. Isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni menggunakan metode konvensional dan molekuler serta mekanisme pathogenesis pada saluran pencernaan ayam broiler [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Poeloengan M, Noor SM. 2003. Isolasi Campylobacter jejuni pada daging ayam dari pasar tradisional dan supermarket. Di Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor: Puslitbang Peternakan. Rosenquist H, Nielsen NL, Somer HM, Norrung B, Christensen B. 2003. Quantitative risk assessment of human campylobacteriosis with thermophilic Campylobacter species in chicken. J Food Microbiol 83: 87-103. Sahin O. 2003. Ecology of Campylobacter colonization in poultry role of maternal antibodies in protection and sources of flock infection [dissertation]. Ohio: The Graduate School of The Ohio State University. 101 Sahin O, Luo N, Huang S, Zhang Q. 2003a. Effect of Campylobacter-specific maternal antibodies on Campylobacter jejuni colonization in young chickens. Appl Environ Microbiol 69: 5372-5379. Sanyal SC, Islam KMN, Neogy PKB, Islam M, Speelman P, Huq MI. 2003. Campylobacter jejuni diarrhea model in infant chickens. Infect and Immunity 433: 931-936. Stern NJ, Line JE. 2000. Campylobacter. Di dalam: Baird Parker TC, Gould GW, editor. The Microbiologycal Safety and Quality of Food Vol II. New York: Aspen Publication. Stern NJ, Robach MC. 2003. Enumeration of Campylobacter spp. in broiler feces and ind corresponding processed carcasses. J Food Prot 669: 1557-1563. Stern NJ, Pretanik S. 2006. Counts of Campylobacter spp. on U.S. broiler carcasses. J Food Prot 695: 1034-1039. Studahl A, Andersson Y. 2000. Risk factors for indigenous Campylobacter infection: a Swedish case-control study. Epidemiol Infect 125: 269-275. Uytendaele M, Baert K, Ghafir Y, Daube G, De Zutter L, Herman K, Pierard D, Dubois J. Horison B, Debevere J. 2006. Quantitative risk assessment of Campylobacter sp. in poultry based meat preparation as one of the factors to support the development of risk-based microbiological criteria in Belgium. J Food Microbiol 111: 149-163. [WHO] World Health Organisation. 2001. The Increasing Incidence of Human Campylobacteriosis. Report and Proceedings of a WHO Consultation of Experts Copenhagen. Denmark. Widhiasmoro A. 2011. Kajian paparan Campylobacter jejuni pada konsumsi ayam panggang [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. 102 103

8. PEMBAHASAN UMUM

Penelitian mengenai deteksi Campylobacer jejuni dimulai awal tahun 1970 sejak ditemukannya media selective yang dapat digunakan untuk melakukan isolasi Campylobacter sp. dari hewan yang terinfeksi Butzler 1984. Peneliti Doyle 1984 dan Silva et al. 2011 melaporkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan hidup dan pertumbuhan Campylobacter sp. pada daging dan susu, yang dapat mempengaruhi keberhasilan isolasi. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kemampuan hidup dan pertumbuhan Campylobacter sp. in vitro adalah temperatur, pH, dan konsentrasi oksigen Doyle 1984. Atanasova et al. 2007 di German melaporkan prevalensi Campylobacter sp. pada karkas kalkun adalah 34 n=100, isolasi dilakukan secara konvensional menggunakan metode ISO-10272. Peneliti Rahimi et al. 2010 di Iran melakukan isolasi Campylobacter sp. dari daging unta secara konvensional memperoleh prevalensi 1.1 n=282. Prevalensi Campylobacter sp. pada daging sapi dari rumah potong di Finlandia dan diisolasi secara konvensional dilanjutkan uji konfirmasi secara biokimia menggunakan LAB M, Bury England adalah 3.5 n=948 dilaporkan oleh Hakkinen et al. 2007. Isolasi Campylobacter menggunakan metode konvensional juga dilakukan oleh Bolton 2007. Isolasi Campylobacter sp. menggunakan metode konvensional pada umumnya menggunakan media selektif untuk menghambat pertumbuhan mikroflora enterik, karena multiplikasi bakteri Campylobacter sp. lebih lambat dari bakteri enterik yang lain Blaser 2000. Menurut Sahin et al. 2003b media selektif lain yang biasa digunakan antara lain media Skirrow’s, Butzler’s, Blaser’s, dan Preston agar. Media selektif umumnya mengandung kombinasi beberapa antibiotik yang resisten terhadap bakteri Campylobacter sp. tapi bakteri enterik yang lain peka Sahin et al. 2003b. Penelitian diawali dengan melakukan pengambilan sampel di swalayan dan pasar tradisional yang terletak di daerah Bogor, Sukabumi, dan DKI Jakarta pada tahun 2009 dan 2010, sedangkan tahun 2011 di daerah Jawa Tengah Demak dan Kudus sampel yang diambil berupa karkas ayam. Sejumlah 298 sampel dilakukan isolasi untuk mendapatkan isolat Campylobacter sp. Isolasi dilakukan menggunakan modifikasi metode ISODIS 10272-1994 dan identifikasi untuk membedakan spesies C. jejuni dan C. coli dilakukan secara biokimia menggunakan API Campy. Media 104 modifikasi pada penelitian adalah menggunakan media Nutrien Broth No 2, dimana pada ISO 10272 media yang digunakan adalah Preston Broth. Modifikasi media yang digunakan pada penelitian Nutrient Broth No 2 oxoid ditambah growth supplement oxoid yang mengandung ferrous sulfate, sodium metabisulfite, dan sodium pyruvat FBP sebagai supplement pengganti darah dan untuk memberi kesempatan bakteri sublethal tumbuh lebih baik recovery. Identifikasi isolat yang dinyatakan positif C. jejuni dilakukan secara uji oksidasi, motilitas, dan utilization glukosa, laktosa, dan sukrosa. Identifikasi isolat yang diperoleh dari lapangan dilakukan juga menggunakan API Campy. Sampel berupa karkas ayam diambil dari beberapa pasar tadisional dan swalayan. Karkas ayam yang dijual di pasar tradisional di simpan pada suhu ruang dan tempat terbuka, sedangkan di swalayan karkas ayam dijual di dalam lemari pendingin dengan penutup plastik wrap plastic. Karkas ayam yang diambil dari pasar tradisional dijual tanpa penutup memungkinkan banyak bakteri kontaminan baik patogen maupun non patogen yang tumbuh dan memperbanyak diri pada sampel. Di pasar swalayan karkas dijual dengan dibungkus plastik memberikan kondisi atmosfer yang lebih optimal bagi pertumbuhan Campylobacter sp. yang bersifat microaerophilic, dimana adanya oksigen di udara dapat mengganggu pertumbuhan Campylobacter sp. Campylobacter sp. bersifat mikroaerofilik dan menurut Murphy et al. 2006 bakteri tersebut termasuk dalam kelompok bakteri viable but nonculturable VBNC. Nachamkin 1999 melaporkan bahwa isolasi bakteri memerlukan kondisi mikroaerofilik pada atmosfer 5 O 2 , 10 CO 2 dan 85 N 2 . Menurut Bolton dan Coates 1983 kondisi mikroaerofilik diperoleh dengan menumbuhkan isolat di dalam jar yang telah dilengkapi dengan gas generating sachet. Isolasi dilakukan dengan menumbuhkan isolat yang telah ditanam dalam media selektif dan dimasukkan ke dalam jar yang diisi CampyGen oxoid. Bakteri C. jejuni dapat tumbuh pada suhu antara 32 o C sampai 45 o C meskipun pertumbuhannnya lambat karena suhu optimum untuk pertumbuhan adalah antara 37 o C sampai 42 o C. Hasil isolasi Campylobacter sp. secara konvensional diperoleh 59 isolat Campylobacter sp. Identifikasi isolat Campylobacter sp. yang diperoleh dilanjutkan dengan uji biokimia menggunakan API Campy Biomeriux, German. Isolat Campylobacter sp. sebanyak 59 19.8 dilakukan identifikasi untuk membedakan 105 spesies Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli. Hasil uji API Campy memperlihatkan bahwa kontaminasi C. jejuni adalah 16 n=298 dan C. coli 3.6 n=298. Menurut Humphrey et al. 2007 dan Frost 2001 infeksi campylobacteriosis pada manusia terutama disebabkan oleh spesies C. jejuni namun spesies C. coli yang berasal dari saluran pencernaan hewan terutama ayam sering dilaporkan, karena sebagian besar kejadiannya gastroenteritis dapat disebabkan oleh bakteri patogen C. jejuni dan C. coli. Fang et al. 2006 dan Flyn et al. 1994 melaporkan bahwa campylobacteriosis terutama disebabkan karena mengkonsumsi daging ayam yang terkontaminasi C. jejunidan C. coli. Mendeteksi Campylobacter sp. dari bahan pangan secara konvensional menggunakan media selektif dan uji biokimiawi meskipun sensitif tetapi memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 4-6 hari dan identifikasi secara fenotipik sulit mendapatkan interpretasinya, karena pada saat stres, bakteri akan berubah menjadi viable but nonculturable VBNC sehingga bakteri Campylobacter sp. tidak dapat ditumbuhkan lagi pada media On 2001. Sifat mikroaerofilik yang sangat rentan terhadap oksigen dapat menyebabkan negatif pada hasil isolasi apabila pada saat melakukan subkultur terlalu lama kontak dengan udara terbuka. Metode PCR merupakan teknik deteksi yang memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi Mullis Faloona 1987 dan telah dikembangkan untuk identifikasi Campylobacter sp, tetapi untuk mendeteksi dari bahan pangan sensitivitasnya masih rendah Moreno et al. 2001. Isolat hasil isolasi dan identifikasi secara konvensional dari sampel yang dinyatakan positif Campylobacter jejuni selanjutnya dilakukan karakterisasi genetik menggunakan uji polymerase chain reaction PCR untuk membedakan spesies C. jejuni dan C. coli secara molekuler. Metode PCR dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan agen infeksius dengan melakukan amplifikasi DNA pada bagian daerah terpilih sehingga PCR merupakan teknik yang memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi Oyofo et al. 1992. Primer yang digunakan pada penelitian ini untuk membedakan spesies C. jejuni dan C. coli adalah gen hipO, glyA, 23S rRNA, dan fla. Gen hipO mengkode enzim hippuricase. Menurut Nakari et al. 2008 spesies C. jejuni memberikan reaksi positif pada uji hidrolisis hippurate sedangkan C. coli memberikan reaksi negatif. 106 Identifikasi C. jejuni secara PCR menggunakan gen hipO menurut Steinhauserova et al. 2001 memberikan hasil yang efektif. Peneliti Wang et al. 2002 melaporkan keuntungan gen hipO dapat digunakan untuk mendeteksi strain C. jejuni yang secara biokimia bereaksi negatif pada uji hippuricase namun hal ini menyebabkan kesulitan untuk membedakan dengan C. coli. Laporan penelitian Totten et al. 1987 isolat Campylobacter sp. yang secara fenotipik positif maupun negatif pada uji hidrolisa hippurate setelah dilakukan karakterisasi genetik hasilnya adalah seluruh uji hippurate positif adalah C. jejuni, dari strain hippurate negatif sebanyak 20 adalah C. jejuni dan 78 adalah C. coli sedangkan yang 2 adalah C. laridis. Gen glyA mengkode serine hydroxymethyltransferase bersifat sangat conserve yang terdapat pada Campylobacter thermophilik seperti C. coli, C. lari, C. upsaliensis, serta Arcobacter butzleri Al Rashid et al. 2000; Wang et al. 2002. Lokasi gen terletak pada 337-444 bp dengan ukuran 126 bp. Hasil produk PCR menggunakan sequen oligo primer glyA- F 5’ GTA AAA CCA AAG CTT ATC GTG dan lyA- R 5’ TCC AGC AAT GTG TGC AAT G adalah isolat sampel yang diuji menunjukkan hasil negatif dengan kontrol positif ATCC C. coli dan kontrol negatif ATCC C. jejuni, sehingga dapat diketahui bahwa hasil uji sampel adalah C. jejuni atau C. coli. Primer 23S rRNA sebagai kontrol gen yang merupakan bagian yang bersifat highly polymorphic yang terletak di helix antara 43 dan 69 Eyers et al.1993; Fermer Engvall 1999; Rashid et al. 2000; Wang et al. 2002. Campylobacter 23S rRNA ditampilkan sebagai bentuk helix yang terbagi dalam subdivisi alpha, beta, dan gamma Trust et al. 1994. Sequen oligo primer yang digunakan pada penelitian adalah pasangan gen C. jejuni 23S rRNA- F 5’ TAT ACC CGT AAG GAG TGC TGG AG dan C. jejuni 23S rRNA- R 5’ ATC AAT TAA CCT TCG AGC ACC G lokasi gen pada 3807-4435 dengan besaran gen target 650 bp. Primer 23S rRNA yang digunakan pada penelitian mengacu peneliti sebelumnya Wang et al. 2002 dengan target gen 650 bp dapat mendeteksi genus Campylobacter, Arcobacter, dan Helicobacter pylori. Spesies bakteri termofilik Campylobacter yang dapat dideteksi menggunakan amplikon primer 23S rRNA adalah C. jejuni, C. coli, C. lari, C. upsaliensis, C. fetus, C. hyointestinalis, dan C. sputorum. Menurut Hurtado dan 107 Owen 1997 gen 23S mampu mengamplifikasi 118 strain termasuk 15 spesies Campylobacter dan empat spesies Arcobacter. Flagella pada C. jejuni dan C. coli tersusun atas dua subunit flagellin yang disusun oleh gen flaA dan flaB. Sedangkan Gen flagellin fla adalah salah satu gen Campylobacter spp. yang bersifat highly conserve terhadap strain C. coli dan C. jejuni sehingga dapat digunakan sebagai target indentifikasi secara PCR terhadap thermophilic enteropathogenic campylobacter Oyofo et al.1992. Pada penelitian ini digunakan sekuen oligo pasangan primer Campylobacter fla- F 5’ GTA AAA CCA AAG CTT ATC GTG dan Campylobacter fla- R 5’ TCCA GCA ATG TGT GCA ATG. Gen flagellin fla merupakan salah satu gen Campylobacter yang berpotensi untuk mengidentifikasi C. jejuni dan C. coli, karena flagella C. jejuni dan C. coli tersusun dari dua subunit flagellin yaitu gen flaA dan flaB Fischer Nachamkin 1991. Menurut Oyofo et al. 1992 gen flaA dari C. coli VC167 untuk amplifikasi PCR lokasi 450 bp mampu mendeteksi C. jejuni dan C. coli, tetapi tidak mampu mendeteksi spesies yang lain seperti C. fetus, C. lari, C. upsaliensis, C butzleri. Gen flagellin merupakan highly conserve dan mampu mendeteksi secara spesifik bakteri termofilik Campylobacter sp. termasuk spesies C. jejuni dan C. coli Thornton et al. 1990; Eyers et al. 1993. Metode PCR yang telah dilaporkan digunakan untuk identifikasi Campylobacter sp. disajika pada Tabel 13. Hasil identifikasi isolat Campylobacter sp. secara PCR dapat mendeteksi adanya kontaminan bakteri patogen Campylobacter sp. pada karkas ayam dengan prevalensi 62.6 lebih sensitif dari pada metode konvensional dan mendeferensiasi spesies C. jejuni dan C. coli dari sampel karkas ayam. Hasil yang diperoleh adalah uji PCR dapat mendeteksi kontaminasi Campylobacter sp. pada daging ayam lebih tinggi 41.6 dibandingkan dengan cara konvensional 19.8. Metode PCR selain dapat mendeferensiasi spesies kontaminan Campylobacter sp. yang terdapat pada karkas ayam juga dapat mengidentifikasi keberadaan Campylobacter sp. pada feses ayam setelah dilakukan inokulasi peroral Campylobacter 10 4 cfuml pada ayam broiler Pisestyani 2010. Talukder et al. 2008 melakukan identifikasi C. jejuni dari 300 sampel feses penderita diare di Bangladesh menggunakan gen yang mengkode cytolethal distending toxin. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa metode PCR mampu mendeteksi lebih sensitif adanya kontaminan bakteri patogen Campylobacter sp. serta 108 mendeferensiasi sampai spesies pada bahan pangan terutama karkas ayam. Menurut Kulkarni et al. 2002 metode PCR mampu mengidentifikasi Campylobacter sp. sampai spesies dalam waktu yang lebih cepat daripada metode konvensional. Deteksi menggunakan metode PCR dapat dilakukan dalam waktu 2 hari, dimana pada uji konvensional memerlukan waktu 4-6 hari. Naravaneni dan Jamil 2005 melaporkan bahwa metode cepat PCR efektif digunakan untuk mendeteksi bakteri foodborne. Evaluasi menggunakan metode PCR pada bahan pangan dapat menghasilkan sensitivitas dan spesifitas yang lebih rendah apabila dilakukan menguji sampel secara langsung. Untuk itu diperlukan tahapan, sampel dikultur dalam media enrichment terlebih dahulu sebelum dilakukan analisa untuk meningkatkan viabilitas sel yang mengalami stres atau injury selama penyiapan. Sifat bakteri Campylobacter sp. sangat fragile, mikroaerofilik, dan mudah berubah menjadi VBNC dapat menyulitkan isolasi apabila dilakukan secara konvensional. Sehingga hal ini dapat memberikan hasil negatif palsu maka deteksi secara PCR dapat memberikan hasil lebih akurat. Pada penelitian ini metode PCR digunakan juga untuk deteksi Campylobacter jejuni dari feses untuk melakukan reisolasi pasca infeksi. Deteksi Campylobacter sp. secara PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi sempel feses dan lingkungan. Identifikasi secara PCR dari sempel telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Inglish dan Kalischuk 2003, sedangkan Alexandrino et al. 2004 melakukan deteksi Campylobacter sp. dari air limbah. Kelemahan metode PCR digunakan identifikasi Campylobacter sp. pada bahan pangan adalah diperlukan biaya mahal untuk reagen dan peralatan, diperlukan tahap pengkayaan untuk mendapatkan DNA template yang cukup terkait dengan deteksi limit, adanya inhibitor dari bahan pangan terutama asal hewan seperti lemak, darah, serta banyaknya jumlah bakteri yang lain dapat mengganggu tahap purifikasi DNA Englen Kelley 2000. Kejadian campylobacteriosis di Indonesia telah dilaporkan oleh Ringertz et al. 1980 dengan melakukan isolasi Campylobacter fetus subsp. jejuni dari feses manusia penderita gastroenteritis dengan gejala demam typhoid. Oyofo et al. 2002 melaporkan ditemukannya 4.4 isolat Campylobacter sp. n=6760 pada pasien penderita diare di beberapa provinsi di Indonesia. Kontaminasi Campylobacter sp. 109 pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional maupun swalayan telah dilaporkan oleh Poelongan dan Noor 2003, Abdi 2007, dan Nanang 2008. Infeksi Campylobacter jejuni dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan gejala diare, demam, dan sakit perut. Selain menyebabkan infeksi gastrointestinal, Campylobacter jejuni dapat menyebabkan infeksi non- gastrointestinal pada manusia. Kejadian infeksi gastrointestinal secara foodborne telah dilaporkan merupakan akibat mengkonsumsi bahan makanan yang telah terkontaminasi. Bakteri Campylobacter jejuni merupakan patogen zoonosis yang dapat menyebabkan campylobacteriosis pada manusia dan ditularkan dengan cara mengkonsumsi daging ayam. Tabel 13 Identifikasi Campylobacter sp. yang dideteksi secara PCR Sampel Prevalensi Jumah Sampel Gen GenusSpesies Campylobacter Sumber Karkas ayam Feses manusia Feses sapi Feses manusia IsolatCampylobacter sp. IsolatCampylobacter sp. Isolat spesies Enterobacteria Karkas ayam 28 100 18 343 25 198 0.07 50 0.94 50 - - 124 137 70.7 187 cadF outer membran protein Campylobacter sp. 16S rRNA Campylobacter thermophilic 16S rRNA Campylobacter thermophilic flaA Flagellin glyA serine hydroxymethyltransferase 23S rRNA Campylobacter thermophilic hipO hippuricase glyA serine hydroxymethyltransferase sapB2 surface layer protein hipO hippuricase Campylobacter sp. Campylobacter sp. Campylobacter sp C. coli C. jejuni C. coli, C. jejuni, C. lari, C. upsaliensis Campylobacter sp. C. jejuni C. coli C. fetus C. jejuni Jamshidi et al. 2008 Kulkarni et al. 2002 Inglish Kalischuk 2003 Oyofo et al. 1992 Al Rashid et al. 2000 Fermer Engvall 1999 Wang et al. 2002 Zhao et al. 2001 110 Saluran pencernaan ayam broiler, ayam petelur, kalkun, dan bebek merupakan lokasi yang disukai oleh bakteri Campylobacter spp. Yogasundram et al. 1989. Anak ayam yang terinfeksi Campylobacter spp. tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas dan perubahan patologis Dhillon 2006, tetapi infeksi Campylylobacter spp. secara umum dapat menyebabkan enteritis pada pada ayam dan unggas lainnya dengan gejala klinis diare. Hasil penelitian ayam yang diinfeksi menunjukkan gejala klinis berupa diare berdarah, meskipun gejala klinis yang nampak tidak memperlihatkan gejala yang khas Pisestyani 2010. Kejadian campylobacteriosis pada peternakan komersial jarang terjadi pada anak ayam berumur kurang dari 2-3 minggu, hal ini berhubungan dengan titer maternal antibody yang tinggi pada anak ayam Bull et al. 2006; Gregory et al. 1997; Jacobs- Reitsma 2000; Ring et al.2005. Bakteri Campylobacter jejuni yang terdapat di dalam sel epitel dan sel mononuklear dapat mengakibatkan kerusakan usus pada bagian jejunum dan ileum. Kerusakan sel epitel yang terjadi merupakan degenerasi dari epitel bagian superfisial sehingga terjadi pemendekan vili disertai produksi eksudat dalam lumen usus. Infeksi dapat terjadi pada lapisan yang lebih dalam lagi sehingga terjadi necrosis hemorrhagic pada lamina propria, abses pada kripta serta terjadi inflamasi Shane 2000; Stern Kazmi 1989. Skor lesi mikroskopis yang diamati pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok ayam P0.05, meskipun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun skor perubahan mikroskopis usus kelompok ayam perlakuan yang diinfeksi C. jejuni lebih tinggi dari skor pada kelompok ayam kontrol yang tidak diinfeksi Pisestyani 2010. Vashin et al. 2009, menyatakan bahwa infeksi C. jejuni dapat menyebabkan lesi berupa nekrotik pada hati burung puyuh pada hari ke-1 sampai ke-7 pasca infeksi, serta ditemukan C. jejuni sebesar 21 pada hati yang mengalami nekrotik dan 12 pada hati yang normal. Gejala klinis diare pada ayam bervariasi dari ringan sampai diare berdarah. Meskipun tidak memperlihatkan diare yang khas namun adanya gambaran mikroanatomi berupa enteric hemorrhagic pada usus dan degenerasi hepatosit dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan absorbsi sehingga bobot badan optimum tidak dapat tercapai, hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Kejadian ini dapat menyebabkan kondisi kesehatan ayam menjadi lemah sehingga sistem pertahanan tubuh ayam akan mengalami gangguan.