kaum priyayi danbendera merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi lapisan masyarakat bawah” .
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat Jawa yang ada di desa kampung Kolam masih berstatus sosial rendah, namun istilah
wongcilik tidak berlaku bagi masyarakat Jawa didesa kampung Kolam karena merekamenganggap mereka semua sama. Aktivitas masyarakat Jawa didesa
kampung Kolam kebanyakan sebagai buruh dan petani.
2.7 Bahasa
Bahasa pengantar dikalangan masyarakat Jawa didesa kampung Kolam adalahbahasa Jawa. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa didesa kampung
Kolam menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan etnis lain. Para pemainkesenian reog Ponorogo ada yang bisa berbahasa Indonesia dengan
baik ada jugayang tidak bisa sama sekali, biasanya pemain yang tidak bisa berbahasa Indonesiaadalah para sesepuh dan yang bisa para pemain yang lahir dan
besar diseda kampong Kolam tersebut. Kromo inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi ataudengan kata lain yang paling halus. Bahasa kromo ini
sering digunakan oleh orang-orangyang berpangkat, orang-orang sederajat, anak terhadap orang tuanya, muridterhadap guru, bawahan terhadap atasan, dan buruh
terhadap majikan. Bahasa seharihariyang dipergunakan oleh penduduk desa kampung Kolam adalah bahasa Ngokokarena merupakan bahasa Jawa biasa yang
sering dipergunakan oleh orang tuaterhadap anak, antar teman sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadapkuli.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kesenian
Masyarakat yang tinggal di desa-desa yang berbatasan dengan desa kampong Kolam mayoritas suku Jawa. Namun hanya desa kampung Kolam yang
mempunyai kesenian reog, Sanggar Tunas Muda Budayaberada di bawah naungan Forum MasyarakatJawa Deli. Masyarakat suku Jawa tetap menampilkan
ciri etnisnya dan mereka jugatetap menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka sehari-hari,walaupun masyarakat Jawa tersebut sudah
berdampingan dengan berbagai suku yangtinggal menetap di desa kampung Kolam. Mereka juga masih melakukan peristiwabudaya seperti ritual upacara
perkawinan, serta menghidupkan dan mempertahankankesenian tradisional mereka seperti : Ludruk, Kuda Lumping dan Reog Ponorogo.
Universitas Sumatera Utara
BAB III REOG PONOROGO DI DESA KOLAM
3.1. Ciri-ciri Reog Ponorogo
Kesenian Reog Ponorogo di desa Kolam ini merupakan kesenian rakyat yang berbentuk sendratari, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Cerita yang dimainkan dalam kesenian reog Ponorogo adalah cerita
yang memiliki nilai, makna dan simbol yang dipercaya dan alur
ceritanya mengikuti cerita yang ada secara turun temurun.
b. Pertunjukan dilakukan bukan dengan hanya sendratari melainkan
cerita yang memiliki alur yang mudah dipahami oleh masyarakat
c.
Pementasan dilakukan ditempat terbuka
d. Lamanya pertunjukan tidak terbatas tergantung keinginan
penyelenggaranya.
e. Menggunakan musik yang dihasilkan oleh bunyi alat-alat musik
tradisional seperti gong, salompret, kendang, angklung dll.
f.
Iring-iringan keliling desa
g. Tidak menggunakan unsur-unsur magis melainkan fisik dan
kerjasama sesama anggota
h. Topeng dhadak merakyang menjadi ciri khas kesenian reog yaitu
topeng dalam bentuk kepala harimau dan di atasnya bulu burung
merak sebagai keindahannya yang beratnya mencapai 60kg.
i.
Penonton menjadi satu dan intim dengan pemain
Universitas Sumatera Utara
j. Nilai yang dramatik dilakukan spontan dan dapat menjadi satu dalam
adengan yang sama antara sedih dan gembira maupun tertawa.
M. Fauzannafi mengatakan pada mulanya dan menurut sejarahnya penari Gemblakatau penari anak kecil yang manis yang dahulu anak laki- laki yang
didandani seperti perempuan dan dalam perannya penari anak laki laki ini dimanja dan disayangi kemudian menjadi ajang rebutan oleh penari singobarong, dan
kenapa penari tersebut bukan anak perempuan karena dalam sejarahnya pada masa itu bahwa perempuan itu tidak diperbolehkan dan menjadi pantangan pada
kesenian reog dan akan merusak kesakralan dan tabu dalam pertunjukan kesenian reog tersebut.
Dari penjelasan di atas hal tersebut tidak dijumpai lagi pada kesenian reog Ponorogo yang ada di desa Kolam melainkan penari gemblak pada saat ini
diperankan oleh anak perempuan yang manis, berikut hasil wawancara peneliti dengan informan:
“ memang dulu disini juga yang memerankan penari gemblak adalah anak laki-laki, dan sesuai pada perkembangan
jamannya juga pada tahun 70an dirubah yang memerankan penari gemblak adalah anak perempuan, karena kita ketahui
sendiri bahwasannya manusia diciptakan yaitu antara laki-laki dan perempuan yang saling berpasangan,jadi kalau laki-laki
suka sama laki-laki kan salah, karena itulah kami menggantikannya dengan penari perempuan” selamet 40
tahun
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwasannya ada perubahan yang terjadi pada kesenian reog Ponorogo di desa Kolam dalam
pertunjukannya. Seperti yang dikatakan oleh Redcliffe-Brown 1965: 192
Universitas Sumatera Utara
memberikan pengertian tentang perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yaitu :
“Kehidupan tidak bersifat statis seperti sebuah bangunan, akan tetapi bersifat dinamis, seperti kehidupan struktur organik suatu
kehidupan. Sepanjang kehidupan suatu organisme diperbarui; demikian halnya dengan kehidupan sosial manusia senantiasa
mengalami pembaharuan struktur sosialnya. Oleh karena itu, hubungan nyata diantara manusia dengan kelompoknya selalu
berubah dari tahun ke tahun, atau dari hari ke hari. Anggota baru memasuki sebuah komunitas melalui kelahiran ataupun
perpindahan; anggota yang lainnya meninggalkan komunitasnya karena mati atau berpindah ketempat lain. Ada perkawinan atau
perceraian. Sahabat mungkin jadi musuh, atau musuh mungkin berdamai dan kemudian menjadi sahabat”.
Pada pertunjukan reog Ponorogo di desa Kolam dalam pertunjukannya dilaksanakan di tempat terbuka, sehingga penonton dan pemain bisa berbaur
dalam pertunjukan tersebut, pada saat melakukan penelitian, peneliti melihat antusiasme para penonton begitu tinggi dari semua kalangan, baik yang tua, muda
dan anak-anak.
3.2. Pertunjukan Reog Ponorogo di Desa Kolam