Reog Ponorogo dan Kesenian Jawa Lainnya di Desa Kolam

f. Selompret berfungsi membawa lagu melodi dan aba-aba sebelum gamelan dimainkan. Gambar 13 Gambar pribadi, alat musik slompret,2015

3.12. Reog Ponorogo dan Kesenian Jawa Lainnya di Desa Kolam

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 2, Desa Kolam adalah sebuah desa yang mayoritas masyarakatnya suku jawa, selain itu desa Kolam juga memiliki beberapa jenis kesenian jawa yang masih dapat bertahan hingga sekarang, diantaranya kesenian Ludruk, kuda lumping dan Reog Ponorogo. Berikut beberapa penjelasan singkat mengenai Reog Ponorogo dan kesenian- kesenian jawa yang ada di desa Kolam. Universitas Sumatera Utara Masuknya kesenian reog Ponorogo di daerah desa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang adalah pada tahun 1966 yang pertama kali didirikan oleh Bapak Supandi dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut cerita yang peneliti dapatkan adalah bahwasannya pada masa tahun 1965 terjadi masa transmigrasi dari pulau jawa ke daerah Sumatera Utara, yang sebagian masyarakatnya datang sebagai pekerja kuli bangunan maupun sebagai pekerja buruh tani, dan menurut pengakuan dari bapak supandi adalah pada masa itu beliau awalnya bekerja sebagai kuli bangunan. Awal mula berdirinya kesenian reog di desa Kolam itu terjadi karena kesepakatan bersama yang sama-sama ingin melestarikan kesenian reog Ponorogo, dan juga menurut pengakuan bapak supandi, sebenarnya dahulu terbentuknya kesenian reog Ponorogo tidak lain hanya sebagai hiburan bagi masyarakat Ponorogo yang ada di desa tersebut yang sebagian besar adalah pekerja kuli bangunan, karena dengan pertunjukan hiburan kesenian reog menurut mereka dipercaya dapat menghilangkan rasa capek ketika bekerja, sebelum terjadinya masa transmigrasi, pak supandi sudah dahulu menjadi anggota kesenian reog Ponorogo di daerah Ponorogo, dan rekan-rekan anggota kesenian reog yang terlibat dalam masa transmigrasi tersebut sebagian sudah meninggal dan lainnya masih ada tetapi bukan di daerah desa Kolam melainkan kebanyakan di daerah Asahan, Jambi, Sulawesi. Beberapa informasi yang peneliti temui, memang menyebutkan bahwa salah satu pengertian kata “ Reog” atau “Reyog” berasal dari kata “ Riyet” atau kondisi bangunan yang hampir rubuh, dan suara gamelan reog yang bergemuruh itulah yang diidentikan dengan suara “ Bata Rubuh” Universitas Sumatera Utara Reog merupakan kesenian sendatari yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur. Sendratari dimainkan berlatar belakang sejarah. Prabu Kelono Sewandono dari wengker Ponorogo bermaksud meminang putri Kilisuci putri raja Air Langga dari Kediri. Utusan dipimpin oleh Senopati Bujangganong, di tengah jalan rombongan utusan dikalahkan pasukan merak dan harimau di bawah Singobarong. Akhirnya rombongan dipimpin langsung oleh Prabu Kelono Sewandono. Setelah Singobarong dapat dikalahkan , maka pasukan merak dan harimaunya membantu Prabu kelono Sewandono melamar putri Kilisuci. Iringan tabuhan yang keras dan bersemangat menandai rombongan reog,diantara alat-alatnya adalah salompret,ketipung, kendang, kenong, gong, angklung dengan nada selendro. Banyak daerah di Sumatera Utara yang memiliki kesenian reog Ponorogo, akan tetapi pada saat sekarang ini reog Ponorogo sangat sulit ditemukan. Semua hal ini terjadi karena selain memang kesenian ini adalah bukan asli dari daerah Sumatera Utara juga melainkan keberadaan kesenian reog Ponorogo banyak yang tidak bisa bertahan di daerah dan lingkungan yang modern, seperti yang di ungkapkan oleh informan sebagai berikut. “ kesenian reog Ponorogo di daerah sumatera utara memang semakin hari semakin berkurang, seperti contohnya di daerah deli serdang juga hanya tinggal sedikit dan hanya tinggal beberapa saja, mungkin hal tersebut tidak bisa bertahan di jaman yang sudah modern ini, semua masyarakat sekarang serba praktis dan gak mau ribet, ya seperti saya ini selaku salah satu pelatih kesenian reog Ponorogo di desa ini yang begitu merasakan akan dampak terhadap lingkungan modern ini, selain melestarikan juga kami berusaha untuk bertahan” Selamet 40 tahun Universitas Sumatera Utara Selain hal tersebut yang menyebabkan mulai berkurangnya kesenian reog Ponorogo di Sumatera Utara, adanya pertunjukan hiburan yang modern seperti organ tunggal 18F 19 yang sering diadakan untuk menghibur masyarakat desa Kolam. Dengan mulai berkurangnya kesenian reog Ponorogo di daerah sumatera utara, membuat sekelompok anak muda desa Kolam yang tutur dan latar belakangnya dengan keluarga yang berasal dari daerah Ponorogo, mempunyai keinginan yang kuat untuk mempertahankan kesenian reog Ponorogo agar tidak hilang ditelan masa, khususnya masyarakat desa Kolam. Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan. “ saya lahir dan besar disini mas, ibu saya pun orang sini mas, bapak saya lahir di Ponorogo dan kakek saya sebelum meninggal dulu juga sebagai salah satu pemain reog Ponorogo, karena saya merasa kesenian reog ini punya kakek saya , ya saya sebagai cucunya harus mempertahankan kesenian ini mas, dan saya tidak malu sama teman-teman sebaya saya, justru saya bangga bisa melestarikan kesenian yang menjadi identitas daerah kampung bapak saya Anto 19 tahun Kelompok kesenian reog Ponorogo ini didirikan dan dipimpin oleh Bapak Supandi, beliau adalah pendiri pertama pada kesenian reog Ponorogo di desa Kolam dari tahun 1966. Nama sanggar kesenian reog Ponorogo yang ada di desa Kolam ini adalah “ Tunas Muda Budaya”. Selain pertunjukan sebagai hiburan penonton, kelompok kesenian reog Ponorogo di desa Kolam ini telah mengikuti berbagai macam festival budaya dan telah mendapat beberapa piagam penghargaaan dari pemerintah, bahkan pertunjukan reog Ponorogo juga pernah tampil di USU selama dua hari dalam rangka untuk melestarikan budaya yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah 19 Organ tunggal sama juga keyboard yang ada di Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dan bekerja sama dengan pihak pemerintahan USU pada tahun 2000, kelompok kesenian Tunas Muda Budaya adalah salah satu yang mengikuti festival budaya tersebut. Selain kekompakan, keserasian pakaian yang sesuai dengan peran juga memberikan nilai tambah terhadap kelompok kesenian reog Ponorogo tersebut. Semangat yang diperlihatkan oleh penonton tidak hanya pada pertunjukan berlangsung, tetapi masyarakat merupakan pendukung dari acara kesenian reog, baik dalam festival maupun pertunjukan yang diadakan untuk mengisi acara pada perkawinan, khitanan maupun acara lainnya. Mereka rela menonton sampai pertunjukan selesai, biasanya pertunjukan tersebut berlangsung sampai 5 jam atau lebih. Secara tidak langsung masyarakat tersebut ikut serta dalam mempertahankan kesenian reog Ponorogo di desa Kolam dengan cara menyaksikan pertunjukan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu dari penonton, “ bentuk budaya memang banyak, dan saya adalah salah satu orang yang cinta terhadap budaya itu, seperti kesenian reog di desa Kolam ini, saya rela menonton sampai pertunjukan selesai, karena saya sangat menikmati pertunjukan reog dan banyak nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian reog ini” pak Sugi 45 tahun Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa kesenian reog adalah bukan berasal dari daerah sumatera melainkan daerah jawa timur, dimana kesenian reog ini tepatnya di desa Kolam keberadaannya masih eksis di tengah lingkungan dan prilaku masyarakat yang modern. Menurut Haris Supratno 1996 faktor kepunahan seni pertunjukan disebabkan, antara lain karena 1 semakin berkembangnya kebudayaan atau kesenian populer, 2 Semakin banyaknya hiburan melalui televisi dan radio 3 Seni pertunjukan tidak dapat beradaptasi dengan kebudayaan modern, 4 Universitas Sumatera Utara Masyarakat sudah semakin maju dan sangat sibuk sehingga tidak sempat menonton seni pertunjukan tradisional, dan 5 Masyarakat jarang mau menanggap seni pertunjukan tradisional karena pada umumnya sudah berpikir secara praktis dan hemat. Pada perkembangannya, struktur pertunjukan mulai bergeser menyesuaikan perkembangan budaya masyarakat, karakter masyarakat lebih cenderung pada budaya modern yang lebih mengutamakan unsur kepraktisan, maka hal itu berdampak pula pada seni pertunjukan tradisional di daerah-daerah yang sudah tergolong modern, seni pertunjukan tradisional yang dapat hidup dalam budaya masyarakat yang senantiasa berkembang adalah seni pertunjukan yang dapat beradaptasi dengan budaya masyarakatnya. Penjelasan yang dikemukakan diatas menunjukan bahwasannya kesenian tradisioanal akan berkurang peminatnya karena faktor perkembangan jaman yang semakin modern, namun tidak dengan kesenian reog Ponorogo yang ada di desa Kolam, walaupun daerah dan jaman yang modern akan tetapi kesenian reog ini masih tetap bertahan dan dapat dilestarikan walaupun dalam mempertahankan dan melestarikan budaya kesenian tradisional ini penuh dengan rasa kekhawatiran, seperti yang dikatakan oleh salah satu informan sebagai berikut : “anak-anak jaman sekarang kelakuannya sudah banyak yang menyimpang dari ajaran agama, khususnya didesa Kolam ini, yang sudah bercampur dengan budaya barat, seperti pakai narkoba, pelecehan seksual, pergaulan bebas, merokok, dan moralnya pun memprihatinkan, maka dari itu saya disini akan terus bertahan untuk mempertahankan kesenian reog ini, karena di dalam kesenian reog ini banyak makna dan nilai yang terkandung untuk membentuk karakter kepribadian anak bangsa, saya berharap peran pemerintah agar lebih memperhatikan kesenian tradisional ini “ Agus, 57 tahun Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah diketahui bahwa kesenian reog Ponorogo ini sudah sulit di temui khususnya di daerah Sumatera Utara, hal tersebut dikarenakan masuknya budaya luar yang menyebabkan terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat tradisional. Arus globalisasi sangat besar berpengaruh terhadap perubahan, begitu juga perubahan dalam bidang seni, hal ini disesabkan dengan adanya tayangan televisi yang disaksikan setiap harinya. Banyak tayangan yang mempertontonkan hiburan-hiburan yang modern, seperti konser musik dan lain-lain. Belum lagi siaran televisi internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang semakin banyak dimiliki oleh masyarakat khususnya desa Kolam. Sementara itu kesenian-kesenian modern yang tersaji melalui kaset, vcd, yang berasal dari mancanegara terus mengalir dimata kita walaupun keberadaan teknologi juga sebagian besar banyak yang mengarah pada hal yang positif. Fakta demikian melihat betapa negara-negara tehknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya. Peristiwa seperti itu mau tidak mau berpengaruh terhadap keberadaan kesenian tradisioanal seperti kesenian reog Ponorogo yang ada di desa Kolam. Padahal kesenian tradisional merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasioanal yang perlu dijaga dan dilestarikan. Dengan informasi yang semakin canggih seperti saat sekarang ini, masyarakat disuguhi banyak pilihan tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam. Namun kesadaran masyarakat akan bergesernya fungsi kesenian reog Ponorogo di desa Kolam ini membuat mereka para anggota kesenian reog Ponorogo yaitu Tunas Muda budaya membangkitkan kembali kesenian reog Ponorogo yang telah ada dan harus dipertahankan. Universitas Sumatera Utara • Ludruk Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialogmonolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski terkadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek tukang becak, peronda, sopir angkotan 19F 20 . Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerakan “Pak Sakera”, seorang jagoan Madura. Ludruk berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu sejarah maupun dongeng, dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari biasanya kalangan wong cilik. 20F 21 Pementasan ludruk di desa Kolam biasanya dilakukan pada malam hari dan pada acara-acara tertentu,waktu pementasan hampir sama dengan pementasan pertunjukan reog, dimana sering dilakukan pada hari-hari besar atau juga acara- acara seperti acara malam 17 agustus yang biasanya rutin di gelar. 20 Sumber internet, httpkesenian-ludruk.ac.id di akses 18 april 2015.11:30 21 Wawancara dengan Bapak Sutikno selaku pemain ludruk Universitas Sumatera Utara • Kuda Lumping Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia ,Suriname, Hongkong, Jepang dan Amerika. 21F 22 Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 22F 23 Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan 22 Sumber internet, httpwikipedia-kudalumping.com diakses 18 april 2015. 11:30 23 Sumber dari buku Supartono” Sejarah Seni Rupa II” halaman 45 Universitas Sumatera Utara pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog abad ke 8. Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda. 23F 24 Penjelasan di atas adalah pengertian dari kesenian kuda lumping secara umum, kesenian kuda lumping atau yang sering disebut jaran kepangoleh masyarakat desa Kolam, Kec. Percut sei tuan adalah tidak jauh berbeda seperti yang dijelaskan diatas yaitu dalam melakukan pertunjukan yang menjadi khas adalah penari jhatilan dengan menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam, kesenian jaran kepang di desa Kolam yang peneliti lihat itu memang tidak lepas dari unsur magis, kenapa demikian karena pada saat melakukan pertunjukan juga dengan pertunjukan magis yaitu diantaranya kesurupan maupun 24 Sumber internet, httpsejarah-kuda-lumping.com diakses 19 april. 17.30 Universitas Sumatera Utara kebal dengan benda tertentu. Berikut penjelasan dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu pemain jaran kepang. “Yang menjadi ciri kuda kepang itu memang kesurupan, namun tujuannya itu hanya untuk menghibur dan melestarikan kesenian yang sudah menjadi turun temurun, dan itu tidak berbahaya karena semua itu ada yang mengendalikan yaitu pawang, jadi itu aman”.Toyo 34 tahun PerbedaanPersamaan Reog Ponorogo Dengan Kesenian Ludruk dan Kuda Lumping sebagai berikut:. Reog Ponorogo Kuda lumping Ludruk • Bentuk Pertunjukan: Pertunjukan berbentuk sendratari yang dimainkan di lapangan terbuka area yang cukup luas dan arak-arakan keliling desa. • Ciri Khas : 1. Topeng Dhadak Merak yang mencapai 3 meter dan berat sekitar 60kg 2. Alat musik selompret sebagai pengiring musik 3. Arak-arakan keliling desa 4. Tidak menggunakan magis dalam pertunjukan 5. Adegan lucu menggoda penari jhatilan • Bentuk Pertunjukan: Pertunjukan sendratari dan dimainkan pada lapangan terbuka namun tidak ada arak-arakan keliling desa. • Ciri khas : 1. Pertunjukan dengan tarian jawa yang serempak 2. Adegan kesurupan 3. Atraksi kebal dengan senjata tajam dan terkadang memakan kaca 4. Adanya pengaruh unsur magis dan supranatural 5. Menggunakan kuda yang terbuat dari • Bentuk pertunjukan: Pertunjukan dalam bentuk drama musikal yang menceritakan kehidupan sehari-hari dan disajikan secara humor maupun sindiran. Tempat pelaksanaannya di panggung. • Ciri khas : 1. Digelarkan di sebuah panggung 2. Tari remo sebagai tarian pembuka 3. Tidak ada unsur magis 4. Alur cerita yang mudah dipahami 5. Dialog bersifat menghibur dan membuat penontonya tertawa 6. Biasanya pertunjukan dilakukan Universitas Sumatera Utara 6. Cerita yang dibawakan berdasarkan sejarah 7. Gerakan tarian yang variatif 8. Alur cerita yang mudah dipahami 9. Penari jhatil menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman bambu anyaman bambu dan pecut 6. cerita yang dibawakan tidak memiliki alur namun menunjukan pada kondisi saat sedang perang dimalam hari 7. Adanya bintang tamu dari budaya lain seperti Madura ataupun batak. 8. Diiringi dengan musik yang dihasilkan alat musik tradisional jawa Universitas Sumatera Utara BAB IV FUNGSI KESENIAN REOG PONOROGO PADA MASYARAKAT DI DESA KOLAM 4.1. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Kesenian Reog Ponorogo Adanya nilai-nilai yang terkandung di dalam reog yang menyebabkan masyarakat ataupun pemain reog itu sendiri tetap mempertahankan dan melestarikan kesenian reog. Mengenai orientasi nilai yang dikembangkan oleh Clyde Kluckhohn dan istrinya Florence Kluckhohn, mereka beranggapan bahwa dalam rangka sistem budaya dari tiap kebudayaan ada serangkaian konsep-konsep yang abstrak dan luas ruang lingkupnya yang hidup dalam alam pikiran dari sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan bernilai dalam hidup. Dengan demikian, maka sistem nilai budaya itu juga berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya. Dalam kesenian reog Ponorogo di desa Kolam juga terdapat hal yang dikemukakan oleh Kluckhohn. Dimana kesenian reog juga memberikan nilai dan makna hidup yang harus dipahami oleh masyarakat, dalam pertunjukan reog Ponorogo tersebut disampaikan melalui cerita-cerita yang dipertunjukan, dan juga dengan gerakan-gerakan tarian yang dibawakan. Universitas Sumatera Utara Dalam kamus linguistik harimurti,2001:132 pengertian makna dijabarkan sebagai berikut: 1. Maksud pembicara; 2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia 3. Hubungan dalam arti kesepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukannya. 4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Makna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah makna yang terkandung dalam kesenian reog Ponorogo di desa Kolam. Dalam hal ini kesenian tradisional Reog Ponorogo memiliki nilai-nilai tradisi yang dianggap penting yang berupa simbol dalam pertunjukannya. Penjelasan yang disampaikan oleh informan yaitu bapak Selamet dijelaskan bahwa cerita yang dibawakan oleh pertunjukan reog memiliki nilai estetis yaitu misalkan dalam cerita tentang reog ponorog yaitu Prabu Kelono Suwandono dari wengker bermaksud meminang putri kili suci putri air langga dari kediri, utusan dipimpin oleh Senopati Bujangganong, di tengah jalan rombongan dikalahkan pasukan merak dan harimau di bawah singobarong. Akhirnya rombongan dipimpin langsung oleh Prabu Kelono Sewandono setelah Singobarong dapat dikalahkan, maka pasukan merak dan harimaunya membantu Prabu untuk melamar Kili Suci, dari penggalan cerita yang dijelaskan diatas makna dan simbol yang dimaksud adalah pasukan singobarong dilambangkan sebagai setan yang selalu menggoda manusia, dan lambang dari harimau dan merak sebagai kekuatan Universitas Sumatera Utara setan itu namun tidak dapat mengalahkan si Prabu yang dilambangkan sebagai manusianya karena memiliki niat dan keyakinan yang kuat untuk mencapai tujuan, dan makna yang terkandung pada penggabungan harimau dan merak itu adalah simbol dari kekuatan yaitu menjadi satu yang dinamakan dhadak merak yang artinya bahwa dalam kehidupan agar memiliki kekuatan maka semua elemen harus sama-sama bersatu untuk mencapai suatu tujuan dengan tetap memegang teguh kedamaian dan keindahan yang dilambangkan ekor merak yang mekar.

4.2. Fungsi Reog Ponorogo Dalam Seni Pertunjukan