58
3. Daya Kembang Pati swelling power dan Kelarutan
Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air
Balagopalan et al., 1988. Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati
dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan
pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30 Winarno, 2002. Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang
swelling. Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus
saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang, sehingga viskositas meningkat hingga volume
hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati Swinkels, 1985. Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul
dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan Moorthy, 2004. Swelling
merupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin Li dan Yeh, 2001. Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusi
dalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat korelasi yang negatif antara swelling power dengan kadar amilosa, swelling power menurun
seiring dengan peningkatan kadar amilosa Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Li dan Yeh, 2001. Amilosa dapat membentuk kompleks dengan
lipida pada pati sehingga dapat menghambat swelling Charles et al., 2005.
Swinkels 1985 menyatakan bahwa nilai swelling power dapat diukur pada kisaran suhu terbentuknya pasta pati, yaitu sekitar 50-95°C
dengan interval 5°C. Menurut Pomeranz 1991, swelling power dapat diukur pada interval suhu 5°C pada kisaran suhu gelatinisasi sampai
100°C. Sementara itu, Li dan Yeh 2001 mengukur swelling power dan kelarutan pati dengan interval 10°C yaitu pada suhu 55°C, 65°C, 75°C,
85°C, dan 95°C. Pengukuran swelling power dapat dilakukan dengan
59 membuat suspensi pati dalam botol sentrifusa lalu dipanaskan selama 30
menit pada suhu yang telah ditentukan. Kemudian bagian yang cair supernatan dipisahkan dari endapan. Swelling power diukur sebagai
berat pati yang mengembang endapan per berat pati kering. Tepung tapioka memiliki swelling power yang besar Balagopalan et al., 1988.
Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut
dalam air ini dapat diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat pengukuran swelling power. Menurut Fleche 1985, ketika
molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah
molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula
pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak
mengeluarkan amilosa. Menurut Pomeranz 1991, kelarutan pati semakin tinggi dengan
meningkatnya suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukur
berat supernatan yang telah dikeringkan dari hasil pengukuran swelling power. Solubilitas atau kelarutan pati tapioka lebih besar dibandingkan
pati dari umbi-umbi yang lain.
4. Gelatinisasi Pati