ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT

51 Berdasarkan hasil analisi uji korelasi ternyata diperoleh korelasi yang rendah antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power maupun kelarutan Lampiran 7d. Hal ini ditunjukan dengan rendahnya nilai koefisien korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power r=0.264 maupun dengan kelarutan r=0.337. Hal ini dapat terjadi karena proses yang berbeda antara analisis swelling power dan kelarutan dengan analisis pengembangan papatan. Kemampuan pati dalam menyerap air swelling power dan kelarutannya tidak dapat menunjukan kemampuan pati untuk mengembang ketika dipanaskan dalam media minyak penggorengan. Menurut Fleche 1985, pati yang memiliki pH lebih rendah adalah pati yang lebih cepat untuk terhidrolisis pada ikatan α 1,4. Asam dapat mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat dalam pati, sehingga menyebabkan granula pati lebih mudah untuk mengembang Taggart, 2004. Dalam penelitian ini diperoleh korelasi yang sangat lemah antara pH dengan tingkat pengembangan dengan koefisien korelasi r sebesar -0.194 Lampiran 7e. Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan sifat amilografi sampel menunjukan korelasi yang negatif. Koefisien korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan viskositas puncak r=-0.597, setback r=-0.403, breakdown r=-0.559 dan stabilitas pasta fase pendinginan r=-0.209 menunjukan korelasi yang negatif. Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan sifat amilografi sampel cukup erat tetapi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembangan papatan tidak secara langsung dipengaruhi swelling power dan kelarutan, pH maupun sifat amilografi sampel tepung tapioka Lampiran 7f.

D. ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT

Pengukuran kerenyahan secara objektif dilakukan dengan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Kerenyahan dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan bentuk deformasi, dengan satuan gram force gf. Berdasarkan hasil 52 pengukuran diperoleh gaya gf yang berbeda-beda untuk masing-masing penyalut pada produk kacang salut. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa gaya dan jarak paling rendah dihasilkan pada penyalut yang dibuat dari tapioka F, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyalut yang dibuat dari tapioka F memiliki kerenyahan yang paling tinggi. Tabel 18. Hasil pengukuran gaya gf dan jarak mm, serta skor kerenyahan sampel penyalut pada produk kacang salut No. Penyalut Gaya gf Jarak mm Skor kerenyahan 1. Tapioka A 4064.04 a 0.496 4.043 a 2. Tapioka B 6089.26 b 0.637 3.435 b 3. Tapioka C 3587.02 a 0.448 4.587 a 4. Tapioka D 5793.90 b 0.781 3.391 b 5. Tapioka E 5449.04 b 0.775 4.087 a 6. Tapioka F 1162.58 c 0.407 5.391 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata P0.05 Berdasarkan uji lanjutan Duncan, gaya gf yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dengan tapioka A dan C, begitu pula antara gaya gf yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dari tapioka B, D, dan E, maupun MOCAL P0.05. Oleh karena itu, untuk membandingkan kerenyahan penyalut yang dihasilkan dari sampel lainnya dilakukan uji organoleptik terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Anonim 2005 menyatakan, dalam membandingkan kerenyahan antara dua sampel yang memiliki gaya force dan jarak distance yang berbeda dapat dilakukan dengan uji organoleptik untuk mengetahui sampel yang memiliki kerenyahan lebih tinggi. Skor kerenyahan yang dihasilkan dari uji organoleptik dapat dilihat juga pada Tabel 18 di atas. Berdasarkan uji Duncan disimpulkan bahwa skor kerenyahan penyalut pada produk kacang salut berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Selanjutnya, hasil uji lanjutan Duncan menunjukan bahwa kerenyahan tertinggi penyalut pada produk kacang salut tetap dimiliki oleh penyalut yang dibuat dari tapioka F, sedangkan penyalut yang memiliki 53 r2 = 0.6847 1 2 3 4 5 6 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 Rasio amilosa: amilopektin Sk or k ereny aha n kerenyahan terendah adalah yang dibuat dari MOCAL. Sementara itu, kerenyahan penyalut yang dibuat dari tapioka B dan D tidak berbeda nyata, begitu juga dengan kerenyahan penyalut yang dibuat dari tapioka A, C, dan E tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Berdasarkan uji organoleptik, urutan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut dimulai dari penyalut yang dihasilkan dari tapioka F, lalu penyalut dari tapioka C, penyalut dari tapioka E, penyalut dari tapioka A, penyalut dari tapioka B, dan yang terakhir penyalut yang dihasilkan dari tapioka D. Korelasi antara skor kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin menunjukan hubungan yang erat antar keduanya dan signifikan P0.05. Hal ini ditunjukan dengan tingginya koefisien korelasi r antara kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin yaitu -0.827 Lampiran 7g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matz 1992 yaitu tingkat pengembangan dan tekstur dari makanan ringan snack dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Pati yang memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberikan karakter produk yang fragile mudah pecah, sedangkan amilosa akan memberikan tekstur yang lebih tahan terhadap kemudahan untuk pecah. Sehingga berdasarkan hasil analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin pada tepung tapioka maka kerenyahan penyalut yang dihasilkan akan semakin tinggi Gambar 15. Gambar 15 . Korelasi antara skor kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin 54 Korelasi antara kerenyahan dengan swelling power dan kelarutan, pH serta sifat amilografi juga menunjukan hubungan yang sangat lemah. Koefisien korelasi antara skor kerenyahan dengan swelling power dan kelarutan yaitu -0.061 dan 0.449, kemudian koefisien korelasinya dengan pH yaitu -0.547. Korelasi antara skor kerenyahan dengan sifat amilografi yaitu dengan viskositas puncak r=-0.640, dan setback r=-0.650 breakdown r=- 0.789 dan stabilitas pasta fase pendinginan r=-0.552, menunjukan korelasi yang negatif. Korelasinya cukup erat tetapi tidak signifikan P0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa skor kerenyahan tidak secara langsung dipengaruhi oleh swelling power dan kelarutan, pH, maupun sifat amilografi sampel tepung tapioka Lampiran 7h, 7i, dan 7j. Korelasi antara kerenyahan dan tingkat pengembangan papatan juga menunjukan hubungan yang sangat erat. Hal ini ditunjukan dengan besarnya koefisien korelasi r antar keduanya pada taraf signifikansi 0.05 yaitu sebesar 0.748. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengembangan papatan, penyalut yang dihasilkan akan semakin renyah Lampiran 7k. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik tepung tapioka yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin, karena korelasinya berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Karakteristik tepung tapioka dan MOCAL yang lainnya, seperti pH, swelling power dan kelarutan, sifat amilografi viskositas puncak, setback, stabilitas pasta panas breakdown, dan stabilitas pasta dingin masih memiliki korelasi dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut produk kacang salut, tetapi tidak berpengaruh secara langsung kepada produk karena tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. 55

E. KARAKTERISTIK TAPIOKA F YANG MENGHASILKAN KERENYAHAN PENYALUT TERTINGGI