49
e. Stabilitas pasta selama fase pendinginan
Stabilitas pasta dingin diperoleh dari selisih viskositas selama pendinginan pada suhu konstan 50°C. Stabilitas pasta dingin
digunakan untuk mengetahui kestabilan pasta pati terhadap proses pengadukan selama pendinginan setelah pemasakan. Viskositas yang
tinggi menunjukan stabilitas pasta dingin yang lebih rendah, karena perubahan viskositasnya selama pendinginan konstan sangat besar.
Tapioka F memiliki nilai stabilitas pasta dingin paling tinggi yaitu 50 BU dan 40 BU. Hal ini menunjukan kemampuan ikatan antara
molekul tapioka F terhadap air cenderung tinggi selama pendinginan dan tidak terlalu terpengaruh oleh proses pengadukan, sehingga
stabilitasnya selama fase pendinginan pada suhu konstan 50°C lebih stabil. Nilai stabilitas pasta dingin yang terendah dimiliki oleh tapioka
E yaitu 150 BU. Hal ini menunjukan bahwa stabilitas pasta dingin pada tapioka E cenderung kurang stabil akibat pengadukan, sehingga
peningkatan viskositasnya selama pendinginan pada suhu konstan 50°C cukup tinggi.
Berdasarkan uji korelasi, terdapat korelasi antara kadar amilosa dengan stabilitas pasta pada fase pendinginan r=0.542, tetapi
korelasi antara keduanya tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05.
C. ANALISIS TINGKAT PENGEMBANGAN PAPATAN
Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa tingkat pengembangan papatan dari tiap sampel berbeda Tabel 17. Tingkat pengembangan
papatan tertinggi dimiliki oleh tapioka F yaitu 596.93, sedangkan tingkat pengembangan papatan yang terendah dimiliki oleh tapioka B yaitu
279.45.
50
Tabel 17.
Tingkat pengembangan papatan sampel
No. Sampel Tingkat
pengembangan
1. Tapioka A
366.53 2. Tapioka
B 279.45
3. Tapioka C
482.54 4. Tapioka
D 309.60
5. Tapioka E
527.12 6. Tapioka
F 596.93
Menurut Matz 1992, tingkat pengembangan dan tekstur dari makanan ringan snack dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Pati yang
memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberikan karakter produk yang fragile mudah pecah, sedangkan amilosa akan memberikan
tekstur yang lebih tahan terhadap kemudahan untuk pecah. Berdasarkan uji korelasi, diperoleh korelasi yang sangat kuat antara rasio amilosa dan
amilopektin dengan tingkat pengembangan papatan r=-0.846, dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Hal ini menunjukan bahwa
semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin maka papatan yang dihasilkan akan semakin mengembang Gambar 14.
Gambar 14 . Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan
rasio amilosa dan amilopektin
r2 = 0.7154
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
0.30 Rasio amilosa:amilopektin
tingk at
pengem bang
an
51 Berdasarkan hasil analisi uji korelasi ternyata diperoleh korelasi yang
rendah antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power maupun kelarutan Lampiran 7d. Hal ini ditunjukan dengan rendahnya nilai
koefisien korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power r=0.264 maupun dengan kelarutan r=0.337. Hal ini dapat terjadi
karena proses yang berbeda antara analisis swelling power dan kelarutan dengan analisis pengembangan papatan. Kemampuan pati dalam menyerap
air swelling power dan kelarutannya tidak dapat menunjukan kemampuan pati untuk mengembang ketika dipanaskan dalam media minyak
penggorengan. Menurut Fleche 1985, pati yang memiliki pH lebih rendah adalah pati
yang lebih cepat untuk terhidrolisis pada ikatan α
1,4. Asam dapat mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat dalam pati, sehingga
menyebabkan granula pati lebih mudah untuk mengembang Taggart, 2004. Dalam penelitian ini diperoleh korelasi yang sangat lemah antara pH dengan
tingkat pengembangan dengan koefisien korelasi r sebesar -0.194 Lampiran 7e. Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan sifat
amilografi sampel menunjukan korelasi yang negatif. Koefisien korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan viskositas puncak r=-0.597,
setback r=-0.403, breakdown r=-0.559 dan stabilitas pasta fase
pendinginan r=-0.209 menunjukan korelasi yang negatif. Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan sifat amilografi sampel cukup erat
tetapi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 P0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembangan papatan tidak secara langsung
dipengaruhi swelling power dan kelarutan, pH maupun sifat amilografi sampel tepung tapioka Lampiran 7f.
D. ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT