diberikan didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan discoverable ideas bukan mengada-ada Uno: 2009.
Inkuiri mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan model pembelajaran lain. Kelebihan model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya 2011: 208, antara
lain: 1 pembelajaran menekankan pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang; 2 memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar sesuai gaya belajar masing-masing; 3 memberikan kesempatan kepada siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata untuk bereksplorasi.
Inkuiri dapat diimplementasikan pada media pembelajaran yang digunakan siswa. Pembelajaran sains menggunakan media LKS berbasis inkuiri
diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar sekaligus memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui kegiatan penyelidikan ilmiah sehingga
pembelajaran lebih bermakna.
2.2 Integrasi Pendidikan Karakter
Globalisasi yang dilandasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan banyak pengaruh terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan
gaya hidup masyarakat Indonesia. Kontrol sosial yang lebih longgar mengakibatkan tata nilai dalam keluarga maupun masyarakat mudah mengalami
perubahan, sehingga berdampak terhadap menurunnya kualitas moral bangsa. Adanya penurunan kualitas moral bangsa saat ini, dicirikan dengan maraknya
praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN, konflik antar etnis, agama, politis, remaja, meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan
sebagainya Megawangi, 2004:14. Hal ini bisa terjadi karena buruknya karakter bangsa kita.
Berbagai upaya dan kebijakan telah dilakukan untuk mengatasi fenomena sosial yang semakin mengkhawatirkan ini. Pemerintah melalui Kementrian
Pendidikan Nasional sejak 2 Mei tahun 2010 mencanangkan pengembangan pendidikan karakter pada semua jenjang pendidikan, termasuk jenjang sekolah
menengah. Tujuannya adalah mengembangkan potensi peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa sesuai
dengan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU nomor 20 pasal 3 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan virtues yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Suatu alternatif yang sangat berperan dalam menanamkan nilai karakter adalah
pendidikan Kemendiknas, 2010a: 1. Pendidikan perlu didorong untuk mengembangkan karakter bangsa yang sudah mulai hilang sehingga Indonesia
dapat menjadi bangsa yang kuat dan pada gilirannya mampu membangun peradaban yang lebih maju dan modern Mustari, 2011.
Ada beberapa tahapan pengembangan karakter. Menurut Kemendiknas 2010b: 11, tahapan tersebut antara lain: moral knowing, feeling, dan action.
Moral knowing adalah tahap mengenalkan kepada anak tentang hakikat, alasan, dan tujuan berperilaku baik. Moral feeling adalah tahap membangun kecintaan
berperilaku baik pada anak. Moral action adalah tahap mewujudkan moral
knowing dan feeling menjadi tindakan nyata yang dilakukan secara berulang- ulang hingga menjadi kebiasaan yang membudaya.
Upaya penanaman karakter di sekolah yaitu integrasi pendidikan karakter pada proses pembelajaran. Review penelitian Halstead Taylor 2000 terhadap
sekolah-sekolah di Inggris menunjukkan bahwa nilai karakter disajikan dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter
diselenggarakan sebagai program lintas kurikuler integrated subject, yakni pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, namun
merupakan materi yang diintegrasikan secara berkelanjutan pada semua mata pelajaran. Sewell College 2003 juga menyatakan bahwa pendidikan karakter
diintegrasikan pada proses pembelajaran hingga menjadi kultur dan budaya di sekolah.
Integrasi pendidikan karakter pada proses pembelajaran berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian Benninga 2003 terhadap 681 Sekolah
Dasar di California menunjukkan bahwa sekolah dengan tingkat penerapan pendidikan karakter yang tinggi cenderung memiliki prestasi akademik lebih baik
dibandingkan sekolah lain yang kurang atau tidak menerapkan pendidikan karakter.
Ada beberapa nilai karakter yang dapat ditanamkan kepada siswa. Menurut kemendiknas 2010a: 9-10, 18 nilai karakter tersebut antara lain:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Penelitian ini mengembangkan LKS yang terintegrasi tiga nilai karakter, yaitu: disiplin, jujur, dan rasa ingin tahu. Adapun pengertian ketiga karakter
tersebut adalah: 1 disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; 2 jujur yaitu perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; dan 3 rasa ingin tahu yaitu
sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Tabel 2.1 berikut
menunjukkan keterkaitan antara nilai karakter dan indikator ketercapaian karakter untuk siswa kelas 7-9 SMP Kemendiknas, 2010a: 39-42.
Tabel 2.1 Hubungan antara nilai karakter dan indikator ketercapaian karakter untuk siswa kelas 7-9 SMP
No Nilai karakter
Indikator untuk siswa kelas 7-9 SMP
1. Disiplin
a. Selalu tertib dalam melaksanakan tugas-tugas kebersihan sekolah.
b. Tertib dalam berbahasa lisan dan tulis.
c. Patuh dalam menjalankan ketetapan-ketetapan organisasi peserta
didik. d.
Menaati aturan berbicara yang ditentukan dalam sebuah diskusi kelas.
e. Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya tulis.
2. Jujur
a. Tidak menyontek ataupun menjadi plagiat dalam mengerjakan
setiap tugas. b.
Mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi. c.
Mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.
d. Mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran
3. Rasa ingin tahu
a. Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.
b. Bertanya kepada sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi.
c. Bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu,
bapak, teman, radio, atau televise.
Sumber: Kemendiknas, 2010a: 39-42
2.3 RSBI