diterapkan melalui tindakan nyata berupa tidak menyontek ataupun memplagiat tugas teman. Hal ini sesuai Kemendiknas 2010b:11 bahwa tahap pengembangan
karakter adalah mengetahui hakikat dan alasan berperilaku baik moral knowing, membangun kecintaan berperilaku baik moral feeling, dan mewujudkannya
dalam tindakan nyata moral action.
4.5.2.3 Rasa Ingin Tahu
Aspek rasa ingin tahu diukur berdasarkan 2 indikator yaitu: 1 bertanya tentang materi pelajaran, 2 bertanya tentang informasi yang didengar maupun
dilihat dari media. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa indikator bertanya tentang materi pelajaran mulanya
berada pada kategori mulai terlihat. Hal ini dikarenakan hanya ada sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan, kebanyakan siswa lain masih malu untuk bertanya.
Pertemuan selanjutnya indikator ini meningkat hingga mencapai tahap mulai berkembang. Beberapa siswa sudah mulai berani mengajukan pertanyaan karena
terdorong rasa penasaran saat melakukan penyelidikan. Hal ini sesuai pernyataan Brickman 2009 bahwa kegiatan penyelidikan dapat menumbuhkan kepercayaan
diri siswa untuk bertanya. Selain itu, LKS juga menyajikan kasus fenomena alam yang dikaitkan dengan konsep kalor sehingga memancing keingintahuan siswa
untuk bertanya. Hal ini sesuai pendapat Zion Sadeh 2007 bahwa fenomena alam yang menarik dapat memprovokasi kemampuan berpikir dan merangsang
rasa ingin tahu siswa. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama indikator bertanya
tentang informasi yang didengar maupun dilihat dari media masuk dalam kategori
belum terlihat. Hal ini dikarenakan hampir tidak ada siswa yang bertanya mengenai informasi yang didengarnya dari media. Kemungkinan besar adalah
siswa jarang memperhatikan isu maupun informasi yang ditayangkan media. Pertemuan selanjutnya, indikator ini mulai terlihat namun masih belum mencapai
tahap berkembang. Artinya, siswa memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten. Siswa menunjukkan
adanya ketertarikan mengenai informasi penerapan konsep kalor dalam kehidupan sehari-hari dari situs-situs internet tertentu yang dirujukkan pada LKS.
Perolehan uji n-gain yang tersaji pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat perkembangan karakter rasa ingin tahu sebesar 0,27 dengan kategori
rendah, pada pertemuan awal dan akhir setelah menggunakan LKS. Hal ini membuktikan LKS berbasis inkuiri terintegrasi pendidikan karakter dapat
mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Sebagaimana penelitian Zion Sadeh 2007 bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat mendorong siswa untuk
mengekspresikan keingintahuan mereka melalui kegiatan penyelidikan ilmiah. Kemendiknas 2010a: 20 juga menjelaskan bahwa prinsip pengembangan
karakter adalah menggunakan pendekatan proses pembelajaran secara aktif dan berpusat pada siswa, seperti halnya inkuiri.
LKS berbasis inkuiri terintegrasi pendidikan karakter merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan karakter siswa. Berdasarkan analisis data
menggunakan uji-t diperoleh t
hitung
= -33,53 harga t
tabel
untuk α=5 dan dk=n
1
+n
2
–2=60-2=58 adalah 2,01. Karena harga t
hitung
tidak memenuhi -t
tabel
t
hitung
t
tabel
, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rata-
rata karakter siswa setelah menggunakan LKS berbasis inkuiri terintegrasi pendidikan karakter. Hal ini berarti bahwa produk LKS terbukti efektif
mengembangkan karakter siswa. Menurut Kemendiknas 2010a: 24, perilaku yang dikembangkan dalam indikator budaya dan karakter bersifat progresif.
Artinya, perilaku tersebut tidak langsung berubah sesuai yang diharapkan namun berkembang seiring berjalannya waktu dan semakin kompleks antara satu jenjang
kelas ke jenjang kelas di atasnya. Oleh karena itu, perlu adanya intergrasi pendidikan karakter secara berkelanjutan untuk materi selanjutnya dan mata
pelajaran lainnya. Pendidikan karakter yang diterapkan secara terus-menerus dan
berkelanjutan pada proses pembelajaran akan berdampak positif pada prestasi belajar siswa. Sebagaimana penelitian Benninga 2003 terhadap 681 Sekolah
Dasar di California bahwa sekolah dengan tingkat penerapaan pendidikan karakter yang tinggi cenderung memiliki prestasi akademik lebih baik dibandingkan
sekolah lain yang kurang atau tidak menerapkan pendidikan karakter. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya hasil belajar afektif berupa karakter dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
72
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan