C. Analisis Fungsi Pengawasan DPRK Terhadap Pelaksanaan APBK
Konsep dasar pengawasan DPRK meliputi pemahaman tentang arti penting pengawasan, syarat yang efektif, ruang lingkup dan proses pengawasan, pengawasan
merupakan fungbsi menejmen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan hansil akir, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efesien.
Dasar hukum pengawasan DPRD dan DPRK ditemukan dalam peraturan perundang-undangan seperti dipaparkan pada bab sebelunnya namun belum ada
mengatur secara lengkap mengatur tentang pengawasan DPRD dan DPRK terhadap APBD dan APBK, tata cara pengawasan diserahkan pengaturanya kepada DPRD dan
DPRK dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pengawan DPRD dan DPRK pada dasarnya sama demikian juga antara APBD dan APBK tidak
jauh berbeda, perbedaan yang tampak jelas terdapat pada sumber dana yang terdapat dalam APBK terdapat dana otonomi khusus yang berasal dari APBN sebagai
konsekwensi dari daerah otonomi khusus yang di berikan pada Privinsi Aceh
88
Analisis dari peraturan perundang-undangan yang pernah ada sampai saat ini dapat dikemukakan bahwa pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 yang mensyaratkan bahwa kepala daerah sebagai pelaksana Anggaran .
88
Lihat Pasal 179 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang pemerintahan Aceh dan Qanun Nomor 2 Tahun 2008, Tetang tata cara pengelolaan bagi hasil minyak dan gas bumi dan
penggunaan dana otonomi khusus.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan dan Belanja Daerah APBD harus bertanggungjawab terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD adalah merupakan penyimpangan dari sistem
pemerintahan presidensil yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana presiden tidak bertanggungjawab terhadap parlemen, karena
bertanggungjawabnya kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer, atau dengan perkataan lain
pada tingkat pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, sedangkan pada tingkat daerah menganut sistem
pemerintahan parlementer. Kemudian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai dasar dari
pelaksanaan pemerintahan daerah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 selanjutnya dapat diperhatikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006, dimana terdapat beberapa perbedaan yang sangat esensial diantara keduanya, diantaranya adalah berkaitan dengan pengawasan DPRDDPRK terhadap pelaksanaan
APBDAPBK yang dilakukan oleh kepala daerah, dimana kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada DPRD terhadap pelaksanaan APBD.
Memang harus diakui, bahwa dengan tidak bertanggungjawabnya kepala daerah terhadap DPRK adalah merupakan bentuk penyempurnaan dari sistem pemerintahan
presidensil yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, terlepas dari hal yang demikian, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 membawa dampak lain kelemahan terhadap jalannya sistem pemerintahan daerah, khususnya yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan fungsi pengawasan DPRDDPRK terhadap pelaksanaan APBDAPBK yang dilakukan oleh kepala daerah.
Disini dapat dikemukakan bahwa baik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 maupun jelas disebutkan bahwa
DPRDDPRK hanya melahirkan rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ yang disampaikan oleh kepala daerah.
89
Kendati demikian, walaupun bagi DPRK tidak memungkinkan untuk menolak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ yang disampaikan oleh kepala
daerah, namun dengan hak yang melekat pada DPRK, maka tidak menutup kemungkinan bagi DPRK untuk melakukan tindakan apabila terhadap Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban LPKJ dinilai tidak sesuai dengan tolak ukur Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten RKPD, hal tersebut dilakukan
dalam rangka fungsi pengawasan DPRDDPRK. Atau dengan
perkataan lain bahwa DPRK tidak lagi dapat menolak pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
APBK.
Hal tersebut dilakukan sehubungan dengan operasionalisasi dari teori check and balances yang dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih dari satu cabang
pemerintahan. Misalnya kewenangan pembuatan suatu undang-undang yang
89
Pasal 27 26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada pemerintah dan parlemen sekaligus. Jadi terjadi overlapping yang dilegalkan terhadap kewenangan para pejabat negara antara satu cabang
pemerintahan dengan cabang pemerintahan lainnya.
2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih dari satu
cabang pemerintahan. Banyak pejabat tinggi negara dimana dalam proses pengangkatannya melibatkan lebih dari satu cabang pemerintahan. Misalnya
melinatkan pihak eksekutif maupun legislatif.
3. Upaya hukum impeachment dari cabang pemerintahan yang satu terhadap
cabang pemerintahan lainnya. 4.
Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap cabang pemerintahan lainnya, seperti pengawasan terhadap cabang eksekutif oleh
cabang legislatif dalam penggunaan budget negara.
5. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai pemutus kata akhir the
last word jika ada pertikaian kewenangan antara badan eksekutif dengan legislatif.
90
Tindak lanjut fungsi pengawasan DPRK terhadap pelaksanaan APBK dapat dilakukan melalui 3 tiga hak yang ada pada DPRK, yaitu:
1. Hak interpelasi, adalah hak DPRK untuk meminta keterangan kepada kepala
daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara.
2. Hak angket, adalah fungsi dan pengawasan DPRK untuk melakukan
penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan
negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak petisi, adalah hak DPRK untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan
kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi didaerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan
hak interpelasi dan hak angket
91
. Sealin itu DPRK dapat dilakukan dengan cara melakukan dengar pendapat,
kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuia dengan peraturan tata tertib DPRK. Untuk menjalankan fungsi
pengawasan tersebut DPRK dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat
90
Munir Fuady, op.cit, hlm. 124.
91
HAW. Widjaja, op.cit, hlm. 190.
Universitas Sumatera Utara
negara, pejabat pemerintahan, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentanhg suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, pemerintahan dan
pembangunan. Pejabat negara, pejabat pemerintahan dan warga masyarakat yang menolak perrmintaan untuk memberikan keterangan dapat dipanggil secara paksa
karna merendahkan martabat DPRK dan melakukan penahanan selama 15 lima belas hari sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
92
Dengan demikian walau pun DPRK tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberikan kekuatan yang cukup untuk memberikan sanksi kepada eksekutif,
setidaknya DPRK memiliki kekuasaan yang cukup kuat untuk meminta keterangan kepada pihak-pihak yang sekiranya dapat memberikan masukan dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan DPRK terhadap peraturan APBK dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Banyak perubahan dalam Undang-Undang pemerintahan daerah yang telah mengubah ketentuan tentang pembentukan dan susunan daerah berikut kewenangan
daerah, bentuk dan susunan pemerintahan daerah. Kita menyadari bahwa praktek penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 mengandung banyak kelemahan, tetapi perubahan yang terjadi cukup membingungkan dan menghilangkan esensi otonomi daerah yang fundamental, yaitu
hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Sepintas lalu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat memberikan gambaran yang seram dan
92
Perhatikan Pasal 13 dan Pasal 40 Tata Tertib DPRK Gayo Leus Priode 2009-214.
Universitas Sumatera Utara
menakutkan. Padahal dalam praktek DPR dan DPRD secara langsung dan tidak langsung hal tersebut telah merupakan agenda rutin selama masa tugas DPR dan
DPRD.
93
Disamping itu juga, permasalahan yang muncul adalah, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, kontrol terhadap birokrasi didasarkan kepada
unsur formal accountability. Kontrol formal didasarkan pada peraturan perundang- undangan yang dilakukan dan sifatnya eksternal, seperti kontrol legislatif, interest
group, pengadilan, hierarki, birokrasi, pers, dan peran serta warga negara sebagai agen kontrol. Kontrol eksternal ini sedang marak-marak didaerah sebagai dampak
dari reformasi yang menuntut keterbukaantransparansi dan keadilan, sedangkan kontrol informalnya adalah kekuatan hati nurani dari masing-masing individunya.
Sampai saat sekarang ini belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang kontrol terhadap legislatif. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 maupun
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya diatur tentang kedudukan, susunan, tugas dan wewenang, hak keanggotaan, kewajiban, pimpinan dan alat kelengkapan
DPRK.
94
Tata cara pemberhentian DPRK tidak tercantum didalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 maupun Nomor 32 Tahun 2004, sedangkan
tata cara pemberhentian kepala daerah dengan sangat jelas diatur. Maka untuk hal tersebut sangat dituntut adanya kontrol eksternal dari DPRK yang loyal pada cita-cita
93
BN. Marbun, op.cit, hlm. 114.
94
HAW. Widjaja, op.cit, hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
demokrasi dan kepentingan publik serta dapat menghambat tindakan yang salah serta mampu mendorong tindakan yang benar. Disamping itu, diperlukan juga lembaga
semacam ombudsman atau semacam parlement watch yang akan menjadi wadah untuk menampung, menyalurkan, dan memperjuangkan keluhan-keluhan dari
masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh anggota DPRK maupun lembaganya serta mengawasi tindakan-tindakannya Atau dalam rangka check and
balances system pada masa yang akan datang kepada pemerintah daerah diberi juga kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap DPRK.
Dengan adanya rician penyusunan APBK dan berpedoman pada tata cara penyusunan dan penggunaannya akan memudahkan DPRK dalam meyusun peraturan
daerah daerah menyangkut APBK, Perhitungan APBK dan perubahan setiap tahun, sehingga pengawasan yang dilakukan DPRK terhadap APBK dapat dilakukan secara
optimal. Fungsi pengawasan DPRK terhadap APBK diarahkan agar tidak terjadi penyimpangan.
Selanjutnya adalah terkait bagaimana dengan mekanisme pengawasan pihak eksekutif terhadap DPRK yang note benenya DPRK juga menggunakan dana APBK.
Pertanyaan ini diajukan mengingat DPRK sendiri telah mendayagunakan anggaran yang tertuang dalam APBK. Penggunaan APBK oleh DPRK merupakan suatu
kenyataan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan dana publik selaku pemilik kedaulatan kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi.
Perlu dan patut diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 Tentang kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten, Pimpinan DPRK dan Sekretaris DPRK menyusun rencana anggaran belanja DPRK. Rencana anggaran dimaksud dibahas bersama dengan pihak eksekutif
untuk selanjutnya dicantumkan dalam RAPBK. Anggaran Belanja DPRK dan Sekretariat DPRK merupakan bahagian yang tak
terpisahkan dari APBK. Ketentuan ini berarti bahwa pengajuan, pembahasan usulan anggaran DPRK diberlakukan sama seperti usulan anggaran perangkat daerah
lainnya. Dengan demikian laporan pertanggungjawaban keuangan DPRK termasuk bahagian dari laporan pertanggungjawaban akhir tahun kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan DPRK dilaksanakan oleh Sekretaris DPRK dan pertanggungjawaban keuangan DPRK berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 110 tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
95
Namun demikian, dalam rangka akuntabilitas DPRK dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, anggota DPRK mempunyai kewajiban:
1. Mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan. 2.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. 4.
Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. 5.
Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
95
Soekarwo, op.cit, hlm. 249.
Universitas Sumatera Utara
6. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan. 7.
Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggungjawab moral dan politis terhadap daerah
pemilihannya.
8. Menaati peraturan tata tertib, kode etik, sumpahjanji anggota DPRD.
9. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang
terkait.
96
Muncul pertanyaan sebagai lembaga yang sejajar berkaitan dengan Check and balances system antara DPRK dengan kepala daerah, mengapa DPRK tidak
memberikan laporan pertanggungjawabannya atas anggaran yang digunakanya pada akhir anggaran? Dan mengapa kepala daerah tidak mengawasi anggaran yang di
gunakan DPRK? Ini dikarenakan DPRK sebagai legislatif dan kepala daerah sebagai eksekutif
fungsinya masing-masing telah jelas diamanatkan dalam perundang-undangan dimana kepala daerah sebagai pelaksana pemerintahan daerah dan DPRK sebagi
pengawas jalanya pemerintahan, selanjutnya pengelolaan keuangan DPRK diserahkan sepenuhnya kepada Sekwan yang tunduk kepada kepala daerah, yang
hanya bertanggung jawab secara administratif kepada pimpinan DPRK.
96
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH DPRK DALAM