Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Media massa di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini sejalan dengan kemajuan teknologi yang turut berperan dalam perubahan bentuk media massa. Apalagi ditambah politik perizinan pendirian media tidak lagi diberlakukan oleh pemerintah, hingga jumlah media massa baik cetak, elektronik, maupun media online menjamur di Tanah Air. Tidak terkecuali dengan kelahiran teknologi baru yang berbentuk jaringan jagat raya internet. Dari internet inilah lahir alternatif media baru, media online. Berkat media baru inilah, warga Indonesia di mana saja di pelosok Indonesia sepanjang akses internet bisa, bahkan di pelosok dunia pun, mampu menyaksikan berita yang ada pada saat sama dengan biaya murah. Dibandingkan dengan media biasa, sejumlah kekhasan media online yang mewarnai perkembangan pers antara lain penyajian yang real time seperti halnya radio dan untuk sebagian televisi, setiap berita bisa komprehensif dengan disambungkan ke bank data, jangkauannya global dalam waktu sama dan terdokumentasi. Karakteristik media online seperti menjangkau pelanggan lebih dekat, alternatif promosi, kepuasan kepada pembaca karena mudah diakses, serta berita aktual yang diperbaharui terus-menerus. Kehadiran media online ini akan meredefenisikan pers nasional. Setidaknya, kemunculan mereka akan memacu penafsiran kembali berita. Jika jumlah pengakses Universitas Sumatera Utara internet kian besar, media online sangat berpengaruh dan membuat setiap informasi bisa disajikan secara cepat dan akurat. Pertumbuhan media online akan memacu jenis media lain melakukan perubahan mendasar atas visi pemberitaan. Artinya, peristiwa dan komentar plus analisisnya bisa disajikan oleh media online dalam waktu tidak lama ketika peristiwa berlangsung. Sedangkan media cetak seperti surat kabar memerlukan waktu satu hari dan majalah satu minggu untuk menguraikan dan menganalisis berita itu. Kehadiran media online ini jelas telah mengubah paradigma baru pemberitaan, yakni event on the making. Maksudnya, berita yang muncul tidak disiarkan beberapa menit, jam, hari, atau minggu, tetapi begitu terjadi langsung di- upload dimasukkan ke dalam situs web media online. Namun, sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama, namun menjadi sebuah alternatif. Menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Seperti halnya pada saat kehadiran televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetap tidak dapat secara total mengeliminasinya. Maka cukup adil mengatakan bahwa media online tidak mungkin akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Septiawan Santana, 2005:135 Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video. Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image. ”Online” sendiri merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat diakses di mana saja dan Universitas Sumatera Utara kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. 1 . Koran Harian Nasional Waspada juga turut tenggelam terhadap perubahan teknologi tersebut. Dengan mengkorvengensi diri ke medium baru yaitu internet, Harian Waspada menghadirkan Waspada Online dengan alamat situs Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat ini bisa di baca saat ini juga, di belahan bumi mana saja. www.waspada.co.id sebagai anak perusahaan Waspada Group dengan slogan “Pusat Berita dan Informasi Medan, Sumut, Aceh”. Waspada Online hadir dengan menyuguhkan peristiwa di Sumatera Utara dengan pengaruh kuat di medan dan eksistensi luas di Aceh. Memiliki kesamaan dengan media online kebanyakan, Waspada Online juga menerapkan kecepatan sebagai keunggulannya. Informasi yang diperoleh reporter di lapangan harus dengan segera sampai ke redaktur dan dipublish. Bahkan dalam hitungan detik sebuah peristiwa bisa tersaji ke situs Waspada Online. Tidak berbeda dengan media elektronik dan media cetak, wartawan media online juga ditutuntut harus memiliki kemampuan. Yancheff menilik ukuran profesionalisme wartawan membutuhkan multi-kompetensi. Karakteristik performanya menekankan kekuatan penulisan dan oral, ketekunan kerja , dan 1 Pelatihan Jurnalistik Media Online Pusat Pengembangan Daya Saing BPPT. Jakarta, 6-7 April 2010 Universitas Sumatera Utara pemilikan dasar pengetahuan yang mengkombinasikan aplikasi lintas disiplin Septiawan Santana, 2005:207. Untuk itu, ia mengajukan sepuluh kemampuan wartawan professional yang terdiri dari : 1. Writing Competencies, yaitu kapasitas untuk melaporkan secara akurat, jelas, kredibel, dan reliable. 2. Oral Performance Competencies, ialah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik secara percaya diri dan bertanggung jawab. 3. Research and Investigative Competencies, yaitu kemampuan menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi kisah atau mengidentifikasi topik- topik potensial 4. Broad-based Knowledge Competencies, ialah kemampuan memiliki pengetahuan dasar. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan lintas disiplin. 5. Web-based Competencies ialah kemampuan menguasai internet. 6. Audio Visual Competencies, yaitu kemampuan menggunakan peralatan seperti kamera, kamera video, serta tape recorder. 7. Skill-based Computer Application Competencies, ialah kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan. 8. Ethics Competencies, yaitu kemampuan memahami tanggung jawab profesi seperti kode etik. 9. Legal Competencies, yaitu kemampuan ihwal undang-undang kebebasan berpendapat. Universitas Sumatera Utara 10. Career Competencies, ialah kemampuan memahami dunia karir professional di dalam jurnalisme. Kemampuan bekerja di dalam manajemen pers, dan bersikap positif di dalam dunia kerja peliputan. Tuntutan jurnalisme terhadap para wartawan temasuk wartawan media online bukan hanya berupa ketekunan bekerja dan penguasaan atas pengetahuan, melainkan juga upaya mencapai standar integritas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Para wartawan dituntut bukan hanya menyajikan fakta, melainkan juga kebenaran tentang fakta tersebut. Kovach Rosenstiel menulis tentang loyalitas wartawan dalam Sembilan Elemen Jurnalisme. Salah satu elemen tersebut adalah tanggung jawab wartawan. Jawaban elemen itu di antaranya menyetir pertanyaan who journalist work for? Kepada siapa wartawan bekerja? Perusahaan, pembaca atau kepada masyarakat? Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena banyak wartawan yang sejak tahun 1980-an merangkap sebagai pedagang. Maksudnya adalah terkait dengan urusan manajemen media yang ingin melahap laba sebanyak-banyaknya ketimbang membuat berita yang bagus. Ruang redaksi menjadi rapat memilah berita yang bisa menangguk iklan sebanyak-banyaknya dan jurnalisme menjadi lahan bisnis yang diisi oleh para manajer yang ketat menghitung pendapatan dari iklan. Septiawan Sanatana, 2005:209 Namun, persoalan di atas menurut Septiawan Santana dalam “Jurnalisme Kontemporer” bukan sebuah bentuk kesalahan, sebab urusan ongkos liputan yang semakin terjamin juga menjadi persoalan hidup dan matinya media. Namun, loyalitas Universitas Sumatera Utara wartawan yang pertama ialah kepada masyarakat. Komitmen ini harus dimiliki seorang wartawan bukan sekedar egoisme profesi. Loyalitas kepada masyarakat sudah menyatu dengan tugas kewartawanan. Isi liputannya bukan didasari oleh kepentingan pribadi, media, ataupun kawan melainkan akurasi pada segala fakta. Adapun Kode Etik Jurnalistik KEJ Wartawan Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers tentang kode etik jurnalistik, landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Lewat kode etik tersebut, wartawan baik dari media cetak, elektronik, bahkan online yang mengedepankan konsep kecepatan diharuskan memahami kode etik seperti yang tertuang dalam point ke delapan yaitu Ethics Competencies yang menjadi bagian dari sepuluh kemampuan wartawan profesional menurut Yancheff di atas. Sedangkan fakta yang disuguhkan dalam dokumen lembaga kantor berita nasional Antara dan PWI, sekitar 40.000-an wartawan Indonesia saat ini hanya 20 yang paham tentang kode etik jurnalistik wartawan Indonesia. Ini menunjukkan ada 80 dari seluruh wartawan di Indonesia yang masih gamang dan acuh terhadap kode etik yang menjadi landasan profesinya. 2 Banyaknya wartawan yang tidak memahami kode etik dampak dari kebebasan pers yang dianggap sebagai kebebasan sebebas-bebasnya. Dalam hal jurnalisme tak lebih dari sekedar kepanjangan tangan kotor birokrasi yang korup. Selain itu, 2 www.antaranews.com, diakses tanggal 20 Agustus 2011. Universitas Sumatera Utara kebebasan formal yang tertuang dalam UU Pers No.40 tahun 1999 tidak jarang dijadikan sebagai alat kepentingan sesaat. Sementara itu, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP melalui staf ahli bidang kemasyarakatan dan SDM Agus Salim mengatakan, berdasarkan data yang dilansir dewan pers sebanyak 70 persen wartawan di Tanah Air belum atau tidak profesional. Selain itu, hasil penelitian juga menyebutkan perusahaan pers yang terbit dan berkembang terbilang cukup menggembirakan. Sayangnya yang benar-benar sehat, redaksional dan usaha hanya 30 persen. 3 Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki tiga arti. Pertama, professional adalah kebalikan dari amatir, kedua, ialah sifat pekerjaan wartawan menurut pelatihan khusus, dan yang terakhir adalah norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembacanya. Kemudian terdapat dua norma yaitu norma teknis yang mengharuskan untuk menghimpun berita dengan cepat dan menyuntingnya. Dan norma yang kedua adalah norma etis yaitu kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dan yang lainnya yang tercermin dalam produk berita yang dihasilkannya. 3 http:berita.liputan6.comread35431570-persen-wartawan-tidak-profesional, diakses pada 21 September 2011 Universitas Sumatera Utara dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur Djen Amar, 1984:42. Profesional akan menimbulkan sikap menghormati martabat individual dan hak – hak pribadi dan personal masyarakat dalam diri seorang wartawan dalam peliputannya. Demikian pula, ia akan dapat menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan yang profesional. Urusan pertanggungjawaban sosial sebagai tanggung jawab pers akhirnya menjadi catatan-catatan dari diskusi-diskusi akademis, buku-buku dan terbitan- terbitan periodic, dan pertemuan – pertemuan asosiasi kewartawanan. Seperti dilaporkan oleh Royal Commision on the Press 1949, di Inggris dan A Free and Responsible Press 1947 yang disusun Commision on the Freedom of the Press di Amerika, keduanya mengevaluasi dengan kritis sepak terjang wartawan dalam praktik Septiawan Santana, 2005:206. Contoh nyata pelanggaran KEJ adalah keputusan Dewan Pers beberapa waktu lalu yang menyatakan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam kasus sejumlah wartawan membeli saham perdana PT. Krakatau Steel. Ketika jurnalis sebagai peliput bursa saham ikut terlibat memperjualbelikan saham perdana perusahaan-perusahaan yang terdaftar listing di pasar modal telah mencerahkan publik tentang munculnya potensi konflik kepentingan. 4 Inilah yang menarik bagi penulis, bagaimana sebuah media online seperti Waspada Online yang memiliki konsep “kecepatan” dalam penyajian informasi 4 www.mediaindonesia.com , diakses tanggal 7 September 2011 Universitas Sumatera Utara menerapkan cek dan ricek dalam proses pemberitaan. Apakah akibat kecepatan tersebut, para wartawan Waspada Online melupakan etika dalam proses pemberitaan. Atau bagaimana mereka memandang setiap etika yang menjadi landasan profesi mereka yaitu Kode Etik Jurnalistik. Apakah label “wartawan profesional” dan memiliki integritas ada dalam media online tersebut. Sebab, wartawan yang profesional sudah pasti paham Kode Etik Jurnalistik yang mengarahkan seorang wartawan untuk tetap independen.

I.2. Perumusan Masalah