Analisis Informan 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jika tidak disuruh oleh redaktur, seharusnya ia mampu melihat isu apa yang sedang hangat dan layak di follow up menjadi sebuah berita.

IV.8. Analisis Informan 6

Asisten redaktur divisi “Nasional dan Politik” ini sudah dua tahun bekerja sebagai jurnalis di Waspada Online. Sebelumnya ia adalah seorang guru pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah Sekolah Menengah Pertama swasta di kota Tebing Tinggi. Memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Sastra Indonesia tidak menyulitkan F.T dalam menulis sebuah berita. Awalnya, F.T sebenarnya tidak berkeinginan untuk menjadi seorang jurnalis. Cerita bermulai ketika suaminya yang adalah wartawan sebuah koran lokal kota Medan dipindahtugaskan ke Medan. Berhubungan di Tebing Tinggi ia dan suaminya masih mengontrak, maka ia ikut suami dan meninggalkan profesinya sebagai guru di sana. Lalu, secara kebetulan ia melihat open recruitment di Waspada Online sebagai reporter, ia pun dengan berani mengirimkan surat lamarannya. “Dipikiranku waktu itu kalau nanti keterima, bisa belajar dari suami,” ceritanya. Jadi, berbeda dengan informan sebelumnya, motivasi awal F.T menjadi seorang jurnalis adalah karena membutuhkan pekerjaan. Setelah diterima sebagai reporter, F.T mendapat pelatihan jurnalistik singkat waktu itu dan menjalani masa training tiga bulan. Setelah tiga bulan training ia pun meliput ke lapangan dan mendapat pos di Pengadilan Tinggi Medan. Namun, ia haya enam bulan menjadi reporter di lapangan, setelah itu ia diangkat menjadi redaktur divisi “Ragam” di mana berita yang disajikan bersifat entertainment. Namun, setelah Universitas Sumatera Utara tiga bulan ia dipindahkan ke divisi “Nasional dan Politik” sebagai asisten redaktur. Ini dikarenakan divisi “Nasional dan Politik” mendapat porsi yang besar di Waspada Online dalam pemberitaannya. “Karena di divisi itu tidak bisa dipegang oleh satu orang saja mengingat Negara kita ini berita politiknya selalu berkembang tiap detiknya,” tutur F.T. Di divisi tersebut, ia bertugas sebagai back-up redaktur. Jika redaktur mengutip berita dari inilai.com, antaranews, dan detik.com, maka F.T memonitoring perkembangan berita politik dari partner Waspada Online yang lain seperti okezone.com, vivanews, dan portal berita lain. Ia berkordinasi setiap harinya dengan redaktur, apa-apa saja yang akan diangkat, berita apa saja yang sudah diangkat Redaktur, sehingga ia tahu isu mana yang belum diangkat. Selama menjadi reporter sebelumnya, F.T mengaku pernah menerima uang dari narsum, apalagi dari humas sebuah instansi pemerintahan. Namun, sama dengan informan sebelumnya, ia menilai hal itu adalah sebuah kewajaran selama tidak mengubah isi pemberitaan, bahkan menurutnya itu adalah rejeki. “Kenapa harus ditolak, itu kan rejeki yang penting isi berita tidak berubah,” komentar F.T. Padahal, ketika peneliti bertanya kepada Office Manager Waspada Online, setiap reporter Waspada Online dilarang keras menerima imbalam apapun saat meliput. Namun, secara aturan Zaris sudah dikategorikan telah melanggar aturan tersebut. Namun, menurut Zaris, aturan itu hanya sebuah formalitas saja. “Itu hanya formalitas saja, nyatanya di lapangan masih banyak yg nerima, seperti yang ku bilang tadi asalkan tidak mempengaruhi berita,” lanjutnya. Universitas Sumatera Utara Mengenai istilah-istilah jurnalisme yang terdapat dalam tiap pasal Kode Etik Jurnalistik, F.T cukup paham dan mengerti. Ia sendiri menuturkan, pemahaman tersebut di dapat dari Pemimpin Redaksi Waspada Online langsung ketika rapat, pelatihan jurnalistik yang ia ikuti, seminar jurnalisme, serta ketika meliput di lapangan. Ia dapat menjelaskan apa itu cover both side dan off the record. “Cover both side itu bagaimana membuat berita berimbang dan adanya check dan recheck, kalau off the record tidak menuliskan informasi yang tidak diinginkan nara sumber untuk di publish bahkan nama narsumnya juga jika narsum itu memintanya,” jelasnya. Ia juga dengan jelas memberikan arti dari hak tolak, “hak tolak berupa hak tidak mengungkapkan identitas narsum demi keamanannya ataupun keluarganya,” lanjutnya, Mengenai hak jawab dan hak koreksi yang ada dalam pasal 11 KEJ juga mampu dipaparkan F.T dengan sederhana namun sangat jelas. “Hak jawab itu hak pembaca atau khalayak untuk memberikan sanggahan dari pemberitaan yang menurutnya tidak benar, sedangkan hak koreksi berupa hak untuk mengoreksi berita yang telah dipublish yang adalah berita yang tidak benar,” pungkasnya. Selama bekerja di Waspada Online sebagai asisten redaktur, F.T tetap merasa gajinya tidak cukup apalagi ia sudah memiliki anak berusia satu tahun. Ia mengakui gaji seorang wartawan memang kecil sehingga banyak wartawan yang sering mencari objek berita yang bisa menghasilkan bagi dirinya. “Persoalan gaji wartawan kecil memang kenyataan, jadi jangan heran kalau banyak wartawan yang hobi cari objekan buat kantongnya,” ceritanya. F.T sendiri mengaku tidak pernah mengubah Universitas Sumatera Utara isi pemberitaannya meskipun ia menerima uang dari narsum. Ia tetap menuliskan fakta yang ada dan tetap melakukan check dan recheck. Akibat berada di divisi yang sibuk, F.T sering pulang kerja malam hari pukul 10 hingga 12 malam. Saat ini, yang mengurus buah hatinya ketika ia kerja adalah ibunya. Namun, bulan November mendatang ibunya akan segera balik ke kampungnya di Semarang. Karena itu, F.T memutuskan untuk berhenti bekerja akhir bulan Oktober. Surat pengunduran dirinya sudah dilayangkannya ke meja pemimpin umum dan karena alasannya rasional ia pun diperbolehkan. F.T sendiri merasa tidak menyesal dengan keputusan tersebut. “Ini kan anak pertama, aku harus kasih perhatian penuh, apalagi masih balita, harus dirawat penuh, lagian suami juga nyaranin untuk tidak bekerja lagi, dan ngurus anak aja” katanya. Pengalaman selama dua tahun membuat F.T cukup paham dengan aturan – aturan yang harus diberlakukan dalam profesi seorang jurnalis. Ia juga mengaku tidak pernah menulis berita yang bersifat fitnah atau berita pesanan dari pihak-pihak tertentu. Untuk memasukkan opini saja F.T tidak berani. “Nanti itu bisa jadi senjata orang lain untuk menyerang kita dan media kita, kita bisa kena delik pers,” ungkapnya. Meskipun akan berhenti sebagai seorang jurnalis, F.T berencana akan tetap menulis namun lebih kepada jenis tulisan feature yang bersifat human interest dan akan mengirimkannya ke koran-koran lokal kota Medan. Kesimpulan Pemahaman Informan 6: Bermodalkan pengalaman sebagai jurnalis selama dua tahun membuat F.T paham setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Namun jika secara teori ia mampu Universitas Sumatera Utara menjelaskan secara gamang, tidak dalam praktiknya. Ia masih mewajarkan seorang wartawan menerima imbalan baik berupa uang maupun barang. Meskipun ia mengatakan tidak mengubah isi pemberitaan, menerima imbalan dalam konteks peliputan sudah merupakan pelanggaran KEJ. Hal ini tertuang dalam pasal 6 KEJ yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap” dengan penafsiran “Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.” F.T juga merupakan wartawan senior di Waspada Online yang sering member arahan kepada reporter yang akan melakukan peliputan ke lapangan.

IV.9. Analisis Informan 7