saja yang ia mengerti. Begitu juga saat mengartikan beberapa istilah jurnalistik yang terdapat dalam KEJ, hak tolak, embargo, dan delik pers tidak
mampu dijelaskan. Informan yang masuk dalam kategori ini hanya satu orang yaitu I.W.
• Tidak Paham Kategori terakhir adalah “Kurang Paham” yaitu informan yang tidak bisa
menjelaskan sama sekali apa itu Kode Etik Jurnalistik. Istilah-istilah jurnalistik dasar seperti off the record dan cover both side saja tidak mampu
dijelaskan informan dalam kategori ini. Pemahaman informan tentang KEJ hanya sebatas nama dari KEJ itu sendiri yaitu sebuah kode etik. Sebagai
sebuah kode etik, maka wartawan harus mematuhinya. Informan yang masuk dalam kategori ini adalah Y.Y
IV.12. Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Waspada Online
Nama Informan Menjadikan KEJ Sebagai Landasan Profesi Jurnalis
H.S Tidak
S.W Tidak
I.W Tidak
S.B Tidak
Universitas Sumatera Utara
Y.Y Tidak
F.T Tidak
A.L Tidak
I.S Ya
Dalam konsep nasional mengenai suatu pers yang bebas dan bertanggung jawab dengan penumbuhan suatu teori pers baru mengenai tanggung jawab sosial,
maka khususnya pengertian mengenai pers yang bertanggung jawab lebih ditujukan kepada etika jurnalistik. Adji, 1991:5.
Dari hasil penelitian terhadap delapan wartawan Waspada Online, hampir seluruh wartawan tersebut paham setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, namun
masih mengabaikan beberapa pasal. Sebut saja pasal enam yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap”. Dalam
penafsiran Dewan Pers, pasal enam tersebut dijelaskan sebagai berikut “Menyalah- gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum”. Di sini jelas disampaikan tidak mengambil keuntungan pribadi.
Namun para wartawan Waspada Online hampir seragam memberi komentar pernah menerima materi dari nara sumber namun tidak mempengaruhi pemberitaan mereka.
Untuk jangka panjang bisa saja itu mempengaruhi pemberitaan mereka. Jika para wartawan tersebut terlalu sering menerima materi dari nara sumber, maka dalam
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang tentu ada kedekatan emosional antara wartawan dan narasumber. Dan hal ini akan mempengaruhi pemberitaan mereka meskipun dalam porsi yang kecil.
Secara teori, hampir seluruh informan yang adalah wartawan Waspada Online paham tentang Kode Etik Jurnalistik. Namun pemahaman tersebut berbanding
terbalik dengan realitanya. Hampir seluruh informan menerima pemberian materi dari narasumber dengan alasan sebagai sebuah apresiasi ataupun ongkos liputan dari
narasumber mereka. Peneliti mengkategorikan ke dalam dua bagian dari hasil penelitian di
lapangan dan lewat depth interview atas delapan informan. Dua kategori tersebut adalah “Tidak” dan “Ya”. Bagaimana para informan menjadikan KEJ sebagai
landasan profesi mereka. Pelanggaran di sini adalah informan yang bukan melanggar seluruh pasal namun, jika satu pasal saja dilanggar, maka dikategorikan sebagai
informan yang “Tidak” menjadikan KEJ sebagai landasan profesi mereka. Sebab, profesi jurnalis menuntun seseorang untuk berpikir dan bertindak secara profesional
terkait pekerjaannya tersebut. Kategori “Ya” adalah informan yang mampu menjadikan KEJ sebagai etika profesi ya dan menaatinya.
• Kategori “Tidak” adalah informan yang melanggar satu ataupun lebih dari pasal-pasal yang ada dalam KEJ. Dari hasil penelitian, terdapat tujuh
informan yang tidak menjadikan KEJ sebagai landasan profesi kewartawanan mereka. Namun, dari tujuh informan, terdapat enam informan yang melanggar
pasal yang sama yaitu pasal enam yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap”. Dalam penafsiran
Universitas Sumatera Utara
Dewan Pers, pasal enam tersebut dijelaskan sebagai berikut “Menyalah- gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi
atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum”. Para informan tersebut adalah H.S, S.W, R.B,
F.T, A.L, dan I.W yang masih menganggap lumrah menerima uang ataupun materi lain saat meliput dengan alasan “ongkos liputan”, bahkan ada informan
yang mengharapkannya. Menurut Abdullah 2004:47-47, secara garis besar amplop dibagi dua jenis, yaitu amplop sebagai suap dan amplop sebagai
transportasi. Jenis amplop ini bertujuan agar wartawan tidak menulis berita yang dikonfirmasikannya, karena biasanya orang atau lembaga yang
didatanginya bisa menggangu kedudukan atau goyahnya sebuah lembaga. Singkatnya, wartawan jangan menulis apa pun, sebagai imbalannya maka
keluarlah jenis amplop suap. Selanjutnya adalah amplop sebagai uang transportasi. Memang bukan sebagai suap, karena pemberiannya tidak ada
hubungannya dengan suatu pemberitaan. Uang transportasi ini biasanya diberikan oleh seseorang atau lembaga yang mengundang wartawan dalam
sebuah acara jumpa pers. Pemberian uang ini diberikan secara suka rela sebagai ongkos bensin atau istilah para informan “ongkos liputan”. Meskipun
demikian, tidak semua wartawan bersedia menerima uang transportasi ini selain karena peraturan medianya yang melarang menerima uang, juga ada
sikap profesional dari wartawan itu sendiri. Sebab pengertian amplop ini mendapat konotasi negatif dan bisa merendahkan martabat dari jurnalis itu
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
• Kategori “Ya” adalah informan yang menjalankan setiap pasal sebagai etika profesinya. KEJ merupakan landasan profesi baginya sebagai sebuah aturan
untuk seorang jurnalis yang profesional. Tidak pernah menerima uang atau materi lain saat liputan atau jumpa pers merupakan sikap profesional yang
seharusnya diaplikasikan seluruh jurnalis di Tanah Air. Dari hasil penelitian, hanya satu orang informan yang masuk kategori ini yaitu I.S.
IV.12. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Waspada Online