kerja jurnalistik yang ia pegang. Tidak pernah mencampuradukkan fakta dan opini dalam tulisannya membuatnya menjadi seorang wartawan yang professional.
IV.5. Analisis Informan 3
Dara yang berusia 26 tahun ini bernama I.W. Sebelum menjadi reporter di Waspada Online, I.W sempat bekerja sebagai reporter di koran kuning Posmetro
Medan selama satu tahun. Namun, ia menuturkan, keilmuan jurnalistik banyak ia dapat dari Posmetro Medan, pasalnya selama bekerja di sana, ia dan reporter lainnya
selalu mendapat pelatihan jurnalistik rutin selama sekali seminggu. Menurut pengakuannya, pembekalan tersebut dikarenakan banyaknya reporter Posmetro
Medan bukanlah berasal dari latar belakang sekolah jurnalistik. I.W sendiri mengecam pendidikan terakhir Diploma 3 Ilmu Komputer dari STMIK Potensi
Utama. Menjadi seorang jurnalis merupakan cita-cita I.W. Selama duduk di bangu
SMA, ia memang sudah memutuskan kelak akan menjadi seorang jurnalis. Awalnya ia tertarik untuk menjadi reporter televisi. Ia menilai tampil di layar televisi untuk
melaporkan sebuah peristiwa memiliki tantangan sendiri dan ia ingin melakukannya. Meski belum pernah menjadi reporter televisi, I.W tetap menikmati pekerjaannya
sebagai reporter di Waspada Online. “Ya walau belum kesampaian nongol di tv, aku tetap senang jadi jurnalis, karena aku memang memilih profesi ini menjadi
pekerjaanku,” ucap I.W. Selama berkarir di Waspada Online, I.W ditempatkan di kantor Gubernur
Sumatera Utara Gubsu. Biasanya, ia berangkat dari rumah ke kantor Gubsu pukul 10 pagi jika tidak ada agenda khusus di kantor Gubsu. Ketika meliput, biasanya I.W
Universitas Sumatera Utara
dan beberapa reporter dari media lain menunggu waktu dari Gubsu. Ada saja isu yang diangkat, mulai dari berita yang akan dijadikan headline maupun hanya sekedar
meminta komfirmasi dari Gubsu atau sekedar follow up berita. Yang menjadi keunikan pada saat peneliti ikut mengamati v ke lapangan
adalah ia dan beberapa reporter lain suka membarter berita. Jika a I.W tidak mendapat berita maka ia akan dengan gampangnya mendapatkannya dari reporter media lain
yang ada dan dikirim via BlackBerry Messenger BBM. Begitu juga jika ada reporter lain yang meminta berita kepada I.W, maka ia juga tidak segan-segan
mengirimkannya. Ia sendiri berpendapat tindakan tersebut sebagai sebuah kelumrahan dalam meliput. “Ya, jurnalis itu kan juga masih manusia jadi bisa-bisa
saja ketinggalan berita, jadi kalau minta berita dari reporter lain ya lumrah-lumrah saja,” cerita I.W.
Namun, I.W menekankan, berita yang ia dapat dari reporter lain tidak dikutip secara langsung. Ia terlebih dahulu melakukan pengeditan dan kroscek terhadap
informasi yang ia peroleh. “Aku gak pernah nelan bulat-bulat berita dari reporter lain, aku biasanya mengeditnya,” lanjutnya.
Jika ada berita yang sifatnya segera untuk dilaporkan ke ruang redaksi, I.W biasanya langsung mengirim email lewat smartphone nya. Misalkan, rapat Laporan
Pertanggung Jawaban Plt Gubsu yang harus diskorsing. Ia akan segera menuliskan beritanya dan mengirimkannya. Namun, jika informasi yang ia peroleh tidak harus
dengan segera disampaikan, maka ia akan menuliskannya di ruang redaksi Waspada Online.
Universitas Sumatera Utara
Setelah I.W liputan di kantor Gubsu, ia tidak langsung ke kantor Waspada Online. Ia bersama reporter lain biasanya singgah ke warung kopi di daerah Jl.Hang
Tuah. Hanya sekedar berbincang-bincang sambil menikmati kopi menjadi kebiasannya dengan reporter lain. Setelah mengabiskan waktu 1 jam lebih, ia
bergerak menuju kantor Waspada Online dengan sepeda motornya. Di ruang redaksi Waspada Online, ia harus menuliskan semua informasi yang ia peroleh dari lapangan.
Namun, ketika ia tidak dapat memenuhi kuota 13 berita per hari maka ia akan meminta komentar dari anggota DPRD Sumut terkait isu yang akan diangkat.
Biasanya ia akan menelepon dan meminta tanggapan anggota DPRD Sumut lalu menjadikannya sebuah berita. “Di sini ka nada kuota 13 berita per hari, itu
sebenarnya yang cukup sulit. Kalau aku nge pos di kantor Gubsu aja, gak mungkin tiap hari dapat 13 berita, ya minta komentar dari anggota DPRD aja atau praktisi
hukum tentang isu yang mau dijadikan berita,” jelasnya. I.W yang sudah bekerja di Waspada Online sejak Januari 2011 tersebut
mengakui bahwa Kode Etik Jurnalistik merupakan pegangan untuknya dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dan ia setuju dengan setiap pasal yang ada dalam
KEJ. Namun, saat peneliti menanyakan tentang delik pers, hak koreksi, dan embargo, I.W tidak mampu menjawabnya. “Kalau itu aku gak ngerti artinya,” jawabnya.
Mengenai wartawan yang harus bersikap independen, I.W cukup lugas menjawab bahwa seorang wartawan harus mampu menghasilkan berita yang akurat
tanpa adanya paksaan atau intervensi dari pihak lain. “Initinya berita itu harus sesuai
Universitas Sumatera Utara
fakta, bukan opini, dan wartawan harus bisa bersikap indipenden terhadap berita yang ia tulis, termasuk sebenarnya tanpa intervensi siapapun,” lanjutnya.
Menurut I.W, KEJ harus bisa menjadi pedoman dalam bertugas. Namun, saat peneliti melemparkan pertanyaan tentang wartawan amplop, I.W menolak namun
tetap tidak menyalahkan. Ia berpendapat, wartawan amplop ada karena banyaknya media yang belum mampu mensejahterakan wartawannya. “Jadi, alasan mereka
menjadi wartawan amplop itu sebenarnya fakta, yak arena gaji mereka minim,” ujarnya.
Bahkan, I.W pernah menerima uang dari sejumlah pejabat pemerintahan lokal Sumatera Utara. Ia menyebutnya sebagai “uang liputan”. Meskipun ia tidak meminta
uang tersebut, ia tidak pernah menolak siapa saja pejabat yang member uang kepadanya. “Itu rejeki, aku sering dapat kok, terlepas tadi aku yang meminta pasti
lain ceritanya, lagian uang yang mereka beri tidak mempengaruhi beritaku kok, beritaku tetap sesuai fakta,” katanya.
Seringnya I.W mendapat uang dari pejabat memang tidak mempengaruhi beritanya secara langsung, namun bisa saja ketika dalam jangka panjang uang
tersebut bisa menjadi senjata para pejabat untuk memesankan berita kepada I.W. Bisa berita yang untuk mengangkat citra si pejabat atau untuk menjatuhkan lawan
politiknya. Saat peneliti melontarkan pandangan tersebut, I.W menepis prasangka tersebut. “Sejauh gak kok, aku masih bisa menjaganya,” tukasnya.
Kesimpulan Pemahaman Informan 3 :
Universitas Sumatera Utara
I.W yang tidak memiliki latar belakang sekolah jurnalistik belum lebih dua tahun menjadi seorang jurnalis. Ia mengenal KEJ dari pelatihan-pelatihan jurnalistik yang ia
peroleh namun dalam prakteknya masih jauh dari substansi dari KEJ itu sendiri. Ia juga tidak paham beberapa poin dalam KEJ, misalkan delik pers, embargo, dan hak
koreksi. Ia masih dengan gampang menerima uang dari pejabat, namun ia tetap bersikukuh hal itu tidak akan mempengaruhi pemberitaannya. Dengan beralasan
untuk membentuk hubungan yang baik dengan pejabat, ia pun tidak sungkan menerima uang dari mereka, padahal indikasi jangka panjang tetap bisa saja
menciderai independensinya sebagai seorang jurnalis. Pemahaman I.W tentang KEJ cukup baik namun dalam praktiknya masih menyimpang.
IV.6. Analisis Informan 4