124
c. Kegiatan spionase
Gerilyawan membentuk jaringan gerakan bawah tanah untuk kegiatan mata-mata. Informasi tentang situasi daerah pendudukan maupun gerakan
lawan dikirim melalui jaringan khusus. Kelompok gerilyawan yang mengkhususkan diri pada kegiatan mata-mata adalah Barisan Pendem
yang anggotanya tersebar dan membentuk jaringan luas, dengan menyamar sebagai pencari kayu, penyabit rumput, penggembala ternak,
jongos, pembantu, tukang kebun, sopir atau pegawai di markas ataupun rumah orang Belanda, bahkan ada yang menyamar sebagai pasien di
rumah sakit Wawancara R.Poniman Tonys, Juli 2008. Di daerah Salatiga terdapat banyak pos pertahanan TNI yang
berhadapan langsung dengan Pos Belanda. TNI hanya membuka pos-pos tertentu sebagai daerah perlintasan. Petani dan pedagang yang hendak
menjual barang dagangan mereka ke daerah pendudukan Belanda, memberikan informasi tentang keadaan di daerah tersebut kepada para
pejuang. Mereka adalah mata-mata RI yang efektif dalam memberikan gambaran situasi di daerah pendudukan. Mereka secara aktif keluar-masuk
daerah pendudukan sehingga sangat memahami situasi di sana, bahkan ada yang bisa keluar-masuk markas Belanda dengan leluasa karena melayani
kebutuhan suplai dapur umum Wawancara Soertini, 9 Januari 2009. Informasi yang dikehendaki oleh para pejuang RI adalah mengenai situasi
militer Belanda, gerakan tentara Belanda, psikologi tentara Belanda,
125
blokade ekonomi, keadaan masyarakat di daerah pendudukan, dan peristiwa-peristiwa penting ANRI: Delegasi Indonesia No.555.
Belanda kerap menyebarkan jaringan mata-mata ke daerah RI. Mata- mata Belanda adalah orang Indonesia yang mau mengabdi pada Belanda.
Mereka menjadi musuh utama dan masuk target operasi gerilyawan untuk diculik dan dibunuh. Jika seseorang terbukti menjadi mata-mata Belanda,
mereka tak luput dari hukuman mati. Salah satu kejadian penangkapan mata-mata Belanda terjadi pada tanggal 19 dan 20 Mei 1948. Pasukan
BATU hendak menangkap mata-mata Belanda di Ngentak Salatiga, meski Pasukan BATU sudah melepaskan 14 tembakan, namun dua orang kaki
tangan Belanda itu Hardi dan Martosukar tidak dapat dibawa ke daerah RI karena terhambat gerakan kontrol dari pasukan Belanda ANRI:
Delegasi Indonesia No. 555.
d. Kesiapan Medan, Logistik dan Komunikasi