Kesenjangan sosial Kondisi Masyarakat Salatiga di Bawah Kekuasaan Belanda

115 dengan ‘duit cek’ yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi dan membayar belanja pegawai di wilayah PMKB Semarang Wawancara Soertini dan R.Poniman Tonys, Juli 2008. Di daerah pendudukan, Belanda memberlakukan uang NICA. Uang ORI tidak laku di daerah pendudukan, bahkan Belanda mengeluarkan uang ORI palsu yang kian melemahkan ORI. Hal ini tertuang dalam laporan Kepolisian karesidenan Semarang bahwa beredarnya uang ratusan hijau palsu menimbulkan keresahan masyarakat ANRI: Delegasi Indonesia No.528. Secara berangsur-angsur, banyak orang yang tadinya mengungsi kemudian kembali masuk kota karena tidak tahan dengan penderitaan di daerah pengungsian. Tiap hari ada kurang lebih 150 orang kembali ke Salatiga; Pasar-pasar dibuka kembali sehingga kehidupan ekonomi mereka berjalan normal, gula pasir dijual dengan harga f. 0,55Kg, jagung f. 0,20kg, ayam f. 1,-ekor, minyak kelapa f. 1,-liter, dan padi a.f. 0,17Kg Soeloeh Rakjat, 12 September 1949. Hal.2.

d. Kesenjangan sosial

Di daerah pendudukan Belanda seperti Salatiga, keadaan kota tampak seperti masa kolonial. Bahasa Belanda kembali diterapkan sebagai bahasa resmi dan tempat-tempat peristirahatan didirikan kembali, seperti Hotel Kalitaman, Rumah Pensiunan Beatrick dan pesanggrahan di Tuntang. Bahasa Belanda juga digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah- 116 sekolah pendudukan. Di Kabupaten semarang, Distrik Salatiga, Ambarawa dan Ungaran didirikan 199 sekolah dengan jumlah murid 16.000 siswa dan jumlah guru 343 orang yang terhitung hingga akhir bulan Februari 1948 ANRI: Delegasi Indonesia No.555. Kesehatan di daerah pendudukan lebih daik daripada di daerah RI. Blokade ekonomi Belanda yang berlaku untuk produk-produk pabrik membuat distribusi obat-obatan di daerah RI terhambat. Keadaan di daerah pendudukan didukung dengan ketersediaan obat dan rumah sakit. Pada waktu itu Rumah Sakit Umum bertempat dijaga oleh Dr. Hamzah dan bertempat di Gedong Reot, sedangkan poliklinik berada di bawah pengawasan seorang dokter tersebar di daerah Sraten , Wittekruiskolonie Koloni Salib Putih, Getasan, Salatiga, Dapdapayam dan Sumberejo ANRI: Delegasi Indonesia No.555. Di daerah pengungsian RI, sekolah tetap berdiri. Contohnya di Gogodalem dekat Bringin untuk sementara waktu sekolah terhenti karena sekolah dibumi-hangus dan gurunya ikut mengungsi. Lantas pemuda meminjam rumah penduduk dan mengkoordinasikan orang-orang tamatan klas 3 HIS jaman Belanda untuk membantu mengajar. Blokade ekonomi yang membuat sulitnya mendapatkan kertas dan tinta dihadapi dengan cara penulisan menggunakan daun pisang dan lidi Balai Pelestarian Sejarah dan nilai Tradisional Yogyakarta, 2006:118. Di daerah pendudukan kebutuhan akan air dan listrik terpenuhi, berbeda dengan di pedalaman. Masyarakat Salatiga yang terbiasa dengan 117 fasilitas leideng dan listrik merasa kurang nyaman di daerah pengungsian, di mana mereka harus mandi di kali dan tidak mendapat listrik Wawancara Soertini, 9 Januari 2009. 118

BAB IV UPAYA MENGAMBILALIH KOTA SALATIGA