62
62 Biau, pemilik ESTO, dirampas Jepang untuk keperluan perang
Supangkat, 2007:52.
C. Arti Penting Kota Salatiga
Secara geografis, letak Salatiga dipandang strategis karena berada di jalur yang menghubungkan pedalaman Jawa Tengah ke Pantai Utara Jawa lihat
lampiran 21. Pedalaman Jawa Tengah yakni daerah seperti Surakarta, Boyolali, Klaten, sedangkan Pantai Utara Jawa semisal Semarang, Jepara dan
Pati. letaknya yang strategis membuat Salatiga dijadikan tempat persinggahan pedagang Supangkat, 2007:3-4. Pedagang dari pedalaman Jawa umumnya
membawa hasil panen padi, ketela, jagung, dan buah-buahan, untuk dijual di pelabuhan Semarang, Jepara, dan Juwana. Salatiga sebagai jalur lalu lintas
yang menghubungkan Pantai Utara Jawa dan pedalaman Jawa dibuktikan dengan adanya kisah dalam Babad Demak. Babad Demak menceritakan
perjalanan Ki Ageng Pandanaran 1575 beserta isterinya, sebagaimana telah dipaparkan dalam sub bab kondisi Geohistoris dan demografis Salatiga, yang
di tengah perjalanan, dibegal oleh perampok di suatu daerah yang karena adanya peristiwa tersebut dinamai Salah Tigo lantas berkembang menjadi
Salatiga. Salatiga berada di persimpangan jalur utama persimpangan Semarang,
Surakarta dan Magelang. Kondisi ini yang meyakinkan VOC untuk membangun benteng De Hersteller di Salatiga pada tahun 1746. Dikatakan
63
63 oleh Supangkat 2007:4 bahwa pembangunan benteng De Hersteller
bertujuan untuk memberi jaminan keamanan di sepanjang jalur Semarang hingga Surakarta. Aktivitas VOC yang merupakan organisasi perdagangan
akan lebih mudah dalam berinteraksi dengan para pedagang yang beristirahat, sekaligus menunjukkan kekuatan VOC di perdagangan setempat. Letaknya
yang berada di pertengahan antara Semarang dan Surakarta, maka dari sudut kemiliteran, tempat itu strategis, sehingga sebab dari keberadaan garnisum
kumpeni di sana cukup jelas Kartodirjo, 1997:70. Kondisi ini dibuktikan dengan dipilihnya daerah tersebut sebagai tempat pelaksanaan persetujuan
antara penguasa-penguasa Mataram, yang disebut Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757.
Ditandai dengan pembangunan benteng De Hersteller, maka sejak itu ’kota militer’ merupakan identitas lokal Salatiga. Pada masa Pemerintahan
Belanda, di Salatiga dibangun kamp-kamp militer, artileri dan kavaleri. Menurut Soertini wawancara, 14 Januari 2009, pasukan berkuda kavaleri
setiap pagi melakukan konvoi dengan kuda-kuda mereka yang berbaris rapi berkeliling kota. Pada awal kemerdekaan 1945, Hotel Kalitaman di Salatiga
menjadi Markas Besar Divisi IV Jawa Tengah, yang dinamai Markas Kuda Besi MKB. Kartodirjo 1997:70 mengungkapkan bahwa terlepas dari
penduduknya yang ’kolonial’, Salatiga muncul sebagai kota perjuangan, sehingga banyak organisasi perjuangan yang mempunyai markas besar di
sana, karena kota itu terletak dekat front Ambarawa dan dekat garis
64
64 demarkasi. Setelah agresi petama 1947, markas besar Brigade T Belanda
menempati tangsi besar Salatiga. After the first Police Action the Headquarter of the T-Brigade was moved to Salatiga setelah Agresi Militer Pertama,
Markas Besar Brigade T pindah ke Salatiga http:members.lycos.co.uk tigerbrigade1policeaction.htm.
Salatiga berperan penting pula dalam perekonomian, di mana Salatiga merupakan kawasan hinterland daerah penyangga bagi kota Semarang.
Menurut Utami 2005:11-12 hinterland berperan sebagai penyedia barang- barang komoditi dagang yang laku di pasar, sekaligus sebagai daerah
pengguna barang-barang yang datang dari luar, dengan demikian berbagai faktor meliputi keterjangkauan transportasi, informasi dan komunikasi dengan
wilayah di sekitarnya, serta keamanan dan kenyamanan dalam bertransaksi, merupakan pertimbangan pemerintah kolonial dalam mengembangkan Kota
Semarang dan penyangganya. Salatiga sebagai daerah perkebunan kopi, karet, coklat, kapas, kina, rempah-rempah, tembakau, gandum dan sayuran
mengirimkan komoditas tersebut ke Semarang untuk diolah menjadi bahan jadi dan setengah jadi. Hasil-hasil perkebunan di Salatiga yang merupakan
komoditas ekspor ini menjadi daya dukung kuat untuk keuangan pemerintah. Perkebunan ini didukung dengan banyaknya tenaga kerja yang murah
sehingga membuat investasi pada perkebunan demikian menguntungkan Wertheim, 1999:76.
65
65 Kenyamanan Salatiga membuat kota ini dikenal sebagai tempat
peristirahatan. Menurut Kartodirjo 1997:70 pada masa kolonial, kota ini adalah tempat peristirahatan bagi orang Eropa dan merupakan tempat yang
paling disenangi para pensiunan pegawai kolonial untuk menjadi tempat tinggal menghasbiskan sisa-sisa umur mereka. Kondisi ini dikarenakan iklim
Salatiga yang sejuk, yang disukai orang-orang Eropa karena merasa seperti di tempat asal mereka. Dibangunnya usaha penginapan seperti Hotel Berg en
Dal, Hotel Kalitaman dan Hotel Boomestein, Societeit Harmoni serta sarana rekreasi lain membuat kota ini kian digemari sebagai tempat peristirahatan.
Sarana transportasi, komunikasi, dan administrasi yang memadai adalah salah satu aspek penting dalam sebuah kota. Sarana transportasi sebagai
pendukung ekonomi Kota Salatiga didukung dengan pembangunan stasiun kereta api dan perusahaan bus. Pembangunan Stasiun Willem I di Ambarawa
yang melewati Stasiun Tuntang memudahkan masyarakat Salatiga dalam pendistribusian produk-produk perkebunan, kerajinan dan pertanian ke
Semarang. Selain kereta api, transportasi darat didukung pula dengan adanya perusahaan ESTO dan Adam. Bus ESTO adalah perintis transportasi bus di
Jawa Tengah. Menurut Supangkat 2005:52 pada tahun 1930, bus ESTO melayani trayek hampir di seluruh Jawa tengah mulai dari Bringin, Suruh,
Ambarawa, Semarang, Solo, Magelang, Sragen, Purworejo, Kutoarjo, Kendal, Kudus dan Pati. Pengaspalan jalan raya tahun 1917 di Salatiga kian
memperlancar transportasi.
66
66 Sarana lain yang vital adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air di Jelok,
sebagai mana diungkapkan oleh Brigader T, pasukan Belanda pada masa Agresi pertama bahwa a company from 3-7th infantry Regyment seized Djelok
in which the Power Station that supplied all central java was pasukan dari Resimen infantri ke-3 hingga ke-7 menduduki Jelok, yang merupakan pusat
tenaga listrik yang menyuplai seluruh Jawa http:members.lycos.co.uk tigerbrigade1policeaction.htm.
Sarana komunikasi yang penting ialah PTT Post, Telegraaf en Telefoonkantoor. Sarana ini yang digunakan Brigade T, untuk berhubungan
dengan markas pusat pada tahun 1947 hingga 1949. Hal ini ditegaskan dalam http:extrapages.tripod.comTigersignal.html ‘the telephone connexion from
Semarang was not connected directly to the central of the T-Brigade but through the PTT central in Salatiga koneksi telephon dari Semarang tidak
langsung disambungkan dengan pusat Brigade T, tapi melalui pusat PTT di Salatiga. Selain PTT, berbagai gedung pusat administrasi yang kuat dengan
arsitektur Indis merupakan fasilitas penting untuk penyelenggaraan pemerintahan, sehingga gedung-gedung tersebut menjadi lambang kebesaran
Sang Penguasa.
D. Situasi awal Kemerdekaan