Blokade Ekonomi Kondisi Masyarakat Salatiga di Bawah Kekuasaan Belanda

112 Tengah Tawanan yang dikirim ke Kopeng ialah orang-orang yang dituduh menjalankan aksi subversif dan tindakan sabotase terhadap Belanda, serta orang-orang yang dituduh menjadi anggota pergerakan nasional pada masa Kolonial Belanda Semarang Kodam VII, 1961:216-217. Ada pula Harjo Trubus yang ditangkap karena mencuri senjata di tangsi Belanda Salatiga, lantas ia dipukuli anggota IVG hingga gigi-giginya lepas http:www.mail-archive.comalumniubvyahoogroups.commsg00485. Tempat eksekusi IVG di Kopeng ini menjadi kuburan masal. Kurang lebih ada 263 orang yang telah dihukum mati di tempat tersebut. Selama Michael alias Djajusman menjadi Kepala Staf IVG, ia telah mengirimkan 200 orang ke Kopeng untuk dibunuh, sedangkan Tommy Suryadi penggantinya telah mengirimkan 63 orang Semarang Kodam VII, 1961:217.

c. Blokade Ekonomi

Gelombang pengungsian pasca Agresi Militer Belanda I mendapat perhatian penuh dari pemerintah RI. Melalui Kementrian Sosial, pemerintah menambah pos-pos penerimaan pengungsian dan dijaga oleh badan-badan perjuangan. Pos-pos itu bertugas untuk memberikan petunjuk tentang persebaran tempat pengungsian. Kaum buruh yang tidak dapat bekerja kembali karena tempat mereka mencari nafkah telah dibumihanguskan juga mendapat perhatian. Pemerintah mengusahakan pemusatan tenaga kerja untuk mengurus, menolong dan mencarikan 113 lapangan penghidupan untuk mereka ANRI: Kementrian Sosial dan Perburuhan No. 44. Dengan Agresi Militer Belanda pertama tahun 1947 maka daerah Salatiga terpecah menjadi dua. Daerah pendudukan Belanda dan Daerah Republik. Kehidupan ekonomi rakyat di daerah pendudukan Belanda relatif lebih stabil karena produk-produk pabrik mudah diperoleh, dan pemerintah Recomba kerap meberi bantuan kepada rakyat. Sebaliknya, kehidupan penduduk di daerah Republik mengalami kesulitan akibat blokade ekonomi Belanda. Wilayah RI kekurangan barang-barang hasil pabrik. Keadaan ini dibalas RI dengan memberlakukan blokade perdagangan pula, yakni melarang penjualan sebagian hasil-hasil pertanian ke daerah pendudukan, seperti padiberas, gula pasir, tembakau dan hewan-hewan ternak; meski demikaian pelanggaran masih saja terjadi seperti penyelundupan beras ke daerah pendudukan Belanda melalui tengkulak Tionghoa ANRI: Delegasi Indonesia No.528. Peranan pedangan amat penting untuk memenuhi kebutuhan produk pabrik di daerah RI. Ada saling ketergantungan di bidang ekonomi antara wilayah RI dan pendudukan Belanda meskipun garis demarkasi dan penjagaan pos yang ketat membatasi ruang gerak mereka. Ketergantungan ini melahirkan perdagangan illegal dan penyelundupan. Daerah republik membutuhkan barang-barang pabrik, seperti hasil tekstil, alat tulis kantor, juga kosmetik, sebaliknya daerah pendudukan butuh hasil-hasil pertanian. Di daerah Republik, pedagang menerima pembayaran dengan uang, 114 kemudian uang tersebut dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang laku di daerah pendudukan, seperti kain batik, lurik, beras, gula, sayuran, buah-buahan, telur, ayam, kambing, kerbau dan sapi Wawancara Soertini, Juli 2008. Salah satu mata perdagangan ilegal yang memiliki nilai jual tinggi adalah candu. Biasanya candu dibawa dari daerah Sala dan pedagang menyembunyikannya dalam rangka sepeda atau dalam obor; Untuk kamuflase, mereka juga membawa barang dagangan lain dan berbaur dengan pelintas batas lainnya Balai Pelestarian sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2006:115. Di Tengaran, pada tanggal 15 Mei 1948, ditangkap seorang wanita yang menyelundupkan 56 tube candu yang akan dibawa ke daerah pendudukan Belanda ANRI: Delegasi Indonesia No.528. Situasi keamanan yang rawan mengakibatkan kesulitan di bidang keuangan. Untuk Kabupaten Semarang sudah ditetapkan untuk mengambil ORI Oeang Republik Indonesia di Purwodadi Selatan Handjojo, 1973:37. Pengambilan ini bukanlah hal yang mudah karena ruang gerak RI dibatasi oleh garis demarkasi. Purwodadi sendiri merupakan daerah ungsian dari Residen semarang yang pro-RI. Untuk mengatasi kesulitan akan mata uang, pada pertengahan tahun 1949, PMKB Pemerintah Militer Kabupaten Semarang mengeluarkan cek sebagai alat pembayaran yang sah dan berlaku di daerah setempat. Cek tersebut dibuat dari kertas payung, kemudian dicap dengan stempel pemerintah. Cek itu disebut 115 dengan ‘duit cek’ yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi dan membayar belanja pegawai di wilayah PMKB Semarang Wawancara Soertini dan R.Poniman Tonys, Juli 2008. Di daerah pendudukan, Belanda memberlakukan uang NICA. Uang ORI tidak laku di daerah pendudukan, bahkan Belanda mengeluarkan uang ORI palsu yang kian melemahkan ORI. Hal ini tertuang dalam laporan Kepolisian karesidenan Semarang bahwa beredarnya uang ratusan hijau palsu menimbulkan keresahan masyarakat ANRI: Delegasi Indonesia No.528. Secara berangsur-angsur, banyak orang yang tadinya mengungsi kemudian kembali masuk kota karena tidak tahan dengan penderitaan di daerah pengungsian. Tiap hari ada kurang lebih 150 orang kembali ke Salatiga; Pasar-pasar dibuka kembali sehingga kehidupan ekonomi mereka berjalan normal, gula pasir dijual dengan harga f. 0,55Kg, jagung f. 0,20kg, ayam f. 1,-ekor, minyak kelapa f. 1,-liter, dan padi a.f. 0,17Kg Soeloeh Rakjat, 12 September 1949. Hal.2.

d. Kesenjangan sosial