25
b. Masa Revolusi fisik
Menurut Ricklefs 1991:317-318 revolusi yang menjadikan tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan suatu kisah sentral
dalam sejarah Indonesia melainkan merupakan suatu unsur yang kuat di dalam persepsi bangsa Indonesia itu sendiri. Semua usaha yang tidak
menentu untuk mencari identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing dan untuk suatu tatanan sosial yang lebih
adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II. Untuk yang pertama kalinya di dalam kehidupan
kebanyakan rakyat Indonesia segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba. Di awal Revolusi
tidak satu pun pembagian dasar di antara bangsa Indonesia tersebut telah terpecahkan terkecuali sepanjang ada kesepakatan tentang kemerdekaan
sebagai tujuan pertama bagi kaum revolusioner, segala sesuatunya tampak dimungkinkan kecuali kekalahan. Walaupun mencurigai, namun kekuatan-
kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan-kekuatan diplomasi secara bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan. Baik pihak Belanda
maupun pihak revolusioner Indonesia menganggap Revolusi Indonesia sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa lampau. Bagi
Belanda tujuannya adalah menghancurkan sebuah negara yang dipimpin oleh orang-orang yang bekerja sama dengan Jepang dan memulihkan suatu
rezim kolonial yang menurut keyakinan mereka telah mereka bangun selama 350 tahun. Bagi para pemimpin Revolusi Indonesia, tujuannya
26
adalah melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasawarsa sebelumnya.
Masing-masing merasa yakin bahwa takdir dan kebenaran berada di pihaknya.
Miriam Budiarjo 1995 dalam Kahin 1995: xi menyatakan bahwa dan suatu hal yang sangat mendukung merebaknya nasionalisme ialah
dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi yang diajarkan di semua sekolah dari SD sampai dengan Universitas. Dengan demikian,
pada tahun 1945 sebagian besar bangsa Indonesia merasa dirinya siap untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri dan menentang kembalinya
Belanda. Perubahan ini sekaligus memberi peluang kepada masyarakat luas untuk berpartisipasi aktif untuk mempertahankan proklamasi
kemerdekaan. Kahin 1995:170 menjelaskan bahwa revolusi dimulai dari peristiwa
yang lebih dikenal dengan sebutan peristiwa Rengasdengklok. Sjahrir yang percaya bahwa Soekarno bersedia segera memproklamirkan kemerdekaan
dengan deklarasi kemerdekaan berisi kata-kata sangat anti Jepang yang telah disiapkan Sjahrir dan kawan-kawannya, segera mengorganisir
kelompok-kelompok bawah tanah dan pelajar Jakarta untuk mengadakan demonstrasi umum dan kerusuhan-kerusuhan militer. Setelah persiapan-
persiapan mulai dilakukan, menjadi jelas bahwa Soekarno dan Hatta tidak bersedia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 15. Sjahrir tidak
dapat menghubungi semua pemimpin organisasinya pada waktu yang tepat
27
untuk memberitahukan pembatalan ini. Revolusipun meletus secara terpisah di Cirebon pada tanggal 15 di bawah Dr. Sudarsono, tetapi
berhasil dipadamkan oleh Jepang. Setelah berdebat lama, teks proklamasi ditentukan, dan pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi, Soekarno
membacakan proklamsi itu dihadapan suatu kelompok kecil di depan rumah pribadinya. Segera setelah itu, bersama pesan pribadi Hatta kepada
sahabat-sahabat nasionalisnya, proklamasi itu disiarkan di seluruh radio Domei Indonesia dan jaringan telegraf oleh para pegawai Indonesia di
balik pintu terkunci kantornya di Jakarta Batavia. Revolusi Indonesia sudah dilancarkan, dan mendapat reaksi hebat di seluruh pelosok
Nusantara, meskipun tidak segera diketahui di Jakarta.
c. Konflik Sosial