Pengeboman Salatiga AGRESI MILITER BELANDA PERTAMA DAN PENGARUHNYA

98 garis demarkasi. Delegasi RI diketuai oleh Letnan Kolonel Mursito, dengan anggota Letnan Kolonel Sunandar, Mayor Parmudjo, Mayor Sudono, didampingi Residen Semarang dan Residen Surakarta yang diwakili oleh Kepala Polisi Hartojo dan Kepala Polisi Semarang Kabul, Juru bahasa Sunandar, dan berlaku sebagai penghubung ialah Kapten Sujoto. Delegasi Belanda dipimpin Letnan Kolonel A.J.P. Brummer, dengan anggota Mayor FA. Semit, Kapten A.v. Vosveld dan Residen Salatiga Emanuel, Letnan E.O Herner, Mayor Schalpdoord, Sersan Mayor Mudjiman. Sedangkan Komisi Tiga Negara KTN diwakili oleh Kolonel Surry dari Belgia dan Mayor Macker dari Amerika Serikat Semarang Cabang 073, 1960:137.

C. Pengeboman Salatiga

Pada tanggal 21 Juli 1947, sebagaimana telah dipaparkan di atas, Belanda melancarkan Agresi Militer I. Dalam peristiwa tersebut, hampir seluruh Pangkalan Udara RI menjadi sasaran, salah satunya adalah Pangkalan Udara Maguwo, namun serangan di Maguwo mengalami kegagalan karena terhalang kabut tebal yang menutupi Pangkalan Udara di Yogyakarta ini, lantas sebagai tanda untuk menunjukkan eksistensi Angkatan Udara Republik Indonesia AURI, maka angkatan ini berniat melakukan serangan balasan yang digagas oleh Kasau Komodor S.Suryadarma dan Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma, dan dijalankan oleh Para Kadet Penerbang Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta, 2006:19. 99 Gambar 3.8 Para pelaku pengeboman di markas-markas Belanda tanggal 29 Juli 1947. Dari kanan ke kiri: Kadet Suharnoko Harbani, Kadet Sutardjo Sigit, Kadet Muljono, Kadet Abdurachman, Kaput dan Sutardjo. Sumber: Koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta. Pagi hari tanggal 29 Juli 1947, Angkatan Udara Republik Indonesia AURI membombardir tangsi-tangsi Belanda di Salatiga, Ambarawa dan Semarang. Mereka yang bertugas dalam misi ini ialah Suharnoko Harbani, Kadet Penerbang Sutardjo Sigit, Kadet Muljono, Kadet Abdurachman, Kaput dan Sutardjo lihat gambar 3.8. Penerbang Suharnoko Harbani ditugaskan mengebom daerah yang diduduki Belanda di Ambarawa, Sutardjo Sigit mengebom Salatiga dan Muljono mendapat tugas mengebom Semarang. Minimnya peralatan tidak menyurutkan aksi dari para kadet-kadet AURI. Pesawat-pesawat Guntei dan Curen merupakan pesawat-pesawat peninggalan Jepang yang peralatannya masih sangat sederhana. Tidak terdapat lampu di dalamnya, terlebih peralatan radio komunikasi serta peralatan navigasi udara yang memadai yang semestinya melengkapi sebuah pesawat terbang yang mengemban misi operasi. Ketiga penerbang ketika itu hanya dibekali lampu 100 senter untuk dapat saling memberi isyarat, dengan cara menyoroti pesawat agar mudah diketahui kawannya http:64.203.71.11kompas-cetak070726 nasional3715540.htm. Tepat pukul 05.00 tanggal 29 Juli 1947, operasi dimulai. Penerbang Sutardjo Sigit yang mengemudikan pesawat Curen bersama penembak udara Sutardjo dibekali bom-bom bakar Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta, 2006:19. Menurut keterangan R. Poniman Tonys dan Soertini, pengeboman dilakukan di daerah Ngebul Salatiga yang menjadi markas pasukan artilleri Belanda sekarang markas Batalyon Infantri 411. Markas artileri ini menyimpan senjata-senjata berat Belanda sehingga merupakan sasaran yang tepat untuk dimusnahkan. Apa yang dilakukan oleh ketiga penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia tersebut merupakan operasi udara yang pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia melawan musuh. Sekaligus merupakan pukulan balasan terhadap Belanda yang sejak tanggal 21 Juli 1947 yang secara terus menerus menyerang lapangan terbang yang berada di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan menggunakan pesawat-pesawat pemburu. Serangan udara itu merupakan tindakan yang gagah berani dan dapat menaikkan semangat perjuangan Semarang Kodam, 1961:132. Serangan balasan para Kadet Penerbang pada pagi 29 Juli 1947 itu, disebut sebagai Gerilya Udara. Serangan itu secara fisik memang tidak menimbulkan kerusakan berat bagi pihak Belanda. Namun secara politis, serangan pemboman itu telah menunjukkan kepada dunia tentang keberadaan tentara 101 Republik Indonesia Angkatan Udara di tengah kancah perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia http:www.tni-au.mil.idcontent.asp?contenttype=Sejarah. Hal ini terbukti dengan pernyataan dari Belanda “On the 29th July 1947 3 planes started to bomb Ambarawa, Salatiga and Semarang, although all of them missed their military target they showed an important thing, the opponent still had an air force pada tanggal 29 Juli 1947, 3 pesawat terbang mulai membombardir Ambarawa, Salatiga dan Semarang, meskipun target militer mereka meleset, namun mereka telah menunjukkan suatu hal yang penting, musuh masih memiliki Angkatan Udara http:members.lycos.co.uk tigerbrigade1policeaction.htm.

D. Pengungsian Warga Tionghoa