Kuatnya dukungan rakyat Perang Gerilya

119 penyediaan tempat tinggal hingga kegiatan spionase. Semua anggota masyarakat, termasuk orang-orang tua, wanita dan anak-anak berperan dalam membantu barisan-barisan pejuang sesuai kemampuannya, baik tenaga, harta maupun pikiran Barisan Rakjat, No.3 Tahun 1945. Perang gerilya dilakukan dengan beberapa persyaratan. Menurut Syahnakri dalam www.unisosdem.orgarticle_printfriendly.php?aid=1551 coid=1caid=53 beberapa syarat perang gerilya adalah 1 Kuatnya dukungan rakyat, 2 Motivasi kuat serta patriotisme dan militansi tinggi dari tentara dan rakyat yang melakukan gerilya, 3 Dukungan intelijen, 4 Kesiapan medan, logistik dan komunikasi. Salatiga, meskipun merupakan kota kolonial namun gelora revolusi telah melahirkan semangat kemerdekaan yang kuat di antara warganya. Sikap tersebut dapat dilihat dari banyaknya warga yang lebih memilih untuk mengungsi dengan pejuang republik ketimbang hidup di bawah pemerintahan Belanda. Menurut keterangan Residen Stok, penduduk Salatiga yang semula berjumlah 30.000 orang, tinggal 10.000 orang yang ikut Belanda Soeloeh Rakjat, 12 September 1947.

a. Kuatnya dukungan rakyat

Perang Gerilya selain mendapat dukungan dari warga Kota Salatiga yang berada di pengungsian, didukung pula oleh masyarakat di sekitar Kota Salatiga. Mereka ialah masyarakat di daerah Kabupaten Semarang yang secara geografis berbatasan langsung dengan Kota Salatiga, seperti 120 Tuntang, Bringin, Tengaran, Susukan, Suruh dan Kopeng. Daerah-daerah ini pada masa kolonial pernah tergabung dalam kesatuan administratif dengan Kota Salatiga, yakni Afdeling Salatiga, sehingga secara kultural sifat masyarakatnya cenderung sama. Loyalitas masyarakat pada republik di daerah-daerah ini tinggi. Terhitung dari 25 desa di daerah Bringin hanya ada empat desa dengn pamong desa yang benar-benar pro-Belanda, yaitu Ngrembes, Ngeblak, Bringin, dan Sumber, sedangkan di Kecamatan Tengaran, dari 20 desa, hanya empat desa yang pro-Belanda, yaitu Pamong Desa Karangduren, Bener, Regunung, dan Cukil Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2006:133. Bentuk dukungan rakyat terhadap RI diwujudkan dengan pengabdian. Mereka dengan sukarela memberikan tempat tinggalnya untuk ditempati para pejuang gerilya serta para pengungsi yang berpindah dari daerah pendudukan Belanda ke daerah pedalaman RI. Mereka yang kebanyakan adalah petani ini memberi makan para pengungsi dan pejuang tanpa meminta imbalan. Mereka bersikap hormat terhadap para tamu mereka, bahkan melindungi tamu-tamu yang menumpang hidup di rumahnya tersebut. Orang Jawa pada umumnya, dan terutama para petani Jawa, pada mulanya selalu takut dan curiga terhadap orang yang belum mereka kenal, oleh karena itu sikap ramah, siap menjamu dan melindungi orang kota yang tidak mereka kenal itu, yang bahkan banyak berasal dari berbagai suku bangsa lain pula, mungkin disebabkan pada waktu itu Revolusi 121 merupakan hal yang baik, maka dari itu orang-orang yang ada sangkut pautnya dengan revolusi harus diperlakukan baik, dijaga dan dilindungi Koentjaraningrat, 1994:95-97. Di desa-desa diadakan Pasukan-pasukan gerilya Desa Pager Desa atau Desa pager terdiri dari pemuda-pemuda untuk turut membantu menjamin keamanan dan menjalankan tugas-tugas taktis yang sangat terbatas Simatupang, 1980:153. Dinyatakan oleh R. Poniman Tonys dan Soertini bahwa mereka mengungsi di Desa Pager yang terletak di Susukan hingga pengakuan kedaulatan tahun 1949 Wawancara, Juli 2008. Hal ini berarti daerah Susukan pada masa revolusi merupakan Pager Desa. Pager atau dalam bahasa Indonesia berarti pagar, sehingga dapat pula dimaknai bahwa Desa Pager merupakan daerah pembatas atau pelindung untuk masyarakat yang pro-republik dalam konflik politik antara Belanda dan Indonesia. Selain menyediakan logistik, penduduk desa yang berdagang ke kota daerah pendudukan kerap memberikan informasi konsentrasi militer Belanda Soejatno dan Bennedict Anderson, 1973:103.

b. Militansi tinggi dari tentara dan rakyat yang melakukan gerilya